I.
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Kedelai
(Glycine max (L) Merill) merupakan salah satu tanaman pangan penting bagi
penduduk indonesia sebagai sumber protein nabati, bahan baku industri pakan
ternak, dan bahan baku industri pangan seperti, susu kedelai, tahu, kembang
tahu, kecap, oncom, tauco, dan tempe. Produksi tertinggi kedelai di Indonesia terjadi pada tahun 1992 yaitu sebanyak 1,87 juta ton.
Namun setelah itu, produksi terus mengalami penurunan hingga hanya 0,672 juta
ton pada tahun 2003. Artinya, dalam 11 tahun produksi kedelai merosot mencapai
64 persen. Sebaliknya, konsumsi kedelai cenderung meningkat sehingga impor
kedelai juga mengalami peningkatan mencapai 1,307 juta ton pada tahun 2004
(hampir dua kali produksi nasional). Impor ini berdampak menghabiskan devisa
Negara sekitar Rp.3 triliun per tahun. Selain itu, impor bungkil kedelai telah
mencapai 1,3 juta ton per tahun yang menghabiskan devisa negara sekitar Rp. 2
triliun per tahun (Atman, 2006).
Perkembangan produksi tanaman kedelai di
provinsi riau belum dapat mengimbangi kebutuhan. Produktivitas yang dicapai
dewasa ini, dalam program intensifikasi pada berbagai jenis lahan, masih
dibawah rata-rata potensi hasil varietas unggul yang telah dilepas yaitu
,<1.0 t/ha. Rendahnya produktifitas tersebut antara lain disebabkan oleh
masih rendahnya penerapan teknologi
budidaya, mulai dari penggunaan varietas, pemupukan deptan, 1990;
puslitbangtan 1997; Sumarno, 1990 cit Suhaya1989).
Sehingga kedelai mempunyai prospek untuk dikembangkan
di Riau. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya permintaan kedelai dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2005 permintaan kedelai sebesar 38.666,58 ton dan pada
tahun 2006 sebesar 42.435 ton, sementara produksi kedelai di Riau pada tahun
2005 sebesar 2.923 ton dan pada tahun 2006 sebesar 4.205 ton (Badan Pusat
Statistik, 2010).
Salah
satu upaya untuk meningkatkan hasil tanaman kedelai adalah dengan cara
ekstensifikasi khusus nya pada lahan gambut. Menurut Badan Pusat Statistik Riau (2006), luas lahan tanah gambut di Indonesia pada
tahun 2006 mencapai 6,29 juta hektar,
sedangkan di Provinsi Riau sendiri mencapai 4,044 juta hektar. Selain
ekstensifikasi pemupukan juga perlu dilakukan dalam upaya peningkatan hasil
kedelai. Pemupukan merupakan tindakan memberikan
bahan-bahan organik maupun anorganik yang diberikan pada tanah untuk
memperbaiki keadaan fisik tanah tersebut (susetyo, 2009). Harga pupuk
yang semakin mahal membuat biaya produksi semakin meningkat, untuk mengurangi
biaya produksi serta menigkatkan kualitas lahan dan hasil tanaman salah satu
kemungkinan adalah dengan pemberian Bakteri Rhizobium.
Sutanto (2002) cit Nini R (2005) Bakteri rhizobium
adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia
hara bagi tanaman bila bersimbiosis dengan tanaman legum. Rhizobium mampu
mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum, sehingga mampu mengurang
penggunaan pupuk N. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul : “ PEMBERIAN RHIZOBIUM DAN DAN DOSIS PUPUK UREA TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) VARIETAS WILIS PADA
LAHAN GAMBUT “.
1.2.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan
dosis pupuk Urea yang tepat untuk tanaman kedelai pada media gambut
2. MenentukanRhizobium
yang efektif untuk tanaman kedelai pada media gambut
3. Menentukan
interaksi antara pupuk Urea dan Rhizobium pada tanaman kedelai di media gambut
1.3.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian
ini adalah: Bagi Peneliti dan Mahasiswa
1) Menambah
khazanah keilmuan peneliti
2) Menjadi
referensi dalam melakukan penelitian yang terkait dengan ini
3) Memberikan
informasi lebih terhadap kemampuan mikroorganisme dan pupuk anorganik dalam
meningkatkan hasil pertanian
4) Pemanfaatan
tanah gambut untuk penelitian lanjutan
Bagi masyarakat
1) Memberikan
informasi lebih dalam tentang pemanfaatan mikroorganisme dan pupuk organik
dalam pertanian modern.
2)
Memberikan pemahaman bahwa tanah gambut bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk
tanah pertanian.
1.4
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1.
Pemupukan Urea pada media gambut dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan
hasil tanaman kedelai
2.
Pemberian Rhizobium akan membentukan bintil akar efektif yang akan mendukung
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai
3.
Terdapat interaksi antara pemupukan nitrogen dan pemberian Rhizobium terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.Botanai Tanaman Kedelai
Menurut Fachrudin(2000) di dalam
sitemmatika tumbuhan, tanaman kedelai
diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta,
Subdivisio: Angiospermae, Klas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosae,
Genus: Glycine dan Spesies: Glycine Max ( L.) Merril. Selanjutnya Yuniarsih (1996) kedelai
dikenal dengan beberapa naman lokal, diantaranya adalah kedele, kacang jepung,
kacang bulu, gadela, dan demokam. Di Jepang dikenal adanya kedelai rebus
Edamame atau kedelai manis, dan kedelai hitam Koramame, sedangkan nama umum di
dunia disebut Soybean.
Kedelai
merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak, dan berdaun
lebat. Tinggi tanaman berkisar antara 30 cm – 100cm. Batangnya beruas-ruas
dengan 3 – 6 cabang. Kedelai memiliki akar tunggang. Akar ini mampu membentuk
bintil – bintil akar yang merupakan koloni dari bakteri Rhizobium japonicum.
Bakteri tersebut bersimbiosis dengan akar tanaman kedelai untuk mengikat
nitrogen dari udara (Fachrudin, 2000).
Pertumbuhan
batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate.
Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini berdasarkan atas keberadaan bunga pada
pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate
ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai
berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate
dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman
sudah mulai berbunga (Adisarwanto, 2005).
Fachrudin(2000) Daun kedelai berbentuk
oval. Daun pertama yang keluar dari buku sebelah atas kotiledon berupa daun
tunggal yang letaknya berseberangan. Pada setiap tangkai daun terdapat 3 helai
daun (trifoliolatus). Daun berfungsi sebagai alat untuk proses asimilasi,
respirasi, dan transpirasi (Yuniarsih, 1996)
Yuniarsih (1996)
tanaman kedelai memiliki bunga sempurna, yaitu pada tiap kuntum bunga terdapat
alat kelamin betina (putik) dan kelamin jantan (benang sari). Umur keluarnya
bunga tergantung pada varietas kedelai, pengaruh suhu, dan penyinaran matahari.
Tanaman kedelai menghendaki penyinaran pendek + 12 jam per hari. Bunga
berwarna ungu atau putih. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk umur 30-50
hari setelah tanam (Fachrudin 2000).
Menurut Suprapto
(2001) cit Sofia (2007) biji kedelai
berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak di antara keping
biji. Warna kulit biji bermacam-macam, ada yang kuning, hitam, hijau serta
coklat. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, ada yang bundar atau
bulat agak pipih. Besar biji bervariasi, tergantung varietasnya. Ukuran biji
diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu biji kecil (6g – 30g/100 biji), sedang
(11g – 12g/100 biji) dan besar (13g atau lebih/100biji) (Fachrudin
2000).
2.2. Syarat Tumbuh
Syarat tumbuh bagi tanaman meliputi
kedalaman iklim dan keadaan tanah.(Pitojo, 2003 cit Rohmah, 2008) menyatakan bahwa kedelai dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik di daerah tropis, pada kisaran suhu antara 20oC-35oC.
Tanaman ini juga tumbuh dengan baik di daerah yang memiliki ketinggian tempat
0-900 m dpl.dan juga memerlukan intensitas cahaya penuh yaitu di daerah yang
terkena sinar matahari selama 12 jam.
Kedelai memerlukan tanah yang memiliki
airasi, drainase, dan kemampuan menahan air cukup baik, dan tanah yang cukup
lembab. Jenis tanah yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman kedelai misalnya:
tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. (Pitojo, 2005 cit Risnawati, 2010).
Prihatman (2000) cit Risnawati, (2010) menambahkan, bahwa toleransi keasaman tanah sebagai
syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 kedelai juga dapat
tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terhambat karena keracunan
aluminium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi
amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik.
2.3.
Rhizobium
Rhizobium
adalah salah satu kelompok bakteri yang berkemampuan
sebagai penyedia hara bagi tanaman kedelai. Apabila bersimbiosis dengan tanaman
legum, kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil
akar yang dapat memfiksasi nitrogen dari atmosfer. Peranan Rhizobium terhadap
pertumbuhan tanaman khusunya berkaitan dengan ketersediaan nitrogen bagi
tanaman inangnya (Rahmawati, 2005 cit Hidayat
2010).
Sprent
dan Minchin, (1985) cit Risnawati
(2010)Rhizobium yang menginfeksi tanaman kedelai adalah Rhizobium japonicum.
Rhizobium ini termasuk :
Divisi
: Protophyta
Kelas
: Scizomycetes
Ordo
: Eubracialis
Famili
: Rhizobiaceae
Genus
: Rhizobium
Spesies
: Rhizobium japonicum
Setiap
strain Rhizobium memiliki kemampuan yang berbeda dalam bersimbiosis
dengan tanaman inangnya. Strain Rhizobium yang mampu membentuk bintil
akar dan menambat nitogen disebut strain efektif, sedangkan yang mampu
menginfeksi dan membentuk bintil disebut inefektif. Bintil akar efektif umumnya
berukuran besar dan berwarna merah muda karena mengandung leghemoglobin (gugus
heme menempel ke protein globin yang tanwarna dalam jaringan bakteroid).
Sedangkan bintil akar yang tidak efektif umumnya berukuran kecil dan mengandung
jaringan bakteroid yang tidak dapat berkembang dengan baik karena keabnormalan
strukturnya dan rendahnya kemampuan dalam memfiksasi nitrogen (Rao, 1994 cit Hidayat, 2010).
Kehidupan bakteri rhizoium tergantung
pada kondisi lingkungan tanah terutama suhu, pH, unsur kimia tanah tertentu.
Derajat kemasaman tanah atau pH tanah akan menentukan keberhasilan dan laju
infeksi Rhizobium pada akar tanaman. Menurut Setijono (1996) cit Risnawati (2010) pH optimum bagi
bakteri Rhizobium adalah sekitar 5,5-7,0. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pada pH < 5,5 dan > 7,0 Rhizobium tidak dapat berkembang atau
berkembang dengan lambat sehingga kegiatan infeksi akan terhenti.
Pertumbuhan baktrei Rhizobium juga
dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara pada lingkungan perakaran dan tentunya
akan berpengaruh pada fiksasi N2. Beberapa unsur hara yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan Rhizobium dan fiksasi N2 adalah unsur Mo (molybdenum), Fe
(besi), S (belerang), P (fosfor) dan Ca (kalsium), Al (alumunium) dan Mn
(mangan). Kelebihan atau kekuranganunsur hara akan berdambak buruk terhadap
pertumbuhan Rhizobium dan fiksasi N2. (Soedado, 2003 cit Risnawati, 2010).
2.3.1.
Inokulasi
Rhizobium
Inokulasi
adalah penambahan atau suatu usaha pemberian bakteri yang dapat meningkatkan N
dari udara dan bersimbiosis dengan tanaman kacang – kacangan. Bakter ini
biasanya disebut bakteri bintil akar, karena hidup pada akar tanaman dan
membentuk bintil akar. Bateri tersebut mengubah N2 menjadi amoniak
(Sutarto, dkk 1986 cit Ashiyami, 2007).
Tortora (2001) dan Campbell (2003) cit Risnawati (2010). Pembentukan bintil
akar (nodulasi) meliputi beberapa langkah berurutan yaitu sebagai berikut:
1. Rekognisi: suatu komunikasi kimiawi
antara akar leguminosa dan Rhizobium yang akhirnya membentuk suatu
benang infeksi melalui invaginasi kearah dalam membran plasma.
2. Invasi: masuknya bakteri Rhizobium
menembus korteks akar didalam benang infeksi. Sel korteks akar dan
perisikel terbelah, dan kantung yang mengandung bakteri Rhizobium memisah
ke sel kortikal dari benang infeksi yang bercabang.
3. Pertumbuhan sel pada bagian korteks
dan perisikel yang terpengaruh. Kedua masa sel-sel yang tumbuh dan membelah
tersebut akhirnya membentuk bintil.
4. Berkembangnya jaringan pembuluh yang
menghubungkan bintil dengan xilem dan floem stele. Jaringan pembuluh ini
menyediakan zat-zat makanan dari
bintil
ke dalam stele untuk distribusi hingga kebagian tanaman yang lain.
Hasil penelitian
Rahayu (2004) cit Adijaya (2004)
menunjukkan bahwa dengan pemberian rhizoplus pada tanaman kedelai varietas
Willis dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti jumlah cabang per
tanaman, jumlah polong isi per tanaman dan hasil per ha.
Sementara
itu Adijaya (2004) aplikasi legin
(Rhizobium) pada uji beberapa varietas kedelai memberikan peningkatan
pertumbuhan dan hasil. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan jumlah
polong total per tanaman, jumlah polong isi per tanaman, berat biji per
tanaman, berat 100 biji yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi. Komponen lain yang dapat dilihat dari hasil
penelitian yaitu menurunnya jumlah polong hampa per tanaman. Produksi kedelai
meningkat dari 1,07 ton/ha menjadi 1,67 ton/ha dengan pemberian legin atau
meningkat 56,07%. Pemberian legin meningkatkan jumlah bintil akar (nodule)
tanaman kedelai menyebabkan akan semakin meningkatnya simbiose bakteri
Rhizobium di dalam menambat N bebas dari udara.
Hal ini akan menyebabkan ketersediaan N bagi tanaman meningkat yang
berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan tanaman kedelai. Suharjo (2001)
apabila tidak ada sumber inokulan dari pabrik, tanah bekas tanaman kedelai yang
telah di inokulasi R. Japonicum satu
musim yang lalu dapat digunakan sebagai sumber inokulan.
2.4.
Pupuk Urea
Nitrogen merupakan unsur utama makanan bagi tanaman.
Nitrogen di dalam tanaman merupakan unsur sangat penting untuk pembentukan
protein dan berbagai persenyawaan organik (Rinsema cit., Wersa, 1994).
Ashari (2006) cit Risnawati (2010) menjelaskan bentuk pupuk nitrogen ada dua
macam yaitu pupuk organik (alam) diantaranya pupuk kandang dan kompos,
sedangkan pupuk anorganik (mineral) seperti Amonium fosfat, Amonium nitrat,
Amonium sulfat, kalsium nitrat, sodium nitrat dan urea. Selanjutnya Soegiman
(1982) cit Risnawati (2010)
menambahkan, urea merupakan salah satu bentuk N sintetis yang mempunyai sifat
larut dalam air dan cepat menguap. Secara ekonomis pemakaian urea sebagai
sumber N lebih menguntungkan karena kadar N nya cukup tinggi (46 %).
Setyamidjaja cit., Wersa (1994), menyatakan peranan N yaitu merangsang
pertumbuhan vegetatif dengan menambah tinggi tanaman dan merangsang tumbuhnya
anakan, membuat tanaman lebih hijau karena banyak mengandung butiran-butiran
hijau daun yang penting dalam fotosintesis, merupakan bahan penyusun klorofil
daun, protein, dan lemak. Tetapi bila diberikan terlalu banyak ke dalam tanah
dapat menghambat pembungaan dan pembuahan.
Hasil percobaan di Garut yang dilakukan
oleh Sunarlim (1989) menunjukkan bahwa pemupukan N meningkatkan semua tolok
ukur pertumbuhan tanaman kedelai, kecuali jumlah dan bobot bintil akar.
Selanjutnya Supriono, (2010) Penggunaan pupuk nitrogen dosis rendah (100kg/Ha)
ternyata mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, hasil
biji per tanaman, berat tanaman segar dan hasil biji per petak.
2.5.
Tanah Gambut
Tanah
gambut merupakan akumulasi sisa-sisa tanaman yang mengalami humifikasi lebih
besar dari mineralisasi pada kadar air yang berlebihan dan membentuk
endapan-endapan yang mengandung bahan organik dalam persentase yang sangat
tinggi. Lahan gambut mempunyai kandungan bahan organik lebih besar dari 20 %
atau mempunyai ketebalan bahan organik lebih besar dari 50 cm (Darmawi, 1999 cit. Fauzi, 2010). Lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan disarankan pada
gambut dangkal (< 100 cm). Dasar pertimbangannya adalah gambut dangkal
memiliki tingkat kesuburan relatif lebih tinggi dan memiliki resiko lingkungan
lebih rendah dibandingkan gambut dalam. Lahan gambut dengan kedalaman 1,4-2,0 m
tergolong sesuai untuk ditanami berbagai jenis tanaman pangan (Agus &
Subiksa, 2008).
Kendala yang umumnya ada pada tanah
gambut adalah tingkat kesuburan yang rendah, pH tanah, kejenuhan basa yang
sangat rendah, dan kapasitas tukar kation
(KTK) tinggi. Kondisi ini tidak menunjang penyediaan hara yang hara yang
memadai bagi kebutuhan tanaman terutama basa K, Ca, dan Mg (Halim et. al cit Ichiriani 2008). Sumarno
(1991) cit Ichiriani (2008)
menambahkan agar pertumbuhan kedelai optimal tanah perlu mengandung cukup unsur
hara, berstruktur gembur, bebas gulma dan mengandung cukup air. Tingkat
kemasaman tanah (pH) 6,0 – 6,8 kondisi optimal bagi pertumbuhan kedelai dan
bakteri Rhizobium pada bintil akar.
Adanya
kendala pada tanah gambut untuk mendukung pengembangan budidaya keelai maka
diperlukan masukan hara (pupuk) pada tanah. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi
kendala dalam pemanfaatan lahan gambut adalah dengan pemberian kapur pertanian.
Pengapuran pada lahan gambut membantu akumulasi nitrogen, meningkatkan
kejenuhan basa, pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Perbaikan drainase dan
aplikasi kapur dalam bentuk dolomit untuk meningkatkan pH tanah, akan
mempercepat proses mineralisasi dan ketersediaan hara pada tanah gambut
tersebut (Hidayat, 2001 cit.
Simanjuntak, 2007).
III.
BAHAN DAN METODE
3.1.
Waktu dan
Tempat Penelitian
Penelitian ini
akan dimulai pada bulan Desember 2011 sampai Maret 2012 di lahan percobaan
Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau, Jalan H. R. Soebrantas No. 115 Km 18 Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan
Tampan, Pekanbaru.
3.2.
Bahan dan Alat
Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas unggul nasional
yaitu varietas wilis (Deskripsi varietas dapat dilihat pada Lampiran 1).
Plastik hitam, pupuk Urea, TSP dan KCL, kapur dolomit, pestisida dan tanah
gambut dari lahan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau. Alat yang digunakan adalah polybag ukuran 10 kg (50 cm x 40 cm), Soil Tester, cangkul, gembor, meteran, timbangan, tali, ajir serta
alat-alat tulis.
3.3.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Faktor I adalah pemberian
Rhizobium, R0= tanpa Rhizobium R1= dengan Rhizobium. Faktor II adalah dosis
pupuk NPK yang terdiri dari 4 taraf yaitu: P0= 0 kg/ha, P1= 50 kg/ha, P2= 100
kg/ha, P3= 150 kg/ha.
Adapun 8 kombinasi perlakuan dapat dilihat pada tabel.
Kombinasi perlakuan tersebut dilakukan 3 kali pengulangan dan penempatan di
acak dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial.
Tabel.
Kombinasi Perlakuan
Perlakuan P0 P1 P2 P3
R0 R0P0 R0P1 R0P2 R0P3
R1 R1P0 R1P1 R1P2 R1P3
3.4.
Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Persiapan Lahan
Lahan merupakan
tempat atau area yang akan digunakan sebagai tempat penelitian. Sebelum
digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari rumput-rumputan, semak dan sisa-sisa
kayu serta dilakukan perataan lahan agar topografi menjadi datar. Persiapan
lahan dilakukan 2 minggu sebelum tanam.
3.4.2.
Persiapan Media
Kegiatan awal
yang dilakukan dalam persiapan media tanam adalah pengukuran pH tanah dengan
menggunakan Soil Tester untuk
mengetahui pH tanah dan memudahkan dalam penetuan dosis kapur yang akan
diberikan. Pengapuran menggunakan dolomit dan pemupukan dasar menggunakan pupuk
kandang ayam dan Pengapuran dilakukan 1 minggu sebelum tanam, dilanjutkan
dengan pengisian 10 kg tanah kedalam polybag
ukuran 50 cm x 40 cm. Polybag
dipindahkan ke lahan yang telah disiapkan dan disusun berdasarkan pengacakan
pada Lampiran 4. Sedangkan pemberian pupuk dasar dilakukan 1 hari sebelum tanam
dengan cara disebar dan dicampur dengan tanah. Tujuan dari pengapuran adalah
untuk menetralkan pH tanah dan pemupukan dasar untuk menambah unsur hara pada
tanah sehingga dapat memacu pertumbuhan kedelai.
3.4.3.
Pemberian Label
Label yang telah
disiapkan dipasang pada polybag
sesuai dengan perlakuan. Pemberian label dilakukan untuk mempermudah pengamatan
selama pelaksanaan penelitian. Pemberian label dilakukan 1 hari sebelum
pemberian perlakuan.
3.4.4. Penanaman
Sebelum penanaman dilakukan, benih diseleksi terlebih dahulu yaitu
dengan memilih ukuran biji yang relatif sama kemudian benih tersebut dibashi
dengan air lalu dicampur dengan bubuk Rhizobium setelah itu benih tersebut
dikering anginkan di tempat teduh. Selanjutnya benih tersebut ditanam pada polybag yang telah disiapkan dengan
lubang tanam sedalam 2-3 cm sebanyak 3-5 benih per lubang tanam. Setelah itu
lubang tanam ditutup dan diratakan kembali. Setelah ± 7 hari, dilakukan
penjarangan dengan menyisakan 2 tanaman per polybag
atau penyulaman bila benih tumbuh kurang dari 2 tanaman.
3.4.5. Pemeliharaan
a.
Penyiraman
Penyiraman
dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari atau sesuai dengan
kebutuhan tanaman menggunakan gembor. Penyiraman dilakukan sampai menjelang
panen.
b.
Penyiangan
Penyiangan
dilakukan setiap ada gulma yang tumbuh di sekitar tanaman atau area penelitian
untuk menghindari persaingan dan tempat inang bagi hama penyakit. Penyiangan
dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di dalam polybag. Sedangkan gulma yang tumbuh diluar polybag, yaitu disekitar area penelitian dilakukan dengan
mencabutnya atau dengan menggaru menggunakan cangkul.
c.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan dengan
penyemprotan insektisida atau pestisida sesuai dengan jenis hama yang
menyerang. Penyemprotan disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
3.4.6.
Panen
Pemanenan
dilakukan setelah kedelai memasuki fase masak fisiologis yang ditandai dengan
sebagian besar daun kedelai mulai kering dan luruh, polong telah terisi penuh,
kulit polong berwarna kuning kecoklatan. Umur panen tanaman kedelai tidak semua
sama tetapi disesuaikan dengan umur varietas. Pemanenan dilakukan dengan cara
memotong batang tanaman kedelai.
3.5.
Pengamatan
Pengamatan tanaman kedelai dilakukan
terhadap beberapa variable yaitu:
1.
Tinggi Tanaman (cm)
Pengamatan
dilakukan dari permukaan tanah
sampai titik tumbuh . Pengamatan
dilakukan setiap 2 minggu sekali.
2.
Umur Berbunga (hari)
Pengamatan
umur berbunga dilakukan dengan cara menghitung hari keberapa tanaman mulai
mengeluarkan bunga dengan sempurna.
3.
Umur Panen (hari)
Umur panen dihitung pada saat tanaman telah menunjukkan kriteria panen.
4.
Jumlah Polong per
Tanaman (buah)
Jumlah
polong dihitung dengan cara menghitung seluruh polong pada tanaman yang telah
dipanen.
5.
Jumlah Biji per Polong
Jumlah biji per polong dihitung dengan menghitung jumlah
biji pada semua tanaman kemudian membagi seluruh jumlah biji dan jumlah polong.
6.
Bobot 100 Biji ( g )
Bobot 100 biji dihitung setelah biji dikeringkan dibawah
sinar matahari selama 3 hari sampai beratnya konstan.
7.
Bobot Biji Kering
(g/tanaman)
Bobot
biji kering dapat ditimbang setelah mendapat
kadar air yang konstan yaitu setelah biji dikeringkan selama 3 hari
dibawah sinar matahari sampai beratnya konstan.
8.
Berat Kering Tanaman
Bobot
tanaman dapat ditimbang setelah mendapat kadar air yang konstan yaitu setelah
akar dikeringkan dengan oven.
9.
Berat Kering Akar
Bobot
akar dapat ditimbang setelah mendapat kadar air yang konstan yaitu setelah akar
dikeringkan dengan oven.
10.
Jumlah bintil akar
Pengamatan bintil akar
dilakukan cara melepaskan tanaman dari polibag, lalu disemprot dengan air
secara hati – hati agar bintil tersebut tidak lepas dari akar tanaman. Setelah
itu bintil akar diambil dengan menggunakan pingset dan diletakkan pada cawan
petri masing – masing perlakuan dan diamati secara visual. Untuk mengetahui
binti akar yang efektif dilakukan dengan membelah bintil akar menggunakan silet
dan mengamati apakah cairan bewarna merah muda atau putih yang terdapat pada
bintil akar.
DAFTAR
PUSTAKA
Adijaya,
I Nyoman, dkk. 2004. Aplikasi Pemberian Legin (Rhizobium) Pada Uji Beberapa Varietas Kedelai Di Lahan Kering. Jurnal ilmiah. Balai Pengkajian
Teknologi. Bali
Adisarwanto, T. 2005. Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. 75
hal.
Agus, F.
dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi Untuk Pertanian dan Aspek
Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF).
Bogor. 36 hal.
Ashiyami,
Nur R. 2007. Pengaruh Molibdenum Terhadap Infektifitas Dan Efektifitas Isolat
Rhizobium Toleran Masam Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Di Tanah Ultisol
Lampung. Universitas Islam Negeri Malang: 83 Hal
Atman. 2009. Strategi Peningkatan
Produksi Kedelai di Indonesia. Jurnal
Ilmiah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Sumatera Barat. Hal.
39-45.
Badan Pusat Statistik. 2006. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Riau. Riau
Dalam Angka. BPS. Pekanbaru. 518 hal.
__________________. 2010. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Riau. Riau
Dalam Angka. BPS. Pekanbaru. 566 hal.
Fachruddin , L. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Kanisus. Yogyakarta. 118 hal
Fauzi. 2010. Uji Beberapa Jenis Microorganisme
Selulolitik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L.) di Lahan Gambut. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Riau. Pekanbaru. 35 Hal.
Hidayat, Mukhlis. 2010. Efektifitas Pemupukan
Nitrogen Dan Multi Isolat Rhizobium
ILeTRYsoy 4 Dalam Berbagai Formula Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai
Di Tanah Masam Ultisol. Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang: 79 Hal
Ichriani, Gusti I, dkk. 2008. Perkembangan Bintil
Akar Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine
max L. Merril) Varietas Wilis Ditanah Gambut Akibat Pemberian Pupuk Organik
Padat. Jurnal Ilmiah. UNPAR. 22 (2): 69-75
Nini, R. 2005. Pemanfaatan Biofertilizer Pada
Pertanian Organik. Jurnal Pertanian. Balai
Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi). Malang.
Rohmah,
Nailatur. 2008. Studi Infektivitas Dan
Efektivitas Multi Isolat Rhizobium Toleran Masam Pada Tanaman Kedelai (Glycine
max L.Merril). (UIN)
Malang: 86 Hal
Risnawati.
2010. Pengaruh Pemberian Pupuk Urea Dan Beberapa Formula
Pupuk Hayati Rhizobium Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai (Glycine max (l.) Merril) Di Tanah Masam Ultisol. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim. Malang: 155 Hal
Sofia, Diana. 2007. Respon
Tanaman Kedelai (Glycine max (L)
Merril) pada Tanah Masam. Karya Tulis. Universitas
Sumatera Utara. Medan. 21 hal.
Simanjuntak, N.B.L. 2007. Respon Tanaman kedelai (Glycine max (L) Merril) Terhadap Perbedaan Dosis Berbagai Jenis Kapur di Tanah
Gambut. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Riau. Pekanbaru. 41 Hal.
Suharjo, Usman KJ. 2001. Efektifitas Nodulasi Rhizobium japonicum Pada Kedelai Yang Tumbuh
Di Tanah Sisa Inokulasi Dan Tanah Dengan Inokulasi Tambahan.Jurnal Ilmu Pertanian. Universitas
Bengkulu. 3 (1): 31-35
Sunarlim, Novianti dan Wawan Gunawan. 1998. Pengaruh
Pemupukan N Dan Komponen Hasil Kedelai Di Lahan Kering Kabupaten Garut. Penelitian
Pertanian. 9 (3): 127-131
Supriono. 2000. Pengaruh Dosis Urea Tablet Dan Jarak
Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai Kultivar Sindoro. Jurnal Agrosains. Universitas Sebelas
Maret Surakarta. 2 (2): 64-69
Susetyo, f.d. 2009. Respon Pertumbuhan Jahe dan Produksi Jahe Sistem Keranjang Terhadap
Jumlah Bibit dan Pemberian Pupuk Majemuk NPK. Skripsi. Universitas Sumatra
Utara. Medan 77 hal.
W.,
Wersa. 1994. Pengaruh Takaran dan Cara Penempatan Pupuk NPK Terhadap
Pertumbuhan, Komponen Hasil dan Hasil Kedelai (Glycine max (L)
Merril). Skripsi. Universitas Borobudur. Jakarta. 55 hal.
Yuniarsih,
Y. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen.
Kanisus. Yogyakarta. 68 hal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar