BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Durian merupakan
tanaman spesifik tropis yang bernilai ekonomis cukup tinggi untuk meningkatkan
pendapatan petani, devisa negara, dan kebutuhan agribisnis. Pertanaman durian
yang ada saat ini umumnya berasal dari benih yang kualitasnya sangat beragam.
Penyediaan bibit varietas unggul sangat diperlukan untuk menunjang perluasan
pertanaman durian sehingga produksi durian Indonesia bisa bersaing dengan
durian dari luar negeri.
Penyediaan bibit yang
berkualitas merupakan salah satu faktor
yang menentukan keberhasilan budidaya durian. Perbanyakan tanaman secara
vegetatif merupakan alternatif untuk mendapatkan bibit berkualitas. Perbanyakan
secara generatif pada umumnya memerlukan waktu yang cukup lama, namun kelebihan
perbanyakan dari benih adalah secara umum batang pohon hasil benih lebih kokoh,
sehat dan berumur panjang (Nazaruddin dan Muchlisah, 1994).
Salah satu cara yang
digunakan dalam perbanyakan vegetatif adalah dengan grafting yaitu
menggabungkan batang bawah dan batang atas dari tanaman yang berbeda sehingga
tercapai kombinasi dan persenyawaan yang
akan tumbuh menjadi tanaman baru (Wudianto, 1988).
Faktor awal keberhasilan grafting adalah
penyediaan batang bawah yang memiliki pertumbuhan yang baik. Batang bawah asal
benih (semai) lebih menguntungkan dalam
hal jumlah, dan pada umumnya tidak membawa virus dari pohon induknya, dan
sistem perakarannya lebih bagus serta kuat (Ashari, 2006).
Perbanyakan secara vegetatif dilakukan menggunakan bagian tanaman seperti cabang, ranting, pucuk,
daun, umbi dan akar. Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif
yang ada di bagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna
yang memiliki akar, batang dan daun sekaligus. Perbanyakan secara vegetatif dapat
dilakukan dengan cara mencangkok, okulasi, stek dan kultur jaringan. Pembiakan vegetatif tanaman dapat terjadi secara alamiah
atau dibuat oleh manusia. Secara alamiah, perkembangan terjadi melalui
pembelahan sel, spora, tunas, rhizome, dan
geragih. Pembiakan vegetatif buatan dimanfaatkan melalui cara stek, cangkok, okulasi dan sambung. Para petani
memanfaatkan pembiakan vegetatif buatan untuk menghasilkan
tanaman baru yang cepat berproduksi dengan sifat dan kualitas yang sama dengan induknya.
Namun perbanyakan vegetatif buatan yang dikenal
oleh para petani hanya mampu menghasilan tanaman dalam jumlah yang terbatas. Keuntungan pembiakan vegetatif antara lain
adalah bahan-bahan heterozigot dapat
dilestarikan tanpa pengubahan dan pembiakan vegetatif lebih baik dibandingkan pembiakan secara generatif. Pada pembiakan
vegetatif satu tumbuhan induk dapat
menghasilkan beberapa individu baru dalam waktu yang
cukup singkat (Hartman & Kester. 1997).
Okulasi sering juga
disebut dengan menempel, oculatie (Belanda) atau Budding (Inggris). Cara
memperbanyak tanaman dengan okulasi mempunyai kelebihan jika dibandingkan setek
dan cangkok. Kelebihannya adlah hasil okulasi mempunyai mutu lebih baik
daripada induknya. Bisa dikatakan demikian karena okulasi dilakukan pada
tanaman yang mempunyai perakaran yang baik dan tahan terhadap serangan hama dan
penyakit dipadukan dengan tanaman yang mempunyai rasa buah yang lezat, tetapi
mempunyai perakaran kurang baik. Tanaman yang mempunyai perakaran baik
digunakan sebagai batang bawah. Sedang tanaman yang mempunyai buah lezat
diambil mata tunasnya untuk ditempelkan pada batang bawah yang dikenal dengan
sebutan entres atau batang atas (Wudianto, 2002).
Okulasi
bertujuan untuk melestarikan tanaman durian dari
beberapa varietas. Selain itu, okulasi juga bertujuan untuk
memenuhi permintaan tanaman
durian yang semakin
banyak (memenuhi produk pemasaran
dari buah durian). Okulasi juga
memberikan nilai praktis (waktu yang
lebih singkat) dalam bertanam durian. Buah durian banyak dikenal dan
disukai orang di mana-mana. (Sumarsono, 2002 ).
I.2. Tujuan
Tujuan praktek lapangan ini adalah
untuk mengetahui teknik perbanyakan bibit durian secara vegetatif dengan tehnik
okulasi.
1.3. Manfaat
Adapaun manfaat magang ini
dilakukan adalah :
1. Agar mahasiswa memperoleh keterampilan dan pengalaman
kerja secara langsung sehingga dapat memecahkan permasalahan dalam bidang
pertanian.
2. Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan
sehubungan antara teori dan penerapannya, sehingga dapat menjadi bekal
mahasiswa untuk terjun dalam dunia kerja.
3. Meningkatkan ketrampilan dan pengalaman kerja
di bidang pembibitan tanaman buah.
BAB II
TINJAUA PUSTAKA
2.1. Durian
Durian (Durio zibethinus) adalah merupakan salah
satu tanaman asli Asi Tenggara yang beriklim tropic basah, khususnya ditailan,
Malaysia, dan Indonesia, Di Indonesia pusat keragaman genetikan di Kalimantan
(27 spesies) kemudian di Sumatera Utara (11 spesies) (Sumarsono et al., 2002). Tinggi pohon durian dapat
mencapai 30 meter, batang memiliki diameter 100 cm dengan warna kayu makin
dalam semakin kemerah-merahan, beserta kasar, ringan dan tidak berbau. Daun
tanaman durian berbentuk elips sampai lonjong. Panjang dau antara 10-15 cm dan
lebarnya 3-4,5 cm. Bunga bergantung pada batang atau cabang yang sudah tua.
Bunga muncul secara bergerombol 3-30 bunga, panjang tangkai bunga 5-7 cm,
panjang bunga antara 5-6 cm dengan diameter 2 cm. Kelopak bunga berwarna putih atau
hijau keputihan, mahkota bunga berjumlah 5 helai. Bunga akan mekar pada sore
hari. Kebanyakan durian bersifat menyerbuk silang (Sarwono, 1995).
Bentuk
buah bundar atau lonjong. Panjang buah dapat mencapai 25 cm dengan diameter 20
cm. warnah kulit buah hijau, kuning hingga kecoklatan, yang dikelilingin dengan
duri tajam berbentuk kerucut. Panjang biji dapai mencapai panajang 4 cm yang
tertutup oleh daging buah yang halus dan rasa manis, berwarna putih atau
kekuningan tergantung jenis durian (Sarwono, 1995).
Varietas
durian yang banyak dibudidayakan dan termasuk durian unggul terdapat 6 jenis
yaitu, Petruk, Sukun, Sunan, Si tokong, kani, dan Otong. Sebetulnya tidak mudah
mencari kekhasannya setiap durian unggul dari bibit. Tetapi bila dilakukan
pengamatan dengan teliliti akan diketahui perbedaan yang mencirikan
masing-masing. (Sarwono, 1995).
Tanaman
durian tumbuh optimal dengan produksi buah memuaskan apabila ditanan di daratan
rendah dengan ketinggian dibawah 1000 mdpl, curah hujan 1500 mm atau lebih
pertahun, dengan keadaan tanah yang gembur, mengadung pasir, dan draniase yang
baik (Ashari, 1995). Tanaman durian klsifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plante
Divisio : Angiospermae
Sub
division : Spermatophyta
Classis : Dicotelodenia
Ordo : Malvales
Familia : Malvaceae
Genus : Durio
Spesies : Durio zibethinus
2.2. Perbanyakan Secara Vegetatif
Perbanyakan
secara vegetatif dilakukan menggunakan bagian tanaman seperti cabang, ranting, pucuk, daun, umbi dan
akar. Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif yang ada di
bagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang memiliki
akar, batang dan daun sekaligus. Perbanyakan secara vegetatif
dapat dilakukan dengan cara mencangkok, okulasi, stek dan kultur jaringan. Pembiakan vegetatif tanaman dapat terjadi secara alamiah
atau dibuat oleh manusia. Secara alamiah, perkembangan terjadi melalui
pembelahan sel, spora, tunas, rhizome, dan
geragih. Pembiakan vegetatif buatan dimanfaatkan melalui cara stek, cangkok, okulasi dan sambung. Para petani memanfaatkan
pembiakan vegetatif buatan untuk menghasilkan
tanaman baru yang cepat berproduksi dengan sifat dan kualitas yang sama dengan induknya.
Namun perbanyakan vegetatif buatan yang dikenal
oleh para petani hanya mampu menghasilan tanaman dalam jumlah yang terbatas. Keuntungan pembiakan vegetatif antara lain
adalah bahan-bahan heterozigot dapat
dilestarikan tanpa pengubahan dan pembiakan vegetatif lebih baik dibandingkan pembiakan secara generatif. Pada
pembiakan vegetatif satu tumbuhan induk dapat
menghasilkan beberapa individu baru dalam waktu yang
cukup singkat (Hartman
& Kester. 1997).
Keuntungan
pembiakan vegetatif antara lain adalah bahan-bahan heterozigot dapat
dilestarikan tanpa pengubahan dan pembiakan vegetatif lebih baik dibandingkan
pembiakan secara generatif. Pada pembiakan vegetatif satu tumbuhan induk dapat
menghasilkan beberapa individu baru dalam waktu yang cukup singkat. Tanaman
yang dikembangkan secara vegetatif bersifat melestarikan sifat hasil tanaman
induk. Adapun kekurangan dari pembiakan vegetatif adalah merusak tanaman yang
berfungsi sebagai tanaman induk, jumlah biji yang diperoleh terbatas, perakaran
tanaman hasil biakan vegetatif kurang, dan umur tanaman lebih pendek (Rochiman
& Harjadi. 1973).
2.3. Teknik Okulasi Pada Tanaman Durian
2.3.1.
Pengertian Okulasi
Okulasi sering juga
disebut dengan menempel, Oculatie (Belanda) atau Budding (Inggris). Cara
memperbanyak tanaman dengan okulasi mempunyai kelebihan jika dibandingkan
dengan stek dan cangkok. Kelebihannya adalah hasil okulasi mempunyai mutu lebih
baik dari pada induknya. Bisa dikatakan demikian karena okulasi dilakukan pada
tanaman yang mempunyai perakartan yang baik dan tahan terhadap serangan hama
dan penyakit dipadukan dengan tanaman yang mempunyai rasa buah yang lezat,
tetapi mempunyai perakaran kurang baik. Tanaman yang mempunyai perakaran baik
digunakan sebagai batang bawah. Sedangkan tanaman yang mempunyai buah lezat
diambil mata tunasnya untuk ditempelkan pada batang bawah dikenal dengan
sebutan batang atas (http://www.mlusmays.multiply.com, 2010).
Untuk membuat bibit durian
berupa okulasi atau sambungan (grafting) perlu diperhatikan hal-hal berikut
ini.
1. Mempunyai sendiri pohon induk untuk
batang bawah dan atas, sehingga tidak dari orang lain.
2. Mempunyai pengetahuan dan
keterampilan tentang cara meng-okulasi dan menyambung.
3. Mempunyai pengetahuan tentang
berbagai macam hama dan penyakit serta tentang cara penanggulangannya.
4. Cukup mempunyai alat-alat yang
diperlukan, yaitu pisau tempel/pangkas, gunting pangkas, gunting pangkas, dan
alat-alat pertanian lainnya.
5. Cukup tersedianya pupuk kandang dan
pupuk buatan.
6. Mempunyai pengetahuan tentang
tanda-tanda dan menyeleksi semai (seedling) yang baik (vegetatif) untuk batang
bawah (Joesoef, 1993).
Tanaman durian merupakan tanaman tahunan
(perennial), sehingga dlam perbanyakannya dilakukan secara vegetatif, yaitu
penyambungan tanaman. Pedoman pemilihan bibit berkualitas antara lain:
a. Bibit harus bebas dari penyakit
sistemik seperti CVPD.
b. Bibit harus bersertifikat atau
berlebel oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih.
c. Bi bit harus dari perbanyakan
vegetatif dengan penyambungan tanaman (enten dan okulasi), dengan batang bawah
pilihan.
d. Tinggi bibit sebaiknya sudah mencapai
tinggi 60-80 cm dan mempunyai sistem percabangan yang menyebar.
e. Bibit sehat, pertumbuhan vigor,
batang kokoh, daun lebat, berwarna hijau tua, permukaan kulit mulus halus sarta
berwarna kecoklatan (Barus dan Syukri, 2008).
Waktu untuk melakukan okulasi yang
paling baik adalah pada saat kulit batang bawah maupun batang atas mudah
dikelupas dari kulitnya. Saat ini terjadi pada waktu pembelahan sel dalam
cambium berlangsung secara aktif (Wudianto, 2001).
1. Batang Bawah untuk Okulasi
Umur batang bawah untuk
dapat diokulasi sangat beragam tergantung kepada jenis tanamannnya. Ada yang
masih berumur 9 bulan sudah bisa diokulasi, tetapi ada juga lebih dari 4 tahun
baru bisa diokulasi. Tetapi yang umum tanaman dapat diokulasi lebih kurang
berumur 1 tahun atau cabangnya sudah mencapai sebesar ibu jari (Wudianto,
2001).
Tanaman yang dijadikan sebagai batang
bawah harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Sistem perakaran harus cukup kuat, serta mampu beradaptasi pada keadaan tanah yang kurang mendukung
1) Sistem perakaran harus cukup kuat, serta mampu beradaptasi pada keadaan tanah yang kurang mendukung
2) Berkecepatan tumbuh sesuai dengan
batang atas yang digunakan, sehingga dapat hidup bersama secara ideal dan dalam
waktu tertentu.
3) Batang dan akar cukup kuat sehingga
mampu menahan batang atas terutama pada jenis tanaman berbuah lebat.
4) Tidak mengurangi kuantitas maupun
kualitas buah pada tanaman yang berbentuk sebagai hasil sambungan. (Barus dan
Syukri, 2008)
Menurut Joesoef (1993), batang bawah
mempunyai ciri:
a. Perakaran yang kuat dan dalam serta
tahan terhadap penyakit akar dan batang.
b. Pertumbuhan kuat dan sehat serta
dapat tumbuh serasi dengan batang ats (compatible).
c. Toleran terhadap penyakit virus
Tristeza.
d. Buah dan biji banyak.
2. Batang Atas untuk Okulasi
Batang atas dari bibit
okulasi sebenarnya hanya berupa mata dari tanaman yang kita kehendaki. Agar
okulasi memuaskan tentu saja mata ini harus diambil dari pohon induk yang subur
dan dari cabang yang tidak terserang hama-penyakit. Sebab penyakit dapat
ditularkan oleh mata yang ditempelkan. Bentuk mata yang baik adalah bulat dan
besar-besar. Mata demikian dapat diperoleh dari cabang yang telah berumur
lebih-kurang 1 tahun. Jika cabang yang diambil matanya masih terlalu muda
biasanya mata sulit untuk dilepas. Tanda cabang yang memenuhi syarat adalah
berwarna hijau kelabu atau kecoklatan (Wudianto, 2001).
Tanaman yang dijadikan batang ats
haruslah mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1) Berasal dari pohon yang sehat, terutama bebas dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus.
1) Berasal dari pohon yang sehat, terutama bebas dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus.
2) Berasal dari pohon yang
sifat-sifatnya sesuai dengan sifat yang diinginkan.
3) Tidak mengurangi kualitas batang
bawah, pada tanaman yang terbentuk sebagai hasil sambungan. (Barus dan Syukri,
2008).
Menurut Joesoef (1993), syarat batang
atas adalah:
1. Produksi tinggi dan kualitas buah
baik.
2. Pohon sehat, terutama bebas dari
penyakit virus Tristeza dan CVPD.
3. Umur tidak terlalu muda dan tidak
terlalu tua.
4.
Ranting untuk mata tempel dan sambungan tidak berduri dan tidak ada menunjukkan
gejala-gejala kuning atau mutasi.
2.3.2.
Tahap Okulasi
1. Persiapan Batang Bawah
Supaya okulasi berhasil
dengan baik dicari tanaman yang kulitnya mudah dikupas dari kayunya, yaitu
tanaman yang masih aktif dalam pertumbuhannya sel-sel kambium aktif dalam
pembelahan diri dan akan segera membentuk jaringan baru bila kulit diambil dari
kayunya (Pracaya, 2009).
Bentuk irisan batang
bawah bergantung pada cara okulasi yang kita pilih. Misalnya kita melakukan
irisan dengan benntuk huruf T. Irisan ini kita buat pada bagian kulit yang
halus. Kurang lebih pada batang 20 cm di ats permukaan tanah. Dalam membuat
irisan ini kita harus hati-hati, irisan tidak boleh terlalu dalam. Kedalaman
yang baik adalah setebal kulit batang. Jika irisan terlalu dalam dan melukai
bagian kayunya dapat mengakibatkan kegagalan okulasi (Wudianto, 2001).
2. Pengambilan Mata Tunas
Untuk mata tunas harus
diambil dari ranting pohon yang sudah terpilih dan memenuhi beberapa
persyaratan. Ranting yang diambil tidak menunjukkan gejala-gejala menguning dan
mutasi. Mengambil ranting itu jangan diwaktu siang hari, sebab keadaan ranting
waktu itu kurang baik (Joesoef, 1993).
Pengambilan mata tunas
dapat dilakukan dengan 3 cara, dengan demikian dapat diperoleh mata tempel yang
sesuai dengan cara yang digunakan. Etiga macam bentuk pengambilan mata tunas
yaitu segi empat, sayatan, dan bulat. Bentuk segi empat diperoleh dengan
mengiris secara horizontal 1,5 cm di atas dan di bawah mata, kemudian
unung-ujung irisan kita hubungkan sehingga membentuk segi empat (Wudianto,
2001).
3. Penyisipan Mata Tunas
Langkah ini harus kita
lakukan secara hati-hati. Pokok keberhasilan dari okulasi adalah pada saat
menyisipkan mata tunas. Mata tunas yang kita peroleh kita sisipkan di bawah
kulit batang pokok yang telah diiris. Atau bila menggunakan pisau haji ali
bulatan mata tunas ini kita tempelkan tepat pada irisan bulat yang telah kita
buat sebelumnya. Dalam penyisipan atau penempelan mata tunas jangan sampai ada
kotoran yang menempel pada kambium, karena dapat mengganggu menyatunya
penempelan (Wudianto, 2001).
Ranting mata tempel
yang berbentuk bulat mempunyai mutu yang lebih baik yang dibandingkan dengan
yang bentuknya segitiga dan relatif masih pipih. Untuk mencegah berkembangnya
cendawan, perlu dilakukan beberapa perlakuan, yakni: setelah ranting mata
tempel diambil dari pohon induk, untuk menghindari penguapan yang berlebihan,
daun pada ranting mata tempel perlu dibuang. Selanjutnya, ranting mata tempel
perlu dibuang. Selanjutnya ranting mata tempel dicuci dengan air, kemudian
direndam dengan klorox 10% selama 1 menit. Selanjutnya dikeringanginkan dan
direndam dalam benomil 1% atau benlate selama 1 menit, kemudian
dikeringanginkan lagi (jangan lebih 15 menit) (Soelarso, 1996).
4. Pengikatan Tempelan
Adapun pada bibit
okulasi, potongan batang bagian bawah merupakan batang hasil persemaian biji.
Sementara batang bagian atas berasal dari ’mata tempel’ pohon induk yang tumbuh
menyamping. Pada tempat ’mata tempel’, kulitnya masih menampakkan bekas
tempelan yang nyata (Setiadi dan Parimin, 2003).
Dalam kondisi tertentu,
bila memperoleh ranting mata tempel yang pangkalnya berbentuk bulat tetapi
bagian atas/pucuk masih berbentuk segi tiga, maka mate tempel yang terletak
pada bagian bawah dapat ditempel dengan okulasi biasa. Sedangkan untuk bagian
tengah dan ujungnya dapat digunakan okulasi irisan dan okulasi T (Soelarso,
1996).
Untuk mengikat tempelan
kita bisa menggunakan pita plastik polivinil klorida. Ukuran dari pita plastik
yang digunakan umumnya panjang 20 cm, lebar 1,5 cm, dan tebalnya 1 mm. Cara
mengikat tempelan dari bawah ke atas atau sering disebut dengan sistem genting.
Yang perlu diperhatikan dalam pengikatan ini adalah bagian mata tempel jangan
diikat terlalu keras sehingga dpat mengakibatkan kerusakan pada mata tempelan.
Mata ini bisa saja tidak diikat, tetapi bahayanya bila kena hujan akan membusuk
(Wudianto, 2001).
5. Pembukaan Sayatan
Setelah kurang lebih
dua minggu dari waktu pengikatan, kini tiba saatnya melakukan pemeriksaan
berhasil tidaknya pengokulasian. Ikatan kita buka, lau mata tempelannya
dilihat. Apabila warna mata tempelan itu telah menjadi hijau kemerahan atau
hitam, ini berarti pengokulasian kita tidak berhasil atau mata tempelannya
tidak berhasil. Tetapi jika mata tempelan masih kelihatan hijau segar dan sudah
melekat dengan batang pokok, ini pertanda bahwa okulasi kita berhasil
(Wudianto, 2001).
Semua pekerjaan
tersebut diatas harus dilakukan dalam waktu yang secepat-cepatnya. Sebab jika
tidak mata tempel dan batang bawah yang sudah dikelupas kulitnya akan menjadi
kering dan tempelan itu akan gagal pula/tidak jadi (Joesoef, 1993).
6. Pemotongan Batang Pokok
Bila telah ada
kepastian bahwa mata tempelan sudah hidup, selanjutnya adalah memotong batang
pokok. Pemotongan batang pokok ada tiga cara, kita tinggal memilih dari ketiga
cara tersebut.
1. Batang pokok langsung dipotong 1 cm
diats mata tempelan, dengan bentuk potongan miring ke belakang sehingga air
hujan atau air siraman dapat jatuh ke bawah dan tidak akan ”mangkal” pada
tempelan mata.
2. Batang pokok dipotong 10 cm diatas
mata tempelan. Dengan tujuan agar apabila tunas telah tumbuh tinggi dapat
dipergunakan untuk mengikat batang agar dapat tumbuh tegak lurus. Apabila tunas
telah tumbuh sampai 30 cm, maka batang pokok ini akan kita potong dangan
ketinggian 1 cm diats mata tempelan.
3. Pada pemotongan ketiga tidak
dilakukan sekaligus. Kedalaman pemotongn cukup setengah dari diameter batang
pokok, kemudian batang pokok direbahkan. (Wudianto, 2001).
Menurut Joesoef (1993). Perlakuan dan
pemeliharaan selanjutnya setelah ditempel adalah sebagai berikut
a) Setelah tempelan itu jadi, batang
bawah pada ketinggian 10 cm diatas tempat penempelan disayat ± 2/3 bagian,
kemudian dipatahkan sehingga terkulai (menggantung).
b) Dengan cara demikian tunas akan cepat
tumbuh dari mata tempel dan enam bulan setelah ditempel sudah dapat dipindahkan
ke dalam keranjang atau 9 bulan sesudah ditempel sudah dapat menjadi bibit
berupa stump.
c) Tunas-tunas yang tumbuh dibawah
tempelan pada batang bawah dibuang, sehingga tunas dari mata tempel dapat
dengan leluasa tumbuh.
d)
Tunas dari mata tempel dibiarkan tumbuh lurus ke atas dan tidak bercabang
sampai setinggi ± 60 cm.
2.3.3.
Kelebihan dan Kekurangan Okulasi
1. Kelebihan Okulasi
Keuntungan-keuntungan
pembiakan vegetatif antara lain adalah bahan-bahan heterozigot dapat
dilestarikan tanpa pengubahan pembiakan vegetatif lebih baik dibandingkan
pembiakan secara generatif. Karena pada pembiakan vegetatif satu tumbuhan induk
dapat menghasilkan beberapa individu baru dalam waktu yang cukup singkat,
banyak tanaman yang dikembangkan secara vegetatif dapat melestarikan sifat
hasil yang dimiliki oleh tanaman induk.
Keuntungan dari
memperbanyak dengan cara okulasi dan sambungan ialah, bahwa kita dapat membuat
bibit dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang relatif singkat (Prastowo,
2006).
2. Kelemahan Okulasi
Kekurangan dan kerugian
dari pembiakan vegetatif adalah biasanya tanaman yang berfungsi sebagai tanaman
induk mudah rusak. Jumlah biji yang diperoleh terbatas, perakaran tanaman hasil
biakan vegetatif kurang, dan umur tanaman lebih pendek. (Prastowo,
2006)
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1.
Waktu dan Tempat
Praktek
kerja magang ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2014 di Balai
Benih (BBI) Pekanbaru Provinsi Riau.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam PKL ini meliputi: pisau okulasi, cangkul, sarung tangan, gunting, plastik pembungkus.
3.2.2. Bahan
Bahan yang di gunakan adalah :
a.
Polybag
b.
Tanah
c.
Bibit Durian
d.
Batang atas tanaman Durian
Montong
e.
Batang bawah tanaman Durian
3.3. Metode
Metode yang digunakan
dalam kegiatan magang ini adalah metode langsung dan tidak langsung. Metode
langsung yaitu melaksanakan kegiatan berupa aspek teknis di lapangan, sedangkan
metode tidak langsung dilakukan dengan
melakukan diskusi, dan wawancara dengan karyawan yang ada di Balai Benih Induk
Hortikultura Pekanbaru.
Metode
tidak langsung dilakukan baik saat jam kerja maupun di luar jam kerja. Kegiatan
teknis di lapangan meliputi Pelaksanaan okulasi durian, pemeliharaan dan kegiatan
lainnya. Kegiatan aspek teknis di lapangan dilakukan dengan terlebih dahulu
mendapatkan instruksi dan arahan dari peembimbing
lapang. Seluruh teknis kegiatan magang yang dilakukan berdasarkan prosedur
kerja yang diterapkan oleh Balai Benih Induk Hortikultura Pekanbaru.
3.4. Pelaksanaan Magang
3.4.1. Teknik Perbanyakan
Tanaman durian secara Okulasi
Okulasi merupakan cara penyambungan satu mata tunas sebagai entres
(batang atas) dengan batang bawah pada tanaman sejenis. Bibit
okulasi dapat berbuah mulai umur 3 tahun.
Tahapan-tahap penyiapan bibit okulasi adalah sebagai berikut :
a. Persiapan alat dan bahan
- Bahan tanaman berupa bibit batang bawah berumur 8-12 bulan, mata
tunas dari cabang yang tumbuhnya tegak ataupun agak condong, pisau okulasi,
gunting, tali pengikat, dan sarana penunjang lainnya.
b. Tata cara pengokulasian
- Dalam pengokulasian ini saya mengokulasi bibit tanaman mangga
sebanyak 10 bibit tanaman mangga.
- Batang bawah dibersihkan di lahan persemaian ataupun dalam
polybag dengan menggunakan
kain lap.
- Mengiris kulit batang bawah ukuran irisan (sayatan) 3-5 cm. Kulit
hasil irisan
dikelupas ke bawah, lalu dipotong dua per tiga
bagian.
- Cabang yang mempunyai mata dipilih, kemudian mata disayat
dengan menyertakan sedikit kayunya. Ukuran
sayatan entres 2 cm di atas dan di bawah mata mata tunas, lalu kayunya
dilepaskan secara hati-hati. Mata entres
ditempelkan pada sayatan batang bawah hingga pas.
- Bidang tempelan (okulasi) diikat dengan tali plastik atau rafia
dimulai dari atas ke bawah dengan tidak menutup mata okulasi.
c. Pemeliharaan pasca okulasi
-
Pemeriksaan mata okulasi sekitar 10-15 hari sejak pengokulasian. Apabila mata
berwarna hijau, berarti penyambungan tersebut berhasil. Sebaliknya, bila mata
berwarna coklat dan kering, berarti okulasi gagal.
- Ujung batang bawah dipotong dengan ketinggian 10-20 cm tepat di
atas bidang okulasi apabila tunas entres
telah mencapai 20-30 cm.
- Tunas-tunasyang tumbuh di bawah mata (tunas) okulasi dipangkas
dengan pisau maupun tangan.
- Bibit okulasi disemaikan ke polybag atau keranjang bambu yang
diameternya cukup lebar sesuai dengan ukuran bibit. Sebagian tanah disertakan
pada saat pemindahan agar letak akar tidak berubah.
- Bibit dipelihara secara intensif sampai umur 1 tahun atau lebih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar