I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kedelai
(Glycine max (L.) Merrill) merupakan
komoditi pangan utama setelah padi dan jagung, tergolong tanaman
kacang-kacangan sebagai sumber protein, lemak, serta vitamin. Setiap 100 gram
biji kedelai rata-rata mengandung 330 kalori, 35% protein, 18% lemak, 35%
karbohidrat, 10% air, serta beberapa mineral seperti Ca, Fe, vitamin A, dan
vitamin B1 (Pato dan Yusuf, 2002). Biji kedelai, selain sebagai bahan makanan
juga merupakan bahan dasar untuk industri pangan, sedangkan batang dan daunnya
juga dapat bermanfaat sebagai pakan ternak, pupuk hijau dan akar-akar yang
tertinggal di dalam tanah maupun daun yang rontok dapat memperbaiki kesuburan
tanah (Suprapto,1995).
Kedelai
mempunyai prospek untuk dikembangkan di Riau, hal ini dapat dilihat dengan
meningkatnya produksi kedelai dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 produksi kedelai sebesar 7.350 ton
biji kering atau naik sebesar 36.08% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu
5.830 ton biji kering (Badan Pusat Statistik, 2012). Produksi kedelai di Riau
masih tergolong rendah disebabkan pandangan petani yang menganggap kedelai
sebagai tanaman sampingan sehingga rendahnya penerapan teknologi budidaya
kedelai dan bergesernya lahan pertanian menjadi pemukiman dan perindustrian.
Berdasarkan data di atas maka produksi kedelai perlu ditingkatkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Semakin sempitnya lahan pertanaman yang
ideal bagi pertumbuhan tanaman, menjadi kendala tersendiri. Hal tersebut
terjadi karena banyaknya lahan pertanian yang dijadikan areal pemukiman,
sehingga lahan yang tersedia adalah lahan marginal, salah satunya adalah lahan
gambut (Gemayel, 2008).
Nerty et al. (2008) menyebutkan
bahwa salah satu cara untuk memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan
produktivitas lahan adalah dengan melakukan pemupukan. Untuk mendapatkan
efisiensi pemupukan yang optimal, pupuk harus diberikan dalam jumlah yang
mencukupi kebutuhan tanaman dan sesuai dengan jenis tanah. Kalium merupakan salah
satu unsur hara makro yang menentukan hasil dan kualitas hasil tanaman kedelai.
Penambahan unsur hara mikro dapat
dilakukan dengan pemberian amelioran. Abu janjang kelapa sawit dapat digunakan
sebagai salah satu amelioran di tanah karena mempunyai kandungan unsur hara
yang lengkap baik makro maupun mikro, mampu meningkatkan pH tanah dan memiliki
kejenuhan basa yang tinggi. Abu janjang kelapa sawit berasal dari limbah-limbah padat janjang kosong kelapa
sawit yang telah mengalami pembakaran di dalam incinerator di pabrik kelapa
sawit dan bisa juga pembakarannya dilakukan secara manual. Limbah
janjang kosong merupakan limbah dengan volume yang paling banyak dari proses
pengolahan tandan buah segar (TBS) pada pabrik kelapa sawit yang mencapai 21%
dari TBS yang diolah. Abu janjang kelapa sawit memiliki
kandungan 30-40 % K2O, 7% P2O5, 9 % CaO, dan
3% MgO. Selain itu juga mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200 ppm Fe, 100 ppm
Mn, 400 ppm Zn, dan 100 ppm Cu (Bangka, 2010). Soepardi (1983) menyatakan bahwa
abu cenderung meningkatkan unsur hara P, K, Ca dan Mg serta meningkatkan unsur
hara N bagi tanaman.
Menurut Lakitan (1996), kalium berperan dalam translokasi gula
pada pembentukan pati dan protein, membantu proses membuka dan menutupnya
stomata, efisiensi penggunaan air, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
serangan-serangan hama dan penyakit, memperkuat tubuh tanaman, bunga dan buah
tidak mudah rontok serta memperbaiki ukuran dan kualitas buah pada masa
generatif.
Menurut penelitian Nerty et al. (2008) pemberian dosis abu janjang kelapa sawit yang terbaik untuk
tanaman kacang hijau adalah 4,5 ton/ha dengan hasil 198,25 gram per petak. Penelitian
lain tentang penggunaan abu janjang kelapa sawit pada beberapa tanaman
menyimpulkan bahwa dengan pemberian abu janjang kelapa sawit 5 ton/ha di lahan
gambut pada tanaman kedelai mampu meningkatkan produksi biji kering menjadi
1,94 ton/ha (Lahuddin, 2000)
Berdasarkan permasalahan tersebut maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “ Pengaruh Pemberian Beberapa Dosis Abu Janjang Kelapa Sawit
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Dua Varietas Kedelai (Glycine max
(L.) Merrill)”.
1.2.
Tujuan
1. Mengetahui pengaruh pemberian beberapa
dosis abu janjang kelapa sawit terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman kedelai.
2. Untuk mengetahui interaksi antara
pemberian dosis abu janjang kelapa sawit dan varietas terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.
1.3.
Manfaat
1. Memberikan informasi tentang dosis abu janjang kelapa sawit yang tepat pada
tanaman kedelai.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak
yang membutuhkan.
1.4.
Hipotesis
1. Pemberian beberapa dosis abu janjang kelapa sawit memberi pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman kedelai.
2. Ada interaksi antara pemberian dosis abu janjang kelapa sawit dan varietas terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
kedelai.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kedelai
2.1.1. Botani dan Morfologi
Tanaman
kedelai (Glycine max (L) Merril )
merupakan salah satu tanaman semusim yang sudah lama dibudidayakan di
Indonesia. Berdasarkan klasifikasinya termasuk Divisio: Spermathopyta,
Subdivisio: Angiospermae, Famili: Popilonoidae, Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Rosales, Famili: Leguminosae, Genus: Glycine,
Species: Glycine max (L.) Merrill
(Sumarno dan Harnoto, 1983).
Sistem perakaran tanaman kedelai terdiri
dari akar tunggang, akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang,
serta akar cabang yang tumbuh dari akar sekunder. Akar tunggang merupakan
perkembangan dari akar radikal yang sudah mulai muncul sejak masa
perkecambahan. Akar ini mempunyai akar-akar cabang yang lurus. Akar serabut
merupakan akar yang tumbuh ke bawah sepanjang 20 cm. Tanaman ini juga memiliki
akar-akar lateral (cabang) yang tumbuh ke samping sepanjang 5-25 cm. Pada akar
lateral terdapat akar serabut, fungsinya untuk menghisap air dan unsur hara,
pada akar ini juga terdapat bintil akar (nodule) yang mengandung bakteri
Rhizobium, kegunaannya sebagai pengikat zat nitrogen dari udara (Departemen
Pertanian, 2006).
Pada tanaman kedelai dikenal dua tipe
pertumbuhan batang, yaitu determinit dan indeterminit. Jumlah buku pada batang
akan bertambah sesuai pertambahan umur tanaman, tetapi pada kondisi normal
jumlah buku berkisar antara 15-20 buku dengan jarak antar buku berkisar antara
2-9 cm. Batang pada tanaman kedelai ada yang bercabang dan pula yang tidak
memiliki cabang, tergantung dari karakter varietas kedelai, tetapi pada umunya
cabang pada tanaman kedelai berjumlah 1-5 cabang (AAK, 2000).
Daun kedelai termasuk daun majemuk dengan
tiga buah anak daun. Helaian daun berbentuk oval dengan ujung lancip. Apabila
sudah tua, daun-daun ini akan menguning dan berguguran mulai bagian bawah
(Najiyati dan Danarti, 1997)
Bunga
kedelai termasuk bunga sempurna dalam setiap bunga terdapat bunga jantan dan
betina. Usia kedelai sampai berbunga bervariasi, tergantung varietasnya yang
dipengaruhi oleh lama penyinaran dan suhu. Kedelai mulai berbunga pada umur
30-50 hari dengan warna bunga ungu atau
putih (Suprapto, 1995). Menurut Adisarwanto (2008) bunga pada tanaman kedelai umumnya
muncul atau tumbuh pada ketiak daun, tetapi kadang bunga dapat pula terbentuk
pada cabang tanaman yang mempunyai daun. Hal ini karena sifat morfologi cabang tanaman kedelai serupa atau sama
dengan morfologi batang utama. Pada kondisi lingkungan tumbuh dan populasi
tanaman optimal, bunga akan terbentuk mulai dari tangkai daun yang paling
bawah. Dalam satu kelompok bunga, pada ketiak daunnya akan berisi 1-7 bunga, tergantung
karakter dari varietas kedelai yang ditanam
Buah kedelai berbentuk polong, banyaknya
polong tergantung pada jenis atau varietasnya. Dalam satu polong biasanya
berisi 1-4 biji. Bentuk biji kedelai tidak sama tergantung varietas, ada yang
berbentuk bulat, agak gepeng atau bulat telur. Namun, sebagian besar biji
kedelai berbentuk bulat telur. Ukuran dan warna biji kedelai juga tidak sama,
tetapi sebagian besar berwarna kuning dengan ukuran biji kedelai yang dapat
digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu berbiji kecil (<10 g/100 biji),
berbiji sedang (10-12 g/100 biji), dan berbiji besar (13-18 g/100 biji). Polong
kedelai pertama kali muncul sekitar 10-14 hari setelah bunga pertama muncul.
Warna polong yang baru tumbuh berwarna hijau dan selanjutnya akan berubah
menjadi kuning atau cokelat pada saat dipanen (Fachrudin, 2000).
2.1.2. Syarat Tumbuh Kedelai
Di indonesia kedelai dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 900 m diatas
permukaan laut (dpl). Meskipun demikian telah banyak varietas kedelai dalam
negeri dan kedelai introduksi yang dapat beradaptasi dengan baik di dataran
tinggi (pegunungan) ± 1200 m dpl. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai
dibandingkan dengan iklim sangat lembab. Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh
di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Suhu yang dikehendaki tanaman
kedelai antara 21-34º C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman
kedelai adalah 23-27º C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan
suhu sekitar 30º C (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).
Kedelai
tumbuh dengan baik disetiap tanah yang subur, gembur dan kaya akan humus atau
bahan organik, pH yang cocok untuk tanaman kedelai berkisar antara 5,8-7,0,
namun kedelai masih dapat tumbuh pada tanah masam (pH rendah) seperti pada
tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) dengan jalan pengapuran dan pemupukan untuk
meningkatkan pH tanah dan tersedianya unsur hara pada keadaan seimbang
(Suprapto, 1995).
2.1.3. Budidaya Kedelai
2.1.3.1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah
bertujuan untuk memperoleh struktur tanah yang gembur, drainase dan aerase
tanah yang cukup baik, sehingga akar-akar kedelai dapat tumbuh sempurna,
terutama pada penanaman di tanah tegalan pada awal musim penghujan. Pengolahan
tanah sangat penting sebab tanah yang diolah dan dibolak-balik disamping
menjadi subur dan bisa mengendalikan tumbuhan pengganggu atau gulma. Pengolahan
tanah dapat dilakukan dengan pembajakan atau pencangkulan satu atau dua kali,
kemudian tanah diratakan (AAK, 2000).
2.1.3.2. Penanaman
Benih kedelai ditanam dengan cara ditugal
3-5 biji per lubang tanam. Lubang tanam dibuat berkisar antara 3-4 cm. Produksi
kedelai akan menurun apabila ditanam di luar waktu tanam optimal. Penurunan
hasil tersebut berkaitan dengan kondisi kelembaban tanah atau curah hujan, suhu,
panjang hari, dan perkembangan hama penyakit (Departemen Pertanian, 2012).
2.1.3.3.
Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan mulai awal tanam
sampai tanaman dipanen, pemeliharaan meliputi penyiangan dan pengairan.
Penyiangan yang dilakukan beberapa kali untuk menghindari terjadinya persaingan
antara tanaman utama dan gulma yang tumbuh disekitar tanaman. Penyiangan dapat dilakukan
dengan cara mencabut dan mekanis. Dengan cara mekanis yakni dengan membongkar
gulma dengan menggunakan cangkul atau parang. Kedelai termasuk tanaman yang
tidak tahan terhadap kekeringan, oleh karena itu pengairan diperlukan sejak
awal pertumbuhan sampai pada masa polong mulai berisi. Pengaturan kelembapan
tanah sangat penting pada waktu hujan
tanah dapat diairi secukupnya (AAK, 2000).
2.1.3.4. Pengendalian Hama dan Penyakit
Keberhasilan
dalam bertanam kedelai tidak lepas dari kesuksesan mengendalikan hama dan
penyakit. Hama yang sering menyerang tanaman kedelai adalah sebagai berikut: Aphis spp (Aphis glycine),
kumbang daun tembungkur (Phaedonia
inclusa), ulat jengkal (Chrysodeixis
chalcites sp), ulat polong (Ethiela
zinchenella), lalat kacang (Ophiomyia
phaseoli), kepik hijau (Nezara
viridula), ulat grayak (Prodenia
litura), sedangkan penyakit utama pada tanaman kedelai adalah sebagai
berikut: karat daun (Phakopsora
pachyrhyzi), penyakit layu, penyakit sapu, virus mosaik dan busuk batang
(AAK, 2000).
Menurut Adisarwanto (2008) pengendalian
hama secara terpadu merupakan suatu kombinasi beberapa cara pengendalian yang
bertujuan agar populasi atau tingkat kerusakan hama berada di bawah nilai
ambang ekonomis, artinya populasi hama yang ada secara ekonomis tidak merugikan
petani karena tingkat kerusakan sangat ringan. Aplikasi pestisida dan
insektisida yang efektif, disesuaikan dengan keperluan, yaitu menurut
intensitas serangan atau populasi hama berdasarkan hasil pengamatan atau
apabila telah mencapai ambang ekonomi, baru dilakukan penyemprotan dengan
menggunakan insektisida atau pestisida.
2.1.3.5.
Panen
Umur
tanaman kedelai selain telah ditetapkan deskripsi varietas yang ditanam, waktu
panen juga ditentukan oleh banyaknya polong yang telah berubah warna menjadi
cokelat kekuning-kuningan. Pemanenan yang dilakukan pada waktu yang tepat dapat
meningkatkan nilai tambah karena menghasilkan biji/benih kedelai bermutu baik.
Cara panen yang biasa dilakukan di Indonesia umumnya masih tradisional, yaitu
dengan cara memotong tanaman kedelai sedekat mungkin dengan permukaan tanah.
Keuntungan panen dengan menggunakan sabit adalah hanya batang tanaman kedelai
yang dipotong sehingga bintil akar yang mengandung bakteri Rhizobium masih
tetap ada atau tersisa di dalam tanah. Dengan demikian populasi bakteri
tersebut bisa terus bertambah di dalam tanah dan akan bermanfaat untuk
penanaman selanjutnya (Adisarwanto,
2008).
2.2. Abu Janjang Kelapa Sawit
Janjang
kosong atau tandan kosong kelapa sawit berasal dari tandan buah segar (TBS)
setelah buah dirontokkan. Tandan kosong ini merupakan limbah padat organik dari
pabrik sawit. Pembuangan limbah ini di area pabrik sawit merupakan kendala
karena volumenya amat besar, sehingga dalam pengakumulasiannya membutuhkan area
yang luas. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan pembakaran tandan kosong
tersebut dalam incinerator (tanur) yang dibangun di sekitar pabrik. Abu tandan
kosong dari hasil pembakaran ini lebih mudah diakumulasikan, biaya angkut lebih
murah dan tidak membutuhkan tempat yang luas. Akumulasi abu tandan kosong
tersebut juga mengalami kesulitan karena produksinya setiap hari yang terus
bertambah untuk mengatasinya abu janjang ini telah dianjurkan digunakan sebagai
pupuk (Lahuddin, 2000). Loekito (2002)
menambahkan bahwa di areal gambut, penggunaan janjang kosong (JJK)
sebagai sumber pupuk tidak dimungkinkan karena terkendala transportasi. Sarana
transportasi di areal gambut, khususnya gambut pasang surut sangat khas dengan
sistem kanal (water way). Salah satu
upaya yang dilakukan adalah merubah JJK menjadi abu janjang melalui pembakaran
dengan incinerator. Keuntungan produk abu janjang dibandingkan dengan JJK
adalah volume lebih kecil, mudah penyimpanan (penggudangan), mudah
diaplikasikan dan biaya relatif lebih murah.
Abu janjang kelapa sawit merupakan
alternatif pilihan sebagai pupuk kalium
karena mengandung K20 sebanyak 35-40% dan harganya jauh lebih murah
dibanding KCl maupun pupuk K lainnya. Pemberian abu janjang kelapa sawit
memiliki keuntungan karena mengandung kalium yang tinggi sehingga dapat
mengurangi bahkan meniadakan penggunaan pupuk KCl. Abu janjang kelapa sawit
dilihat sebagai produk yang bernilai tinggi dan dianggap penting untuk membantu
dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman (Pahan, 2008).
Menurut
Potrama (1994) semakin tinggi kalium yang bisa diserap tanaman maka proses
pengisian polong akan lancar dan persentase polong bernas semakin meningkat, disamping
itu kalium juga dapat menjadikan biji masak lebih sempurna. Lingga (1986)
menambahkan bahwa fungsi kalium yaitu untuk membantu pembentukan protein dan
karbohidrat. Kalium juga berperan dalam memperkuat tubuh tanaman, akar, daun,
bunga dan buah tidak mudah gugur.
Menurut Lahuddin (2000) selain
keuntungan dari segi budidaya juga akan diperoleh keuntungan yang bersifat ekonomis, dengan kata lain abu
janjang kelapa sawit dapat mensubtitusikan
pupuk sekurang-kurangnya pupuk kalium. Irianto (2009) menambahkan bahwa
pemberian abu janjang kelapa sawit dapat meningkatkan bobot kering tanaman,
jumlah buah per tanaman, bobot per buah dan bobot pertanaman pada tanaman
mentimun. Sedangkan menurut Sari (2011) pemberian dosis abu janjang kelapa sawit yang terbaik pada
beberapa varietas tanaman kedelai adalah
900 kg/ha.
Peningkatan
dosis abu janjang kelapa sawit pada dua jenis bunga krisan meningkatkan jumlah
cabang, jumlah daun dan jumlah bunga mekar, namun merubah tingkat warna bunga
krisan kearah warna yang kurang cerah (Handajaningsih
dan Wibisono, 2009). Sasli (2011) menambahkan bahwa peningkatan pH tanah
cukup nyata setelah diinkubasi dengan abu janjang kelapa sawit. Pengaruh abu
janjang kelapa sawit terhadap kenaikan pH pada tiga jenis tanah, yaitu
Pedsolik, Regosol dan Aluvial. Hasilnya menunjukkan terjadi kenaikan pH untuk
ketiga jenis tanah tersebut menjadi berkisar antara 6,07 – 6,09 dengan rata-rata kenaikan sebesar 0,5 – 1,5
pada pemberian abu janjang kelapa sawit sebanyak 8,4 g/ 500 g tanah setara
bobot kering.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 2000. Kedelai.
Kanisius, Yogyakarta. 84 hal.
Adisarwanto,
T. 2008. Budidaya Kedelai. Penebar
Swadaya. Yogyakarta. 65 hal.
Badan Pusat
Statistik. 2012. Produksi Kedelai Riau.
http://Riau.bps.go.id/press-release/021112/produksi-padi%2c-jagung%2c-kedelai-Riau-angka-2012.
Diakses 27 Desember 2012.
Bangka, B.
2010. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Http://Budakbangka.blogspot.com/2005//pemanfaatan-limbah-kelapa-sawit. Diakses 20 Maret 2013.
Departemen
Pertanian. 2006. Budidaya Kedelai Tanpa Olah Tanah. http://deptan.go.id/teknologi/tp/tkctanah1.htm.
Diakses 27 Desember 2012.
Departemen Pertanian. 2012. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Tanaman
Kedelai. http://deptan.go.id/docupload/isipedomantekniskedelai2012.
Diakses 29 Desember 2012.
Fachrudin,
L. 2000. Budidaya Kacang-kacangan.
Kanisius. Yogyakarta. 118 hal.
Gemayel,
E.l. 2008. Studi pengaruh pemberian mikoriza vesikular arbuskula (MVA) terhadap
beberapa varietas kacang hijau (Phaseolus
radiatus L.) pada media sub-optimum. Skripsi.
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Handajaningsih, M. dan T. Wibisono. 2009. Pertumbuhan dan pengembangan
krisan dengan pemberian abu janjang kelapa sawit sebagai kalium. Jurnal Akta Agrosia, 12(1): 8-14.
Irianto. 2009. Pertumbuhan dan hasil
tanaman mentimun (Cucumis sativus L.)
pada beberapa jenis abu. Jurnal Agronomi,
13 (1): 13-16.
Lahuddin.
2000. Pemanfaatan abu tandan kosong kelapa sawit sebagai pupuk di Indonesia. In Prosiding Hasil-Hasil Penelitian
Ilmu-Ilmu Pertanian. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Wilayah Barat
(BKS. N Barat) Bidang Ilmu Pertanian UNRI. Pekanbaru. Hal 123- 127.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan
Tanaman. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 218 hal.
Lingga, P.
1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk.
Penebar Swadaya. Jakarta. 163 hal.
Loekito,
H. 2002. Teknik pengolahan limbah industri kelapa sawit. Jurnal Teknologi Lingkungan, 3 (3): 242-250.
Mattjik,
A. A. dan I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan
Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Bogor. 276 hal.
Najiyati,
S. dan Danarti. 1997. Palawija, Budidaya
dan Analisis Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta. 114 hal.
Nerty, S., Evita, dan A Heris. 2008. Pengaruh beberapa dosis abu janjang
kelapa sawit terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau (Vigna radiata L). Jurnal
Agronomi, 12 (2):1-6.
Pahan, I.
2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit.
Penebar Swadaya. Jakarta. 424 hal.
Pato, U.
dan Y. Yusuf. 2002. Gizi dan
Pangan. UNRI Press. Pekanbaru. 43 hal.
Potrama, N.
1994. Pengaruh abu janjang ekstrak air terhadap pertumbuhan dan serapan hara
makro dan tanaman melalui media pasir. Tesis.
Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara Medan. Medan.
Rukmana, R.
dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai, Budidaya
dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. 35 hal.
Sari, I. 2011. Studi ketersediaan dan serapan hara mikro
serta hasil beberapa varietas kedelai pada tanah gambut yang diameliorasi abu
janjang kelapa sawit . Skripsi.
Universitas Andalas.
Sasli, I. 2011. Karakterisasi gambut dengan berbagai
bahan amelioran dan pengaruhnya terhadap sifat fisik dan kimia tanah guna
mendukung produktivitas lahan gambut. Jurnal
Agrovigor, 4 (1): 42-50.
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian.
Kanisius. Yogyakarta. 276 hal
Soepardi, G.
1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan
Ilmu Tanah. Institut Pertanian Bogor. 65 hal.
Sumarno dan Harnoto. 1983, kedelai dan
cara bercocok tanamnya. Buletin
Teknologi Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. 6: 1-63.
Suprapto. 1995. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta. 74 hal.
PALM BUNCH ASH pupuk abu Pupuk Abu Janjangan Sawit sebagai pengganti KCL dengan unsur hara k2o 30% sangat bagus untuk pertumbuhan sawit dan memperbaiki struktur tanah
BalasHapusinfo lebih lanjut
hub 085270424984(WA)