BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Allah telah memberikan kedudukan kepada Nabi Muhammad
sebagai Rasulullah dengan fungsi antara lain: menjelaskan Al-Qur’an, dipatuhi
oleh orang-orang beriman, menjadi Uswatun Hasanah dan rahmat bagi seluruh alam.
Berangkat dari pemahaman tersebut, maka untuk mengetahui hal-hal yang harus
diteladani dan yang tidak harus diteladani dari diri Nabi, diperlukan sebuah
penelitian. Dengan demikian, praktek Nabi dalam mengaplikasikan petunjuk
Al-Qur’an sesuai dengan tingkat budaya masyarakat yang sedang dihadapi oleh
Nabi dan sebagainya.
Dengan Al-qur’an, Allah telah membukakan mata yang
buta, telinga yang tuli dan hati yang lalai. Bila dibaca dengan benar, dipahami
setiap surat dan ayat-ayatnya, dipahami secara mendalam setiap kalimat dan
kata-katanya, tidak keluar dari batas-batasnya, melaksanakan perintah-perintah
yang ada di dalamnya, menjauhi larangan-larangan, berakhlak dengan apa yang
disyariatkan, dan menerapkan prinsip-prinsip dan nilai terhadap dirinya,
keluarga dan masyarakatnya, maka akan menjadikan umat Islam merasa aman,
tenteram dan bahagia di dunia dan akhirat.
1.2
Perumusan
Masalah
1.
Pengertian sumber syariat islam
2.
Ragam sumber syariat islam
3.
Dasar Al-Qur’an sebagai sumber syariat islam
4.
Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber syariat islam
1.3 Tujuan
Makalah
1.
Untuk mengetahui sumber syariat islam
2.
Untuk mengetahui ragam sumber syariat islam
3.
Mengetahui dasar Al-Qur’an sebagai sumber syariat
islam
4.
Mengenal kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber syariat islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sumber Syariat Islam
Istilah syari’at secara harfiyah berasal dari kata syara’a, dari kata ini terbentuk kata asy-syar’y, yang berarti nahju ath-thariq al-wadhih (jalan yang
jelas). Dari kata tersebut juga terbentuk kata syari’ah, yang secara harfiah berarti sumber mata air yang tidak
pernah habis. Kemudian kata ini
digunakan untuk menyebut thariqah
al-ilahiyyah (jalan ilahi) atau agama islam. Penggunaan istilah itu untuk
sebutan bagi Islam tidak terlepas dari kandungan ajaran islam itu sendiri yang
sarat dengan hal-hal yang amat dibutuhkan manusia. Ajaran tersebut universal
dan mencakupi segala aspek kehidupan, dimana ia tidak akan pernah habis dan
terbatas sekalipun digali oleh semua orang. Sebagaimana sumber mata air yang
tidak pernah kering diambil oleh banyak orang. Justru, semakin ia dipelajari
semakin terlihat begitu luas dan sarat dengan gagasan atau ide cemerlang untuk
kepentingan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
Pengertian diatas menunjukkan, bahwa istilah syari’at
mencakup segala aspek ajaran islam; ia tidak hanya berarti hukum islam -seperti
yang dipahami kebanyakan orang- tetapi juga bermakna akidah, akhlak, dan segala
sesuatu yang berkaitan dengan ajaran islam. Jika Al-qur’an disebut sebagai
sumber syari’at, maka itu artinya bahwa Al-Qur’an sumber ajaran Islam yang
mencakupi akidah, akhlak, hukum, termasuk pula politik, ekonomi, pergaulan baik
antarmanusia maupun manusia dengan alam, persoalan HAM, hubungan internasional,
dan lain sebagainya.
Ayat-ayat Al-Qur’an sebagai sumber syari’at dapat
diklasifikasikan kepada dua bagian, yaitu qath’
ad-dilalah dan zhanni ad-dilalah.
Qath’I ad-dilalah suatu ayat yang mempunyai makna yang jelas dan pasti,
dimana tidak ada kemungkinan makna lain selain dari makna yang jelas tersebut.
Karena maknanya jelas dan pasti, maka tidak ada perbedaan dikalangan mufassir
dalam memahaminya. Para ulama mempunyai pendapat yang sama mengenai maksud ayat
itu. Ayat yang termasuk kedalam kategori qath’I
ad-dilalah adalah ayat-ayat yang menyangkut dengan akidah tauhid, akhlak,
dan sebagian dari ayat-ayat hukum.
Zhanni
ad-dilalah adalah ayat-ayat
yang tidak mempunyai makna yang jelas dan pasti, dimana terdapat beberapa
kemungkinan makna yang dikandungi ayat tersebut, sehinnga mempunyai makna
ganda. Karena maknanya tidak pasti, maka muncul perbedaan antara para zhanni ad-dilalah ini. Masalah
khilafiyah yang berkembang ditengah-tengah umat islam muncul dari pemahaman
ayat-ayat zhanni ad-dilalah tersebut.
2.2 Ragam Sumber Syari’at Islam
Sumber hukum
Islam yang utama adalah Al Qur’an dan sunah. Selain menggunakan kata sumber,
juga digunakan kata dalil yang berarti keterangan yang dijadikan bukti atau
alasan suatu kebenaran. Selain itu, ijtihad, ijma’, dan qiyas juga merupakan
sumber hukum karena sebagai alat bantu
untuk sampai kepada hukum-hukum yang dikandung dalam
Al-Qur’an dan As-Sunah.
Secara
sederhana hukum adalah “seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang
diakui sekelompok masyarakat; disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh
masyarakat itu; berlaku mengikat, untuk seluruh anggotanya”. Bila definisi ini
dikaitkan dengan Islam atau syara’ maka hukum Islam berarti: “seperangkat
peraturan bedasarkan wahyu Allah SWT dan sunah Rasulullah SAW tentang tingkah
laku manusia yang dikenai hukum (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat
semua yang beragama Islam”. Maksud kata “seperangkat peraturan” disini adalah
peraturan yang dirumuskan secara rinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat,
baik di dunia maupun di akhirat. Ada 3
sumber syariat islam ,yaitu:
1.
Al Qur’an
Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari
Allah SWT yang diturunkan secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al
Fatihah, diakhiri dengan surat An Nas. Membaca Al Qur’an merupakan ibadah.Al
Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban
untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi
manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu mengikuti segala perintah Allah dan
menjauhi segala larangnannya.
Al Qur’an memuat berbagai pedoman
dasar bagi kehidupan umat manusia, yaitu
sebagai berikut:
- Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar
- Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
- Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.
- Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam masyarakat.
2. Hadits
Hadits merupakan segala tingkah
laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan
(taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an.
Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan
yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi sebagai
berikut:
a.
Memperkuat
hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an, sehingga kedunya (Al Qur’an
dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama.
b.
Memberikan
rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat umum.
c.
Menetapkan
hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al Qur’an.
3.
Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya,
baik dalam Al Qur’an maupun Hadits, dengan menggunkan akal pikiran yang sehat
dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang
ketiga.
Untuk melakukan ijtihad (mujtahid)
harus memenuhi bebrapa syarat berikut ini:
- mengetahui isi Al Qur’an dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan hukum
- memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al Qur’an dan hadits
- mengetahui soal-soal ijma
- menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.
Dalam berijtihad
seseorang dapat menempuhnya
dengan cara ijma’ dan qiyas.
a. Ijma’
Ijma’ adalah kese[akatan dari
seluruh imam mujtahid dan orang-orang muslim pada suatu masa dari beberapa masa
setelah wafat Rasulullah SAW. Berpegang kepada hasil ijma’ diperbolehkan,
bahkan menjadi keharusan.
b.
Qiyas (analogi)
Qiyas adalah menghubungkan
suatu kejadian yang tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang sudah ada
hukumnya karena antara keduanya terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya.
Contohnya, mengharamkan minuman keras, seperti bir dan wiski. Haramnya minuman
keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut dalam Al Qur’an karena antara
keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu sama-sama memabukkan. Jadi,
walaupun bir tidak ada ketetapan hukmnya dalam Al Qur’an atau hadits tetap
diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar yang ada hukumnya dalam Al
Qur’an.
Sebelum mengambil keputusan dengan menggunakan qiyas maka ada
baiknya mengetahui Rukun Qiyas, yaitu:
- Dasar (dalil)
- Masalah yang akan diqiyaskan
- Hukum yang terdapat pada dalil
- Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan
2.3 Dasar Al-Qur’an Sebagai Sumber Syari’at Islam
Dari Mahmud Syaltut dalam bukunya, Al-Islam
Aqidah wa Syari’ah, menerangkan bahwa: hokum-hukum yang terdapat pada
Al-Qur’an wajib diikuti. Firman Allah: “ikutilah apa yang diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat
sedikitlah kamu mengambil pelajaran dari padanya. (QS. Al-A’raf{7}: 3),
berikanlah maskawin atau mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian
dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah atau ambillah pemberian itu
sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. An-Nisa {4}:4).
Kandungan Al-Qur’an menurut Mahmud Syaltut adalah
sebagai berikut:
1.
Masalah akidah,
yaitu mempercayai dan meyakini adanya Kholik atau Maha Pencipta, Allah
subhanahu wa ta’ala, malaikat, kitab-kitab suci yang diturunkan, Rasul-Rasul,
dan hari kemudian.
2.
Akhlak
al-Fadhilah atau akhlak yang mulia yaitu sifat-sifat yang dapat membersihkan
jiwa dari sifat jelek dan jahat.
3.
Petunjuk dan
ajakan untuk selalu mengamati dan memperhatikan.
4.
Kisah-kisah umat
yang pernah baik secara individu atau kolektif. Sebagai I’tibar dan mau’izhoh.
5.
Ancaman dan
janji-janji yang menyenangkan.
Menurut Syekh Muhammad al-Khudari Bik, kandungan
Al-Qur’an dikelompokkan kepada:
1.
Hubungan antara
Allah swt. Dengan para hamba-Nya meliputi, ibadah-ibadah yang pelaksanaannya
tidak sah tanpa disertai dengan niat.
2.
Hubungan antara
sesama hamba.
Menurut T.M Hasbi Ash-shiddiqy, menyebutkan kandungan
Al-Qur’an meliputi:
1.
Hukum-hukum yang
berkenaan dengan keimanan.
2.
Ajakan kepada
manusia untuk memperhatikan dan menyelidiki keadaan hukum-hukum tentang hubungan
Muslim dengan non-Muslim.
Sayid Muhammad Husein Thaba Thaba’i menyimpulkan bahwa
al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam mengandung tiga hal pokok, demikian
dikutip oleh Umar Shihab. Tiga hal pokok tersebut, yaitu: akidah, sebagai dasar
Tauhid dasar-dasar ajaran etika, dan hukum syari’ah yang berkenaan dengan
praktis manusia.
Imam al-Munawwir mengklasifikasikan kandungan
al-Qur’an kepada dua kategori pokok, yaitu:
a.
Menurut
petunjuk, berupa doktrin, kisah-kisah umat terdahulu dan mukjizat.
b.
Membuat misi
perbaikan gi segenap aspejk hidup yang dibuat manusia untuk mencapai
kebahagiaan sejati.
Syekh Abdul Wahab Khalaf, telah berusaha mengelompokan
pokok-pokok kandungan al-Quran secara komprehensif dalam rangka memahami
kandungan al-Quran secara lengkap dan utuh, pengelompokan beliau adalah sebagai
berikut:
1.
Hukum-hukum
tentang aqidah, yang berhubungan dengan hal-hal yang harus diyakini kebenaran
dan keberadaannya oleh setiap mukallaf, seperti, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari kemudian.
2.
Hukum-hukum yang
berkenaan dan perbuatan jiwa atau hati, yakni hal-hal yang harus dijadikan
penghias diri bagi setiap mukallaf, berupa akhlak yang terpuji dan menghindari
diri dari budi pekerti yang hina dan tercela.
3.
Hukum-hukum
amaliyah yang terkait dengan aktifitas anggota badan yakni mengenai tindakan
mukhalaf yang meliputi hal-hal seperti: ucapan, perbuatan, perjanjian, dan
pengelompokan harta benda.
Selanjutnya hukum-hukum amliya tersebut dapat
dikelompokkan kepada dua bagian, yaitu:
a.
Hukum-hukum
tentang ibadah, seperti puasa, sholat, zakat, haji, nazar, sumpah, dan
ibadah-ibadah lainnya yang mengatur hubungan manusia dengan Khaliqnya
b.
Hukum-hukum
muamalah, seperti: perjanjian, pengelolaan harta, hukuman, jinayah, dan
lain-lain di luar ibadah muamalah atau aturan-aturan yang terkait dengan
hubungan manusia dengan sesamanya yang dilakukan secara individu ataukelompok,
atau antarbangsa.
Ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum, disebut dengan
ayat-ayat hokum. Quraish Shihab seorang ahli tafsir, menyebutkan bahwa
al-Qur’an mempunyai tiga tujuan pokok, yaitu:
1.
Petunjuk akidah
dan kepercayaan yang dianut manusia yang tersimpul dalam keimanan.
2.
Petunjuk
mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerapkan norma-norma keagamaan dan
susila.
3.
Petunjuk
mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerapkan dasar-dasar hokum.
2.4 Kedudukan Al-Qur’an Sebagai Sumber Syari’at Islam
Al-Qur’an adalah
firman Allah. Muncul dari zat-Nya
dalam
bentuk perkataan yang tidak
dapat
digambarkan. Diturunkan
kepada Rasul-Nya dalam bentuk wahyu. Orang-orang mukmin mengimaninya
dengan keimanan yang sebenar-benarnya. Mereka beriman tanpa keraguan, bahwa Al-Quran adalah firman Allah
dengan sebenarnya.
Allah subhanahu wa ta’ala memberikan sifat kepadanya, sebagaimana
disebutkan dalam firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا
بِالذِّكْرِ لَمَّا جَاءهُمْ وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ . لَا يَأْتِيهِ
الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْه وَلَا مِنْ
خَلْفِهِ تَنزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ ِ
“Dan sesungguhnya
Alquran itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Alquran)
kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan
Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji”. (Fushshilat: 41-42).
Di
dalam ayat yang lain Allah juga menyifatinya
dengan firman-Nya:
كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
“(inilah)
suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara
terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”. (Huud: 1).
Alquran
ini diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam untuk
menyelamatkan manusia dari kegelapan, menuju cahaya. Allah berfirman:
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
“(Ini adalah) Kitab yang
Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita
kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan
Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”. (Ibrahim: 1).
Kitab
yang mulia ini mengungguli kitab-kitab samawi sebelumnya. Dan kedudukannya pun
di atas kitab-kitab itu. Allah berfirman:
وَإِنَّهُ فِي أُمِّ الْكِتَابِ لَدَيْنَا لَعَلِيٌّ حَكِيمٌ
“Dan
sesungguhnya Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami,
adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung
hikmah”.(Az-Zukhruf: 4).
Sesungguhnya
pembicaraan tentang Al Quran tidak akan ada habis-habisnya. Al Quranlah yang
menganjurkan kaum muslimin untuk bersikap adil dan bermusyawarah, dan
menanamkan kepada mereka kebencian terhadap kezaliman dan tindakan semena-mena.
Syiar para pemeluknya adalah kekuatan iman, tidak sombong, solidaritas dan
bersikap kasih sayang antara sesama mereka.
Sebagaimana
disebutkan oleh Abdul Wahab Khallaf, bahwa kehujjahan Al-Qur’an itu terletak
pada kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak ada keraguan atasnya.
Dengan kata lain Al-Qur’an itu betul-betul datang dari Allah dan dinukil secara
qat’iy (pasti). Oleh karena itu hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an
merupakan aturan-aturan yang wajib diikuti oleh manusia sepanjang masa. Sebagai
sumber ajaran Islam yang utama al-Qur’an diyakini berasal dari Allah dan mutlak
benar. Keberadaan al Qur’an sangat dibutuhkan manusia.
Hanya
Allah semata yang menetapkan syariat untuk para hambanya. Allah berfirman:
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
“Menetapkan
hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi
keputusan yang paling baik” (Al-An,am:57).
Syariat
itu ditetapkan tiada lain kecuali hanya untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia,
baik hikmah yang terkandung di dalamnya tampak atau pun tidak. Alquran adalah
sumber pertama syariat.
Adapun
sumber kedua adalah sunah, dan tidak ada perselisihan antara para ulama bahwa
sunah merupakan hujah dalam syariat di samping Alquran. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(An-Nisaa,:59).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar