Social Icons

Kamis, 19 Desember 2013

PEMBERIAN RHIZOBIUM DAN DAN DOSIS PUPUK UREA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) VARIETAS WILIS PADA LAHAN GAMBUT

I.                   PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L) Merill) merupakan salah satu tanaman pangan penting bagi penduduk indonesia sebagai sumber protein nabati, bahan baku industri pakan ternak, dan bahan baku industri pangan seperti, susu kedelai, tahu, kembang tahu, kecap, oncom, tauco, dan tempe. Produksi tertinggi kedelai di Indonesia terjadi pada tahun 1992 yaitu sebanyak 1,87 juta ton. Namun setelah itu, produksi terus mengalami penurunan hingga hanya 0,672 juta ton pada tahun 2003. Artinya, dalam 11 tahun produksi kedelai merosot mencapai 64 persen. Sebaliknya, konsumsi kedelai cenderung meningkat sehingga impor kedelai juga mengalami peningkatan mencapai 1,307 juta ton pada tahun 2004 (hampir dua kali produksi nasional). Impor ini berdampak menghabiskan devisa Negara sekitar Rp.3 triliun per tahun. Selain itu, impor bungkil kedelai telah mencapai 1,3 juta ton per tahun yang menghabiskan devisa negara sekitar Rp. 2 triliun per tahun (Atman, 2006).
Perkembangan produksi tanaman kedelai di provinsi riau belum dapat mengimbangi kebutuhan. Produktivitas yang dicapai dewasa ini, dalam program intensifikasi pada berbagai jenis lahan, masih dibawah rata-rata potensi hasil varietas unggul yang telah dilepas yaitu ,<1.0 t/ha. Rendahnya produktifitas tersebut antara lain disebabkan oleh masih rendahnya penerapan teknologi  budidaya, mulai dari penggunaan varietas, pemupukan deptan, 1990; puslitbangtan 1997; Sumarno, 1990 cit Suhaya1989). Sehingga kedelai mempunyai prospek untuk dikembangkan di Riau. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya permintaan kedelai dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 permintaan kedelai sebesar 38.666,58 ton dan pada tahun 2006 sebesar 42.435 ton, sementara produksi kedelai di Riau pada tahun 2005 sebesar 2.923 ton dan pada tahun 2006 sebesar 4.205 ton (Badan Pusat Statistik, 2010).
Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil tanaman kedelai adalah dengan cara ekstensifikasi khusus nya pada lahan gambut. Menurut Badan Pusat Statistik Riau (2006), luas lahan tanah gambut di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 6,29 juta hektar, sedangkan di Provinsi Riau sendiri mencapai 4,044 juta hektar. Selain ekstensifikasi pemupukan juga perlu dilakukan dalam upaya peningkatan hasil kedelai. Pemupukan merupakan tindakan memberikan bahan-bahan organik maupun anorganik yang diberikan pada tanah untuk memperbaiki keadaan fisik tanah tersebut (susetyo, 2009). Harga pupuk yang semakin mahal membuat biaya produksi semakin meningkat, untuk mengurangi biaya produksi serta menigkatkan kualitas lahan dan hasil tanaman salah satu kemungkinan adalah dengan pemberian Bakteri Rhizobium.
Sutanto (2002) cit Nini R (2005) Bakteri rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman bila bersimbiosis dengan tanaman legum. Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum, sehingga mampu mengurang penggunaan pupuk N. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “ PEMBERIAN RHIZOBIUM DAN DAN DOSIS PUPUK UREA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) VARIETAS WILIS PADA LAHAN GAMBUT “.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan dosis pupuk Urea yang tepat untuk tanaman kedelai pada media gambut
2. MenentukanRhizobium yang efektif untuk tanaman kedelai pada media gambut
3. Menentukan interaksi antara pupuk Urea dan Rhizobium pada tanaman kedelai di media gambut

1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: Bagi Peneliti dan Mahasiswa
1) Menambah khazanah keilmuan peneliti
2) Menjadi referensi dalam melakukan penelitian yang terkait dengan ini
3) Memberikan informasi lebih terhadap kemampuan mikroorganisme dan pupuk anorganik dalam meningkatkan hasil pertanian
4) Pemanfaatan tanah gambut untuk penelitian lanjutan
Bagi masyarakat
1) Memberikan informasi lebih dalam tentang pemanfaatan mikroorganisme dan pupuk organik dalam pertanian modern.
2) Memberikan pemahaman bahwa tanah gambut bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk tanah pertanian.
1.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Pemupukan Urea pada media gambut dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan hasil tanaman kedelai
2. Pemberian Rhizobium akan membentukan bintil akar efektif yang akan mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai
3. Terdapat interaksi antara pemupukan nitrogen dan pemberian Rhizobium terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai


II.                TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Botanai Tanaman Kedelai

Menurut Fachrudin(2000) di dalam sitemmatika tumbuhan, tanaman  kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Klas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosae, Genus: Glycine dan Spesies: Glycine Max ( L.) Merril. Selanjutnya Yuniarsih (1996) kedelai dikenal dengan beberapa naman lokal, diantaranya adalah kedele, kacang jepung, kacang bulu, gadela, dan demokam. Di Jepang dikenal adanya kedelai rebus Edamame atau kedelai manis, dan kedelai hitam Koramame, sedangkan nama umum di dunia disebut Soybean.

Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak, dan berdaun lebat. Tinggi tanaman berkisar antara 30 cm – 100cm. Batangnya beruas-ruas dengan 3 – 6 cabang. Kedelai memiliki akar tunggang. Akar ini mampu membentuk bintil – bintil akar yang merupakan koloni dari bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri tersebut bersimbiosis dengan akar tanaman kedelai untuk mengikat nitrogen dari udara (Fachrudin, 2000).
Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini berdasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Adisarwanto, 2005).

Fachrudin(2000) Daun kedelai berbentuk oval. Daun pertama yang keluar dari buku sebelah atas kotiledon berupa daun tunggal yang letaknya berseberangan. Pada setiap tangkai daun terdapat 3 helai daun (trifoliolatus). Daun berfungsi sebagai alat untuk proses asimilasi, respirasi, dan transpirasi (Yuniarsih, 1996)

Yuniarsih (1996) tanaman kedelai memiliki bunga sempurna, yaitu pada tiap kuntum bunga terdapat alat kelamin betina (putik) dan kelamin jantan (benang sari). Umur keluarnya bunga tergantung pada varietas kedelai, pengaruh suhu, dan penyinaran matahari. Tanaman kedelai menghendaki penyinaran pendek + 12 jam per hari. Bunga berwarna ungu atau putih. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk umur 30-50 hari setelah tanam (Fachrudin 2000).
Menurut Suprapto (2001) cit Sofia (2007) biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak di antara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam, ada yang kuning, hitam, hijau serta coklat. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, ada yang bundar atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi, tergantung varietasnya. Ukuran biji diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu biji kecil (6g – 30g/100 biji), sedang (11g – 12g/100 biji) dan besar (13g atau lebih/100biji) (Fachrudin 2000).

2.2. Syarat Tumbuh
Syarat tumbuh bagi tanaman meliputi kedalaman iklim dan keadaan tanah.(Pitojo, 2003 cit Rohmah, 2008) menyatakan bahwa kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah tropis, pada kisaran suhu antara 20oC-35oC. Tanaman ini juga tumbuh dengan baik di daerah yang memiliki ketinggian tempat 0-900 m dpl.dan juga memerlukan intensitas cahaya penuh yaitu di daerah yang terkena sinar matahari selama 12 jam.

Kedelai memerlukan tanah yang memiliki airasi, drainase, dan kemampuan menahan air cukup baik, dan tanah yang cukup lembab. Jenis tanah yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman kedelai misalnya: tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. (Pitojo, 2005 cit Risnawati, 2010).

Prihatman (2000) cit Risnawati, (2010) menambahkan, bahwa toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 kedelai juga dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terhambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik.

2.3. Rhizobium
Rhizobium adalah salah satu kelompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman kedelai. Apabila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar yang dapat memfiksasi nitrogen dari atmosfer. Peranan Rhizobium terhadap pertumbuhan tanaman khusunya berkaitan dengan ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya (Rahmawati, 2005 cit Hidayat 2010).
Sprent dan Minchin, (1985) cit Risnawati (2010)Rhizobium yang menginfeksi tanaman kedelai adalah Rhizobium japonicum. Rhizobium ini termasuk :
Divisi : Protophyta
Kelas : Scizomycetes
Ordo : Eubracialis
Famili : Rhizobiaceae
Genus : Rhizobium
Spesies : Rhizobium japonicum
Setiap strain Rhizobium memiliki kemampuan yang berbeda dalam bersimbiosis dengan tanaman inangnya. Strain Rhizobium yang mampu membentuk bintil akar dan menambat nitogen disebut strain efektif, sedangkan yang mampu menginfeksi dan membentuk bintil disebut inefektif. Bintil akar efektif umumnya berukuran besar dan berwarna merah muda karena mengandung leghemoglobin (gugus heme menempel ke protein globin yang tanwarna dalam jaringan bakteroid). Sedangkan bintil akar yang tidak efektif umumnya berukuran kecil dan mengandung jaringan bakteroid yang tidak dapat berkembang dengan baik karena keabnormalan strukturnya dan rendahnya kemampuan dalam memfiksasi nitrogen (Rao, 1994 cit Hidayat, 2010).
Kehidupan bakteri rhizoium tergantung pada kondisi lingkungan tanah terutama suhu, pH, unsur kimia tanah tertentu. Derajat kemasaman tanah atau pH tanah akan menentukan keberhasilan dan laju infeksi Rhizobium pada akar tanaman. Menurut Setijono (1996) cit Risnawati (2010) pH optimum bagi bakteri Rhizobium adalah sekitar 5,5-7,0. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada pH < 5,5 dan > 7,0 Rhizobium tidak dapat berkembang atau berkembang dengan lambat sehingga kegiatan infeksi akan terhenti.

Pertumbuhan baktrei Rhizobium juga dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara pada lingkungan perakaran dan tentunya akan berpengaruh pada fiksasi N2. Beberapa unsur hara yang berpengaruh terhadap pertumbuhan Rhizobium dan fiksasi N2 adalah unsur Mo (molybdenum), Fe (besi), S (belerang), P (fosfor) dan Ca (kalsium), Al (alumunium) dan Mn (mangan). Kelebihan atau kekuranganunsur hara akan berdambak buruk terhadap pertumbuhan Rhizobium dan fiksasi N2. (Soedado, 2003 cit Risnawati, 2010).
2.3.1.      Inokulasi Rhizobium
Inokulasi adalah penambahan atau suatu usaha pemberian bakteri yang dapat meningkatkan N dari udara dan bersimbiosis dengan tanaman kacang – kacangan. Bakter ini biasanya disebut bakteri bintil akar, karena hidup pada akar tanaman dan membentuk bintil akar. Bateri tersebut mengubah N2 menjadi amoniak (Sutarto, dkk 1986 cit Ashiyami, 2007).
Tortora (2001) dan Campbell (2003) cit Risnawati (2010). Pembentukan bintil akar (nodulasi) meliputi beberapa langkah berurutan yaitu sebagai berikut:
1. Rekognisi: suatu komunikasi kimiawi antara akar leguminosa dan Rhizobium yang akhirnya membentuk suatu benang infeksi melalui invaginasi kearah dalam membran plasma.
2. Invasi: masuknya bakteri Rhizobium menembus korteks akar didalam benang infeksi. Sel korteks akar dan perisikel terbelah, dan kantung yang mengandung bakteri Rhizobium memisah ke sel kortikal dari benang infeksi yang bercabang.
3. Pertumbuhan sel pada bagian korteks dan perisikel yang terpengaruh. Kedua masa sel-sel yang tumbuh dan membelah tersebut akhirnya membentuk bintil.
4. Berkembangnya jaringan pembuluh yang menghubungkan bintil dengan xilem dan floem stele. Jaringan pembuluh ini menyediakan zat-zat makanan dari
bintil ke dalam stele untuk distribusi hingga kebagian tanaman yang lain.
Hasil penelitian Rahayu (2004) cit Adijaya (2004) menunjukkan bahwa dengan pemberian rhizoplus pada tanaman kedelai varietas Willis dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti jumlah cabang per tanaman, jumlah polong isi per tanaman dan hasil per ha.
 Sementara itu Adijaya (2004) aplikasi legin (Rhizobium) pada uji beberapa varietas kedelai memberikan peningkatan pertumbuhan dan hasil. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan jumlah polong total per tanaman, jumlah polong isi per tanaman, berat biji per tanaman, berat 100 biji yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi.  Komponen lain yang dapat dilihat dari hasil penelitian yaitu menurunnya jumlah polong hampa per tanaman. Produksi kedelai meningkat dari 1,07 ton/ha menjadi 1,67 ton/ha dengan pemberian legin atau meningkat 56,07%. Pemberian legin meningkatkan jumlah bintil akar (nodule) tanaman kedelai menyebabkan akan semakin meningkatnya simbiose bakteri Rhizobium di dalam menambat N bebas dari udara.  Hal ini akan menyebabkan ketersediaan N bagi tanaman meningkat yang berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan tanaman kedelai. Suharjo (2001) apabila tidak ada sumber inokulan dari pabrik, tanah bekas tanaman kedelai yang telah di inokulasi R. Japonicum satu musim yang lalu dapat digunakan sebagai sumber inokulan.
2.4. Pupuk Urea
            Nitrogen merupakan unsur utama makanan bagi tanaman. Nitrogen di dalam tanaman merupakan unsur sangat penting untuk pembentukan protein dan berbagai persenyawaan organik (Rinsema cit., Wersa, 1994).
Ashari (2006) cit Risnawati (2010) menjelaskan bentuk pupuk nitrogen ada dua macam yaitu pupuk organik (alam) diantaranya pupuk kandang dan kompos, sedangkan pupuk anorganik (mineral) seperti Amonium fosfat, Amonium nitrat, Amonium sulfat, kalsium nitrat, sodium nitrat dan urea. Selanjutnya Soegiman (1982) cit Risnawati (2010) menambahkan, urea merupakan salah satu bentuk N sintetis yang mempunyai sifat larut dalam air dan cepat menguap. Secara ekonomis pemakaian urea sebagai sumber N lebih menguntungkan karena kadar N nya cukup tinggi (46 %).
Setyamidjaja cit., Wersa (1994), menyatakan peranan N yaitu merangsang pertumbuhan vegetatif dengan menambah tinggi tanaman dan merangsang tumbuhnya anakan, membuat tanaman lebih hijau karena banyak mengandung butiran-butiran hijau daun yang penting dalam fotosintesis, merupakan bahan penyusun klorofil daun, protein, dan lemak. Tetapi bila diberikan terlalu banyak ke dalam tanah dapat menghambat pembungaan dan pembuahan.
Hasil percobaan di Garut yang dilakukan oleh Sunarlim (1989) menunjukkan bahwa pemupukan N meningkatkan semua tolok ukur pertumbuhan tanaman kedelai, kecuali jumlah dan bobot bintil akar. Selanjutnya Supriono, (2010) Penggunaan pupuk nitrogen dosis rendah (100kg/Ha) ternyata mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, hasil biji per tanaman, berat tanaman segar dan hasil biji per petak.
2.5. Tanah Gambut
            Tanah gambut merupakan akumulasi sisa-sisa tanaman yang mengalami humifikasi lebih besar dari mineralisasi pada kadar air yang berlebihan dan membentuk endapan-endapan yang mengandung bahan organik dalam persentase yang sangat tinggi. Lahan gambut mempunyai kandungan bahan organik lebih besar dari 20 % atau mempunyai ketebalan bahan organik lebih besar dari 50 cm  (Darmawi, 1999 cit. Fauzi, 2010). Lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan disarankan pada gambut dangkal (< 100 cm). Dasar pertimbangannya adalah gambut dangkal memiliki tingkat kesuburan relatif lebih tinggi dan memiliki resiko lingkungan lebih rendah dibandingkan gambut dalam. Lahan gambut dengan kedalaman 1,4-2,0 m tergolong sesuai untuk ditanami berbagai jenis tanaman pangan (Agus & Subiksa, 2008).
Kendala yang umumnya ada pada tanah gambut adalah tingkat kesuburan yang rendah, pH tanah, kejenuhan basa yang sangat rendah, dan kapasitas tukar kation  (KTK) tinggi. Kondisi ini tidak menunjang penyediaan hara yang hara yang memadai bagi kebutuhan tanaman terutama basa K, Ca, dan Mg (Halim et. al cit Ichiriani 2008). Sumarno (1991) cit Ichiriani (2008) menambahkan agar pertumbuhan kedelai optimal tanah perlu mengandung cukup unsur hara, berstruktur gembur, bebas gulma dan mengandung cukup air. Tingkat kemasaman tanah (pH) 6,0 – 6,8 kondisi optimal bagi pertumbuhan kedelai dan bakteri Rhizobium pada bintil akar.
            Adanya kendala pada tanah gambut untuk mendukung pengembangan budidaya keelai maka diperlukan masukan hara (pupuk) pada tanah. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi kendala dalam pemanfaatan lahan gambut adalah dengan pemberian kapur pertanian. Pengapuran pada lahan gambut membantu akumulasi nitrogen, meningkatkan kejenuhan basa, pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Perbaikan drainase dan aplikasi kapur dalam bentuk dolomit untuk meningkatkan pH tanah, akan mempercepat proses mineralisasi dan ketersediaan hara pada tanah gambut tersebut (Hidayat, 2001 cit. Simanjuntak, 2007).



III.             BAHAN DAN METODE

3.1.             Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dimulai pada bulan Desember 2011 sampai Maret 2012 di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H. R. Soebrantas No. 115 Km 18 Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Pekanbaru.

3.2.            Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas unggul nasional yaitu varietas wilis (Deskripsi varietas dapat dilihat pada Lampiran 1). Plastik hitam, pupuk Urea, TSP dan KCL, kapur dolomit, pestisida dan tanah gambut dari lahan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Alat yang digunakan adalah polybag ukuran 10 kg (50 cm x 40 cm), Soil Tester, cangkul, gembor, meteran, timbangan, tali, ajir serta alat-alat tulis.

3.3. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Faktor I adalah pemberian Rhizobium, R0= tanpa Rhizobium R1= dengan Rhizobium. Faktor II adalah dosis pupuk NPK yang terdiri dari 4 taraf yaitu: P0= 0 kg/ha, P1= 50 kg/ha, P2= 100 kg/ha, P3= 150 kg/ha.
            Adapun 8 kombinasi perlakuan dapat dilihat pada tabel. Kombinasi perlakuan tersebut dilakukan 3 kali pengulangan dan penempatan di acak dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial.
Tabel. Kombinasi Perlakuan
 

Perlakuan             P0                      P1                    P2                         P3
R0                        R0P0                R0P1                   R0P2                     R0P3
R1                                R1P0                R1P1                   R1P2                     R1P3



3.4.            Pelaksanaan Penelitian
3.4.1.      Persiapan Lahan
Lahan merupakan tempat atau area yang akan digunakan sebagai tempat penelitian. Sebelum digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari rumput-rumputan, semak dan sisa-sisa kayu serta dilakukan perataan lahan agar topografi menjadi datar. Persiapan lahan dilakukan 2 minggu sebelum tanam.

3.4.2.      Persiapan Media
Kegiatan awal yang dilakukan dalam persiapan media tanam adalah pengukuran pH tanah dengan menggunakan Soil Tester untuk mengetahui pH tanah dan memudahkan dalam penetuan dosis kapur yang akan diberikan. Pengapuran menggunakan dolomit dan pemupukan dasar menggunakan pupuk kandang ayam dan Pengapuran dilakukan 1 minggu sebelum tanam, dilanjutkan dengan pengisian 10 kg tanah kedalam polybag ukuran 50 cm x 40 cm. Polybag dipindahkan ke lahan yang telah disiapkan dan disusun berdasarkan pengacakan pada Lampiran 4. Sedangkan pemberian pupuk dasar dilakukan 1 hari sebelum tanam dengan cara disebar dan dicampur dengan tanah. Tujuan dari pengapuran adalah untuk menetralkan pH tanah dan pemupukan dasar untuk menambah unsur hara pada tanah sehingga dapat memacu pertumbuhan kedelai.

3.4.3.      Pemberian Label
Label yang telah disiapkan dipasang pada polybag sesuai dengan perlakuan. Pemberian label dilakukan untuk mempermudah pengamatan selama pelaksanaan penelitian. Pemberian label dilakukan 1 hari sebelum pemberian   perlakuan.
3.4.4.      Penanaman
            Sebelum penanaman dilakukan, benih diseleksi terlebih dahulu yaitu dengan memilih ukuran biji yang relatif sama kemudian benih tersebut dibashi dengan air lalu dicampur dengan bubuk Rhizobium setelah itu benih tersebut dikering anginkan di tempat teduh. Selanjutnya benih tersebut ditanam pada polybag yang telah disiapkan dengan lubang tanam sedalam 2-3 cm sebanyak 3-5 benih per lubang tanam. Setelah itu lubang tanam ditutup dan diratakan kembali. Setelah ± 7 hari, dilakukan penjarangan dengan menyisakan 2 tanaman per polybag atau penyulaman bila benih tumbuh kurang dari 2 tanaman.
3.4.5.      Pemeliharaan
a.                  Penyiraman
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari atau sesuai dengan kebutuhan tanaman menggunakan gembor. Penyiraman dilakukan sampai menjelang panen.
b.                  Penyiangan
            Penyiangan dilakukan setiap ada gulma yang tumbuh di sekitar tanaman atau area penelitian untuk menghindari persaingan dan tempat inang bagi hama penyakit. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di dalam polybag. Sedangkan gulma yang tumbuh diluar polybag, yaitu disekitar area penelitian dilakukan dengan mencabutnya atau dengan menggaru menggunakan cangkul.
c.                   Pengendalian Hama dan Penyakit
            Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida atau pestisida sesuai dengan jenis hama yang menyerang. Penyemprotan disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
3.4.6.      Panen
            Pemanenan dilakukan setelah kedelai memasuki fase masak fisiologis yang ditandai dengan sebagian besar daun kedelai mulai kering dan luruh, polong telah terisi penuh, kulit polong berwarna kuning kecoklatan. Umur panen tanaman kedelai tidak semua sama tetapi disesuaikan dengan umur varietas. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong batang tanaman kedelai.

3.5.     Pengamatan
            Pengamatan tanaman kedelai  dilakukan terhadap beberapa variable yaitu:
1.                  Tinggi Tanaman (cm)
Pengamatan dilakukan dari permukaan tanah  sampai  titik tumbuh . Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu sekali.
2.                  Umur Berbunga (hari)
Pengamatan umur berbunga dilakukan dengan cara menghitung hari keberapa tanaman mulai mengeluarkan bunga dengan sempurna.
3.                  Umur Panen (hari)
Umur panen dihitung pada saat tanaman telah menunjukkan kriteria panen.
4.                  Jumlah Polong per Tanaman (buah)
            Jumlah polong dihitung dengan cara menghitung seluruh polong pada tanaman yang telah dipanen.
5.                  Jumlah Biji per Polong
            Jumlah biji per polong dihitung dengan menghitung jumlah biji pada semua tanaman kemudian membagi seluruh jumlah biji dan jumlah polong.
6.                  Bobot 100 Biji ( g )
            Bobot 100 biji dihitung setelah biji dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3 hari sampai beratnya konstan.
7.                  Bobot Biji Kering (g/tanaman)
Bobot biji kering dapat ditimbang setelah mendapat  kadar air yang konstan yaitu setelah biji dikeringkan selama 3 hari dibawah sinar matahari sampai beratnya konstan.
8.                  Berat Kering Tanaman
Bobot tanaman dapat ditimbang setelah mendapat kadar air yang konstan yaitu setelah akar dikeringkan dengan oven.
9.                  Berat Kering Akar
Bobot akar dapat ditimbang setelah mendapat kadar air yang konstan yaitu setelah akar dikeringkan dengan oven.
10.              Jumlah bintil akar
Pengamatan bintil akar dilakukan cara melepaskan tanaman dari polibag, lalu disemprot dengan air secara hati – hati agar bintil tersebut tidak lepas dari akar tanaman. Setelah itu bintil akar diambil dengan menggunakan pingset dan diletakkan pada cawan petri masing – masing perlakuan dan diamati secara visual. Untuk mengetahui binti akar yang efektif dilakukan dengan membelah bintil akar menggunakan silet dan mengamati apakah cairan bewarna merah muda atau putih yang terdapat pada bintil akar.

DAFTAR PUSTAKA

Adijaya, I Nyoman, dkk. 2004. Aplikasi Pemberian Legin (Rhizobium) Pada Uji Beberapa Varietas Kedelai Di Lahan Kering. Jurnal ilmiah. Balai Pengkajian Teknologi. Bali

Adisarwanto, T. 2005. Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. 75 hal.

Agus, F. dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi Untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor. 36 hal.
Ashiyami, Nur R. 2007. Pengaruh Molibdenum Terhadap Infektifitas Dan Efektifitas Isolat Rhizobium Toleran Masam Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Di Tanah Ultisol Lampung. Universitas Islam Negeri Malang: 83 Hal

Atman. 2009. Strategi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia. Jurnal Ilmiah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Sumatera Barat. Hal. 39-45.

Badan Pusat Statistik. 2006. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Riau. Riau Dalam Angka. BPS. Pekanbaru. 518 hal.

__________________. 2010. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Riau. Riau Dalam Angka. BPS. Pekanbaru. 566 hal.

Fachruddin , L. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Kanisus. Yogyakarta. 118 hal

Fauzi. 2010. Uji Beberapa Jenis Microorganisme Selulolitik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L.) di Lahan Gambut. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Riau. Pekanbaru. 35 Hal.
Hidayat, Mukhlis. 2010. Efektifitas Pemupukan Nitrogen Dan Multi Isolat Rhizobium ILeTRYsoy 4 Dalam Berbagai Formula Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai Di Tanah Masam Ultisol. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang: 79 Hal
Ichriani, Gusti I, dkk. 2008. Perkembangan Bintil Akar Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) Varietas Wilis Ditanah Gambut Akibat Pemberian Pupuk Organik Padat. Jurnal Ilmiah. UNPAR. 22 (2): 69-75
Nini, R. 2005. Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik. Jurnal Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi). Malang.
Rohmah, Nailatur. 2008. Studi Infektivitas Dan Efektivitas Multi Isolat Rhizobium Toleran Masam Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.Merril). (UIN) Malang: 86 Hal

Risnawati. 2010. Pengaruh Pemberian Pupuk Urea Dan Beberapa Formula Pupuk Hayati Rhizobium Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai (Glycine max (l.) Merril) Di Tanah Masam Ultisol. Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang: 155 Hal

Sofia, Diana. 2007. Respon Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merril) pada Tanah Masam. Karya Tulis. Universitas Sumatera Utara. Medan. 21 hal.

Simanjuntak, N.B.L. 2007. Respon Tanaman kedelai (Glycine max (L) Merril) Terhadap Perbedaan Dosis Berbagai Jenis Kapur di Tanah Gambut. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Riau. Pekanbaru. 41 Hal.

Suharjo, Usman KJ. 2001. Efektifitas Nodulasi Rhizobium japonicum Pada Kedelai Yang Tumbuh Di Tanah Sisa Inokulasi Dan Tanah Dengan Inokulasi Tambahan.Jurnal Ilmu Pertanian. Universitas Bengkulu. 3 (1): 31-35
Sunarlim, Novianti dan Wawan Gunawan. 1998. Pengaruh Pemupukan N Dan Komponen Hasil Kedelai Di Lahan Kering Kabupaten Garut. Penelitian Pertanian. 9 (3): 127-131

Supriono. 2000. Pengaruh Dosis Urea Tablet Dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai Kultivar Sindoro. Jurnal Agrosains. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2 (2): 64-69

Susetyo, f.d. 2009. Respon Pertumbuhan Jahe dan Produksi Jahe Sistem Keranjang Terhadap Jumlah Bibit dan Pemberian Pupuk Majemuk NPK. Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan 77 hal.
W., Wersa. 1994. Pengaruh Takaran dan Cara Penempatan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan, Komponen Hasil dan Hasil Kedelai (Glycine max (L) Merril). Skripsi. Universitas Borobudur. Jakarta. 55 hal.

Yuniarsih, Y. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Kanisus. Yogyakarta. 68 hal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates