Social Icons

Jumat, 06 Desember 2013

Study Al-quran

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Allah telah memberikan kedudukan kepada Nabi Muhammad sebagai Rasulullah dengan fungsi antara lain: menjelaskan Al-Qur’an, dipatuhi oleh orang-orang beriman, menjadi Uswatun Hasanah dan rahmat bagi seluruh alam. Berangkat dari pemahaman tersebut, maka untuk mengetahui hal-hal yang harus diteladani dan yang tidak harus diteladani dari diri Nabi, diperlukan sebuah penelitian. Dengan demikian, praktek Nabi dalam mengaplikasikan petunjuk Al-Qur’an sesuai dengan tingkat budaya masyarakat yang sedang dihadapi oleh Nabi dan sebagainya.
Dengan Al-quran, Allah telah membukakan mata yang buta, telinga yang tuli dan hati yang lalai. Bila dibaca dengan benar, dipahami setiap surat dan ayat-ayatnya, dipahami secara mendalam setiap kalimat dan kata-katanya, tidak keluar dari batas-batasnya, melaksanakan perintah-perintah yang ada di dalamnya, menjauhi larangan-larangan, berakhlak dengan apa yang disyariatkan, dan menerapkan prinsip-prinsip dan nilai terhadap dirinya, keluarga dan masyarakatnya, maka akan menjadikan umat Islam merasa aman, tenteram dan bahagia di dunia dan akhirat.
1.2              Perumusan Masalah
1.    Pengertian sumber syariat islam
2.    Ragam sumber syariat islam
3.    Dasar Al-Qur’an sebagai sumber syariat islam
4.    Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber syariat islam
1.3       Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui sumber syariat islam
2.      Untuk mengetahui ragam sumber syariat islam
3.      Mengetahui dasar Al-Qur’an sebagai sumber syariat islam
4.      Mengenal kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber syariat islam
 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Sumber Syariat Islam
Istilah syari’at secara harfiyah berasal dari kata syara’a, dari kata ini terbentuk kata asy-syar’y, yang berarti nahju ath-thariq al-wadhih (jalan yang jelas). Dari kata tersebut juga terbentuk kata syari’ah, yang secara harfiah berarti sumber mata air yang tidak pernah habis.  Kemudian kata ini digunakan untuk menyebut thariqah al-ilahiyyah (jalan ilahi) atau agama islam. Penggunaan istilah itu untuk sebutan bagi Islam tidak terlepas dari kandungan ajaran islam itu sendiri yang sarat dengan hal-hal yang amat dibutuhkan manusia. Ajaran tersebut universal dan mencakupi segala aspek kehidupan, dimana ia tidak akan pernah habis dan terbatas sekalipun digali oleh semua orang. Sebagaimana sumber mata air yang tidak pernah kering diambil oleh banyak orang. Justru, semakin ia dipelajari semakin terlihat begitu luas dan sarat dengan gagasan atau ide cemerlang untuk kepentingan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
Pengertian diatas menunjukkan, bahwa istilah syari’at mencakup segala aspek ajaran islam; ia tidak hanya berarti hukum islam -seperti yang dipahami kebanyakan orang- tetapi juga bermakna akidah, akhlak, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran islam. Jika Al-qur’an disebut sebagai sumber syari’at, maka itu artinya bahwa Al-Qur’an sumber ajaran Islam yang mencakupi akidah, akhlak, hukum, termasuk pula politik, ekonomi, pergaulan baik antarmanusia maupun manusia dengan alam, persoalan HAM, hubungan internasional, dan lain sebagainya.
Ayat-ayat Al-Qur’an sebagai sumber syari’at dapat diklasifikasikan kepada dua bagian, yaitu qath’ ad-dilalah dan zhanni ad-dilalah. Qath’I ad-dilalah suatu ayat yang mempunyai makna yang jelas dan pasti, dimana tidak ada kemungkinan makna lain selain dari makna yang jelas tersebut. Karena maknanya jelas dan pasti, maka tidak ada perbedaan dikalangan mufassir dalam memahaminya. Para ulama mempunyai pendapat yang sama mengenai maksud ayat itu. Ayat yang termasuk kedalam kategori qath’I ad-dilalah adalah ayat-ayat yang menyangkut dengan akidah tauhid, akhlak, dan sebagian dari ayat-ayat hukum.
Zhanni ad-dilalah adalah ayat-ayat yang tidak mempunyai makna yang jelas dan pasti, dimana terdapat beberapa kemungkinan makna yang dikandungi ayat tersebut, sehinnga mempunyai makna ganda. Karena maknanya tidak pasti, maka muncul perbedaan antara para zhanni ad-dilalah ini. Masalah khilafiyah yang berkembang ditengah-tengah umat islam muncul dari pemahaman ayat-ayat zhanni ad-dilalah tersebut.
2.2  Ragam Sumber Syari’at Islam
Sumber hukum Islam yang utama adalah Al Qur’an dan sunah. Selain menggunakan kata sumber, juga digunakan kata dalil yang berarti keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran. Selain itu, ijtihad, ijma’, dan qiyas juga merupakan sumber hukum karena sebagai alat bantu untuk sampai kepada hukum-hukum yang dikandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.
Secara sederhana hukum adalah “seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat; disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku mengikat, untuk seluruh anggotanya”. Bila definisi ini dikaitkan dengan Islam atau syara’ maka hukum Islam berarti: “seperangkat peraturan bedasarkan wahyu Allah SWT dan sunah Rasulullah SAW tentang tingkah laku manusia yang dikenai hukum (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat semua yang beragama Islam”. Maksud kata “seperangkat peraturan” disini adalah peraturan yang dirumuskan secara rinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat, baik di dunia maupun di akhirat. Ada 3 sumber syariat islam ,yaitu:
1.      Al Qur’an
Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan surat An Nas. Membaca Al Qur’an merupakan ibadah.Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangnannya.
Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia, yaitu sebagai berikut:
  1. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar
  2. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
  3. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.
  4. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam masyarakat.
2.      Hadits
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi sebagai berikut:
                                                             a.      Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an, sehingga kedunya (Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama.
                                                            b.      Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat umum.
                                                             c.      Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al Qur’an.
3.      Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Qur’an maupun Hadits, dengan menggunkan akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga.
         

Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi bebrapa syarat berikut ini:
  1. mengetahui isi Al Qur’an dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan hukum
  2. memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al Qur’an dan hadits
  3. mengetahui soal-soal ijma
  4. menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.

Dalam berijtihad seseorang dapat menempuhnya dengan cara ijma’ dan qiyas.
a.       Ijma’
Ijma’ adalah kese[akatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-orang muslim pada suatu masa dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW. Berpegang kepada hasil ijma’ diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan.
b.       Qiyas (analogi)
Qiyas adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan minuman keras, seperti bir dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut dalam Al Qur’an karena antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukmnya dalam Al Qur’an atau hadits tetap diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar yang ada hukumnya dalam Al Qur’an.
Sebelum mengambil keputusan dengan menggunakan qiyas maka ada baiknya mengetahui Rukun Qiyas, yaitu:
  1. Dasar (dalil)
  2. Masalah yang akan diqiyaskan
  3. Hukum yang terdapat pada dalil
  4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan
2.3  Dasar Al-Qur’an Sebagai Sumber Syari’at Islam
Dari Mahmud Syaltut dalam bukunya, Al-Islam Aqidah wa Syari’ah, menerangkan bahwa: hokum-hukum yang terdapat pada Al-Qur’an wajib diikuti. Firman Allah: “ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran dari padanya. (QS. Al-A’raf{7}: 3), berikanlah maskawin atau mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah atau ambillah pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. An-Nisa {4}:4).
Kandungan Al-Qur’an menurut Mahmud Syaltut adalah sebagai berikut:
1.      Masalah akidah, yaitu mempercayai dan meyakini adanya Kholik atau Maha Pencipta, Allah subhanahu wa ta’ala, malaikat, kitab-kitab suci yang diturunkan, Rasul-Rasul, dan hari kemudian.
2.      Akhlak al-Fadhilah atau akhlak yang mulia yaitu sifat-sifat yang dapat membersihkan jiwa dari sifat jelek dan jahat.
3.      Petunjuk dan ajakan untuk selalu mengamati dan memperhatikan.
4.      Kisah-kisah umat yang pernah baik secara individu atau kolektif. Sebagai I’tibar dan mau’izhoh.
5.      Ancaman dan janji-janji yang menyenangkan.
Menurut Syekh Muhammad al-Khudari Bik, kandungan Al-Qur’an dikelompokkan kepada:
1.      Hubungan antara Allah swt. Dengan para hamba-Nya meliputi, ibadah-ibadah yang pelaksanaannya tidak sah tanpa disertai dengan niat.
2.      Hubungan antara sesama hamba.
Menurut T.M Hasbi Ash-shiddiqy, menyebutkan kandungan Al-Qur’an meliputi:
1.      Hukum-hukum yang berkenaan dengan keimanan.
2.      Ajakan kepada manusia untuk memperhatikan dan menyelidiki keadaan hukum-hukum tentang hubungan Muslim dengan non-Muslim.
Sayid Muhammad Husein Thaba Thaba’i menyimpulkan bahwa al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam mengandung tiga hal pokok, demikian dikutip oleh Umar Shihab. Tiga hal pokok tersebut, yaitu: akidah, sebagai dasar Tauhid dasar-dasar ajaran etika, dan hukum syari’ah yang berkenaan dengan praktis manusia.
Imam al-Munawwir mengklasifikasikan kandungan al-Qur’an kepada dua kategori pokok, yaitu:
a.       Menurut petunjuk, berupa doktrin, kisah-kisah umat terdahulu dan mukjizat.
b.      Membuat misi perbaikan gi segenap aspejk hidup yang dibuat manusia untuk mencapai kebahagiaan sejati.
Syekh Abdul Wahab Khalaf, telah berusaha mengelompokan pokok-pokok kandungan al-Quran secara komprehensif dalam rangka memahami kandungan al-Quran secara lengkap dan utuh, pengelompokan beliau adalah sebagai berikut:
1.      Hukum-hukum tentang aqidah, yang berhubungan dengan hal-hal yang harus diyakini kebenaran dan keberadaannya oleh setiap mukallaf, seperti, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari kemudian.
2.      Hukum-hukum yang berkenaan dan perbuatan jiwa atau hati, yakni hal-hal yang harus dijadikan penghias diri bagi setiap mukallaf, berupa akhlak yang terpuji dan menghindari diri dari budi pekerti yang hina dan tercela.
3.      Hukum-hukum amaliyah yang terkait dengan aktifitas anggota badan yakni mengenai tindakan mukhalaf yang meliputi hal-hal seperti: ucapan, perbuatan, perjanjian, dan pengelompokan harta benda.
Selanjutnya hukum-hukum amliya tersebut dapat dikelompokkan kepada dua bagian, yaitu:
a.       Hukum-hukum tentang ibadah, seperti puasa, sholat, zakat, haji, nazar, sumpah, dan ibadah-ibadah lainnya yang mengatur hubungan manusia dengan Khaliqnya
b.      Hukum-hukum muamalah, seperti: perjanjian, pengelolaan harta, hukuman, jinayah, dan lain-lain di luar ibadah muamalah atau aturan-aturan yang terkait dengan hubungan manusia dengan sesamanya yang dilakukan secara individu ataukelompok, atau antarbangsa.
Ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum, disebut dengan ayat-ayat hokum. Quraish Shihab seorang ahli tafsir, menyebutkan bahwa al-Qur’an mempunyai tiga tujuan pokok, yaitu:
1.      Petunjuk akidah dan kepercayaan yang dianut manusia yang tersimpul dalam keimanan.
2.      Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerapkan norma-norma keagamaan dan susila.
3.      Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerapkan dasar-dasar hokum.
2.4  Kedudukan Al-Qur’an Sebagai Sumber Syari’at Islam
Al-Qur’an adalah firman Allah. Muncul dari zat-Nya dalam bentuk perkataan yang tidak dapat digambarkan. Diturunkan kepada Rasul-Nya dalam bentuk wahyu. Orang-orang mukmin mengimaninya dengan keimanan yang sebenar-benarnya. Mereka beriman tanpa keraguan, bahwa Al-Quran adalah firman Allah dengan sebenarnya.
 Allah subhanahu wa ta’ala memberikan sifat kepadanya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالذِّكْرِ لَمَّا جَاءهُمْ وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ . لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْه  وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ ِ
            Dan sesungguhnya Alquran itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji”. (Fushshilat: 41-42).
Di dalam ayat yang lain Allah juga menyifatinya dengan firman-Nya:

كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
“(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”. (Huud: 1).
Alquran ini diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan, menuju cahaya. Allah berfirman:

كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”. (Ibrahim: 1).
Kitab yang mulia ini mengungguli kitab-kitab samawi sebelumnya. Dan kedudukannya pun di atas kitab-kitab itu. Allah berfirman:

وَإِنَّهُ فِي أُمِّ الْكِتَابِ لَدَيْنَا لَعَلِيٌّ حَكِيمٌ
Dan sesungguhnya Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah”.(Az-Zukhruf: 4).
Sesungguhnya pembicaraan tentang Al Quran tidak akan ada habis-habisnya. Al Quranlah yang menganjurkan kaum muslimin untuk bersikap adil dan bermusyawarah, dan menanamkan kepada mereka kebencian terhadap kezaliman dan tindakan semena-mena. Syiar para pemeluknya adalah kekuatan iman, tidak sombong, solidaritas dan bersikap kasih sayang antara sesama mereka.
Sebagaimana disebutkan oleh Abdul Wahab Khallaf, bahwa kehujjahan Al-Qur’an itu terletak pada kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak ada keraguan atasnya. Dengan kata lain Al-Qur’an itu betul-betul datang dari Allah dan dinukil secara qat’iy (pasti). Oleh karena itu hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an merupakan aturan-aturan yang wajib diikuti oleh manusia sepanjang masa. Sebagai sumber ajaran Islam yang utama al-Qur’an diyakini berasal dari Allah dan mutlak benar. Keberadaan al Qur’an sangat dibutuhkan manusia.
Hanya Allah semata yang menetapkan syariat untuk para hambanya. Allah berfirman:

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik” (Al-An,am:57).

Syariat itu ditetapkan tiada lain kecuali hanya untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia, baik hikmah yang terkandung di dalamnya tampak atau pun tidak. Alquran adalah sumber pertama syariat.
Adapun sumber kedua adalah sunah, dan tidak ada perselisihan antara para ulama bahwa sunah merupakan hujah dalam syariat di samping Alquran. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(An-Nisaa,:59).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates