I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Hutan mangrove merupakan suatu
ekosistem yang unik dan khas yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman yang
dapat tumbuh pada daerah yang tergenang, dengan kadar garam yang tinggi dan
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Karakteristik habitat
yang menonjol di kawasan
hutan mangrove diantaranya adalah jenis tanah berlumpur, berlempung atau
berpasir, lahan tergenang air laut secara periodik, menerima pasokan air tawar
yang cukup dari darat, airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan
salinitas sekitar 38 ppt.
Jaring Halus merupakan salah satu desa
terisolir yang ada di Kabupaten Langkat. Secara geografis desa ini merupakan
suatu pulau kecil yang terletak di pesisir pantai Timur Sumatera Utara,
berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan kawasan hutan negara Suaka Alam
Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut. Akses langsung menuju desa ini
hanya dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan air (perahu 20 PK) menyusuri
sungai Pematang Buluh selama kurang lebih 1,5 jam.
Desa Jaring Halus secara administrasi termasuk
dalam Kecamatan Secanggang, terletak diantara 98° 31’ 55“ - 98° 32’ 15" BT dan 3° 55’ 45" - 3° 59’15"
LU dengan luas wilayah 1125 Ha.Perairan laut Desa Jaring Halus berwarna
kecoklatan dengan dasar perairan yang berpasir hitam dan berlumpur. Pada pesisir pantai
banyak terdapat ekosistem mangrove dimana struktur tanahnya rawa, gambut dan
tanah basah.
1.2.
Perumusan Masalah
Desa
Jaring Halus merupakan daerah pesisir
karena berhadapan langsung dengan Selat Malaka. Ekosistem mangrove di Desa
Jaring Halus ini mengalami kerusakan dikarenakan pembukaan lahan untuk pemukiman penduduk dan
pengambilan kayu mangrove yang dijadikan kayu bakar dan pembuatan keramba.
Tidak adanya penanaman kembali yang dilakukan masyarakat membuat kerusakan
ekosistem mangrove semakin parah.Eksploitasi mangrove ini juga berdampak
terhadap abrasi pantai yang terjadi di Desa Jaring Halus (Rahman, 2010).
Saat ini tingkat kerusakan ekosistem
mangrove sangat tinggi.Seluas 85.336 Hektar pohon mangrove di
pantai timur Sumatera Utara rusak parah dan mengalami kepunahan, 40% berada di
Kabupaten Langkat. Purwoko
(2005) melaporkan bahwa kerusakan mangrove di pantai Kecamatan Secanggang,
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara berdampak pada penurunan volume dan keragaman
jenis ikan yang ditangkap, dimana 56,32% jenis ikan menjadi langka atau sulit
ditemukan dan 35,36% jenis ikan menjadi hilang/tidak pernah lagi tertangkap,
disertai penurunan pendapatan sebesar 33,89% dimana kelompok yang paling besar
terkena dampak adalah nelayan dan sekitar 85,4% kesulitan dalam berusaha dan
mendapatkan pekerjaan dibandingkan sebelum kerusakan mangrove.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu diadakan
penelitian tentang tingkat kerusakan hutan mangrove di Desa Jaring Halus dengan
melihat bagaimana struktur komunitas (kerapatan, frekuensi, dominasi, basal
area dan nilai penting) indeks dominasi dan indeks keragaman
mangrove.
1.3.
Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kondisi hutan mangrove di Desa Jaring Halus serta melihat nilai Kerapatan, Kerapatan Relatif,
Dominasi, Dominasi Relatif, Frekuensi, Frekuensi Relatif, Basal Area dan juga
Nilai Penting yang diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan
untuk kegiatan rehabilitasi mangrove, pengelolaan mangrove dan memperkaya data serta pengetahuan tentang hutan mangrove
di Jaring Halus.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Defenisi Hutan Mangrove
Beberapa ahli
mendefinisikan istilah “mangrove” secara berbeda-beda, namun pada dasarnya
merujuk pada hal yang sama. Tomlinson dan Wightman dalam Noor et al.
(1999) mendefinisikan mangrove sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang
surut maupun sebagai komunitas. Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi
tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang
terlindung (Saenger, et al, 1983).
Hutan mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi
pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantai hutannya
selalu tergenang air. Menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi
hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut.Nybakken (1992) menyatakan bahwa hutan mangrove adalah sebutan
umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa
spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh
dalam perairan asin.
Hutan mangrove berbeda
dengan hutan pantai dan hutan rawa.Hutan pantai yaitu hutan yang tumbuh
disepanjang pantai, tanahnya kering, tidak pernah mengalami genangan air laut
ataupun air tawar. Ekosistem hutan pantai dapat terdapat disepanjang
pantai yang curam di atas garis pasang air laut. Kawasan ekosistem hutan pantai
ini tanahnya berpasir dan terkadang berbatu-batu.Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh
dalam kawasan yang selalu tergenang air tawar.Oleh karena itu, hutan rawa
terdapat di daerah yang landai, biasanya terletak di belakang hutan payau.
2.2.
Manfaat Hutan Mangrove
Irwanto (2008) menyampaikan bahwa beberapa manfaat hutan
mangrove dapat dikelompokan sebagai berikut : a) Manfaat Fisik : 1) menjaga
kestabilan garis pantai, 2) melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan
abrasi, 3) menahan badai atau angin kencang dari laut, 4) menahan hasil proses
penimbunan lumpur sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru, 5) menjadi
wilayah penyangga dan menyaring air laut, 6) mengolah limbah beracun, penghasil
O2 dan penyerap CO2. b)
Manfaat Biologik : 1) menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan
penting bagi plankton, sehingga penting bagi kelanjutan rantai makanan, 2)
tempat memijah dan berkembang biak ikan-ikan, kerang, kepiting dan udang, 3)
tempat berlindung, bersarang dan berkembang biak burung dan satwa lainnya, 4)
sumber plasma nutfah dan sumber genetik, 5) merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota. c)
Manfaat Ekonomi : 1) penghasil kayu bakar, arang dan bahan bangunan, 2)
penghasil bahan baku industri, pulp,
tekstil, kertas, makanan, kosmetik, obat-obatan dan lainnya, 3) penghasil bibit
ikan, kepiting, kerang, bandeng melalui pola tambak silvofishery, 4) tempat
wisata, penelitian dan pendidikan.
2.3.
Struktur Komunitas Hutan Mangrove
Noor et al. (1999)
menyatakan bahwa mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona, yaitu : a) mangrove
terbuka, berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Biasanya zona ini didominasi jenis Avicennia sp, Sonneratia sp. Dimana areal pantainya selalu tergenang oleh air dengan substrat pasir berlumpur yang kaya akan bahan organik. b) mangrove tengah, yaitu mangrove
yang zonanya terletak dibelakang mangrove zona terbuka. Vegetasi mangrove yang
mendominasi daerah ini biasanya dari jenis Rhizhopora
sp dan Brugeria sp. c) mangrove
payau, yaitu mangrove yang berada disepanjang sungai berair payau hingga hampir air tawar.Zona ini biasanya
didominasi oleh komunitas Nypa sp dan
Sonneratia sp. d) mangrove daratan
yaitu mangrove yang berada di zona perairan payau atau hampir tawar dibelakang
jalur hijau mangrove yang sebenarnya.Jenis-jenis yang umum ditemukan pada zona
ini termasuk Fucus microcarpus
(F.retusa), Intsia bijuga, N. fructicans, Lumnitzera racemosa, Pandanus sp dan
Xylocarpus moilucensis.Zona ini memiliki kekayaan jenis yang lebih tinggi
dibandingkan zona lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar