. PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Kacang tunggak berasal dari Afrika. Di Afrika Barat,
kacang tunggak dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. Penyebaran tanaman kacang
tunggak meluas ke Asia, diantaranya India dan Thailand. Kerabat dekat tanaman
kacang tunggak ditemukan pula di Abissinia, Eritrea, dan Somalia. Saat ini,
penanaman kacang tunggak meluas ke daerah-daerah tropis dan subtropis (Rukmana &
Oesman, 2000).
Kacang
tunggak yang dikenal pula sebagai kacang tolo atau kacang dadap sudah lama
ditanam di Indonesia, tetapi belum dibudidayakan secara luas dan belum
dijadikan komoditas komersial oleh petani. Masalah utama yang
dihadapi dalam pengembangan usaha tani kacang tunggak adalah sebagai berikut;
1) Belum adanya teknologi budidaya yang sesuai dengan kemampuan petani, 2)
Hambatan sosial, misalnya kebiasaan dan kurangnya informasi tentang kacang
tunggak, 3) Belum tersedianya pasar baik pasar lokal maupun pasar ekspor, 4)
Belum berkembangnya industri pertanian yang mengutamakan bahan baku kacang
tunggak (Rukmana & Oesman , 2000).
Kendala yang dihadapi dalam pengembangan
komoditas kacang tunggak di Indonesia adalah tingkat kompetisi dengan komoditas
lain dalam memperoleh lahan yang potensial/subur. Selain itu ketersediaan lahan
subur sudah sangat terbatas, sehingga perluasan areal harus dilakukan pada
lahan-lahan marginal, seperti gambut. yang memiliki sifat masam dan berkadar
hara rendah. Luas lahan masam di Indonesia mencapai 101, 519 juta hektar,
tetapi permasalahan dalam usaha tani di lahan masam berhubungan dengan tingkat
ketersediaan fosfat (P), toksisitas Aluminium (Al), Mn, Fe, serta kahat Ca, K
dan N (Rejeki, 2008).
perubahan pola konsumsi
dari karbihidarast tinggi menjadi berimbang komposisinya dengan penambahan
protein, mineral, dan vitamin menunjukkan bahawa perlu adanya penigkatan
produksi agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri serta permintaan
pasar dalam negeri.untuk mengatasai hal tersebut maka diperlukan suatu usaha
peningkatan produksi dengan melakukan sistem perbaikan teknik budidaya,
diantaranya dengan pengaturan jarak tanam serta pengggunaan varitas unggul (
Nurman et al., 2005).
Provinsi Riau merupakan wilayah yang memiliki lahan gambut yang terluas di
Sumatera yaitu 4.044 juta ha (56,1 % dari luas lahan gambut Sumatera
atau 45% dari luas daratan Provinsi Riau). Sebagian besar lahan gambut ini
tersebar di Kabupaten Indragiri Hilir, Bengkalis, Pelalawan, Siak dan Rokan
Hilir. Kandungan karbon tanah gambut di Riau tergolong yang paling tinggi di
seluruh Sumatera bahkan se-Asia Tenggara. Masyarakat di Riau umumnya
memanfaatkan lahan ini untuk ditanami kelapa, karet dan kelapa sawit (Kurniawan & Muslim, 2008).
Menurut Sagiman
( 2007), Gambut terbentuk dari timbunan bahan organik yang berasal dari dari
tumbuhan purba yang berlapis-lapis sehingga mencapai ketebalan > 40 cm.
Proses penimbunan dahan sisa tumbuhan ini berupa proses geogenik yang
berlansung dalam waktu yang sangat lama . Agus dan I Made (2008), lahan yang
dulunya dianggap sebagai lahan marjinal, menjadi salah satu perluasan lahan
pertanian. Pertanian gambut diharapkan dapat memberikan hasil yang memberi
kehidupan petani namun tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan dan kerugian
bagi masyarakat luas.
Berdasarkan
permasalahan yang telah dijelaskan maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul: “Perbedaan Jarak Tanam Terhadap Hasil Beberapa Varietas Kacang Tunggak (Vigna unguiculata (L.)).
1.2. Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan penelitian ini adalah:
1.
Mengetahui pengaruh
pengaturan jarak tanam
yang berbeda terhadap hasil beberapa varietas kacang tunggak.
2.
Mendapatkan persentase jarak tanam yang tepat dengan
hasil yang tetap tinggi.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat
penelitian ini adalah mendapatkan data mengenai pengaruh jarak tanam terhadap
hasil kacang tunggak.
1.4. Hipotesis
Hipotesis
penelitian ini adalah:
1. Penaturan jarak
tanam mempengaruhi hasil beberapa
varietas kacang tunggak.
2. Pada jarak tanam tertentu hasil kacang tunggak masih tetap tinggi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Botani
Kacang Tunggak
Kedudukan tanaman kacang
tunggak dalam tata nama taksonomi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom; Plantae, Divisi; Spermatophyta, Subdivisi; Angiospermae, Kelas;
Dicotyledoneae, Ordo; Rosales, Famili; Leguminoceae, Subfamili; Papilionidae,
Genus; Vigna,
Spesies; Vigna unguiculata (Fachruddin, 2000).
Fachruddin (2000) menyatakan
bahwa nama
lain dari kacang tunggak adalah kacang
tolo, southerna, bean, lubia, coupe, niebe, dan frijole. Ada dua jenis
kacang tunggak yang paling sering dibudidayakan, yakni: 1) Kacang tunggak yang
buahnya berkulit hijau atau berbiji persegi, 2) Kacang tunggak yang buahnya berujung merah dan
berbiji lebih bulat. Kacang tunggak jenis ini lebih dikenal sebagai kacang
dadap atau kacang tolo.
Tipe pertumbuhan kacang
tunggak umumnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu determinit dan indeterminit. Tipe
determinit adalah tipe tanaman yang ujung batangnya tidak melilit,
pembungaannya singkat, serempak dan pertumbuhannya berhenti setelah tanaman
berbunga, sedangkan tipe indeterminit ditandai dengan ujung batang yang
melilit, pembungaan berangsur-angsur dari pangkal kebagian pucuk, dan
pertumbuhannya berlanjut setelah berbunga (Trustinah, 1998).
Sistem perakaran kacang tunggak berupa akar tunggang
dengan akar-akar lateral yang berkembang baik. Perkembangan sistem perakaran
yang baik sangat diperlukan karena karakter tersebut merupakan salah satu
kriteria yang berhubungan dengan meningkatnya ketahanan terhadap kekeringan. Selain
sistem perakaran yang berkembang baik, kacang tunggak dikenal sebagai tanaman
kacang-kacangan yang efisien menggunakan nitrogen dari udara melalui
bakteri Rhizobium. Kacang tunggak
memiliki bintil akar yang besar berbentuk bulat seperti kacang kapri (Trustinah,
1998).
Batang
kacang tunggak terdiri dari beberapa buku, tiap buku tersebut menghasilkan satu
tangkai daun. Bunga terdapat pada batang utama ataupun pada cabang yang
jumlahnya dapat mencapai 15 buku, dengan jumlah buku subur pada setiap tanaman
dapat mencapai 5 sampai 10 buku subur. Berdasarkan posisi cabang primer
terhadap batang utama, dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yakni tipe tegak,
agak tegak atau menjalar. Tanaman kacang tunggak tergolong tanaman yang toleran
terhadap kekeringan dan sangat responsif terhadap pemberian air, sehingga pada
kondisi tanah yang subur dan ketersediaan air yang cukup, pertumbuhan
vegetatifnya menjadi sangat subur yang mengakibatkan hasil bijinya menjadi
rendah (Trustinah, 1998).
Daun
kacang tunggak terdiri atas tiga helaian daun (trifoliate) yang letaknya berseling. Daunnya berwarna hijau,
berbentuk oval (ovate) ataupun lanset
(lanseolate) dengan panjang daun
berkisar antara 6,5-16 cm dan lebar daun 4-10 cm, dengan panjang tangkai daun (ptiole) antara 5-15 cm. Bentuk daun
tersebut ditentukan berdasarkan perbandingan panjang dan lebar daun berkisar
antara 1,5-2 : 1 termasuk bentuk oval, dan bila perbandingannya 3-5 : 1 daunnya
berbentuk lanset. Bentuk daun lanset pada kacang tunggak adalah dominan
terhadap bentuk daun oval yang pewarisannya dikendalikan oleh gen dominan
tunggal (Trustinah, 1998).
Bunga kacang tunggak bertangkai panjang dengan 4-6
unit bunga, tersusun secara berseling dalam suksesi akropetal. Setiap unit
bunga merupakan bunga sederhana yang tersusun
dari 6-12 tunas bunga. Pembentukan bunga mulai dari tangkai bunga yang
posisinya paling rendah dan secara berurutan berlanjut pada tangkai berikutnya
dengan posisi yang lebih tinggi (Fachruddin,
2000).
Polong
kacang tunggak saat masih muda berwarna hijau muda atau hijau kelam dan setelah
tua polong tersebut berwarna krem, coklat, atau hitam, berukuran 8-10 x 0,8-1
cm, yang berisi 8 hingga 20 biji. Disamping beragam dalam warna dan ukuran,
polong kacang tunggak juga dapat dibedakan berdasarkan kekerasannya, yakni
polong keras seperti pada kacang hijau dan polong yang tidak keras seperti pada
polong kacang panjang yang liat setelah tua. Sudut antar polong juga bervariasi
ada yang sempit hingga lebar. Karakteristik polong yang demikian berhubungan
dengan ketahanan tanaman terhadap hama, terutama tanaman-tanaman dengan polong
yang keras dan sudut antar polong yang lebar lebih tahan terhadap hama
penggerek polong. Letak polong kacang tunggak bervariasi, ada yang tangkai
polongnya tidak panjang sehingga polong-polong yang terbentuk terletak di dalam
tanaman dan adapula yang tangkai polongnya panjang sehingga polong terlihat
diatas tanaman dengan posisi polong yang berdiri menghadap ke atas ataupun
menghadap ke bawah (Trustinah, 1998).
Biji
kacang tunggak bervariasi dalam ukuran, bentuk, ataupun warna (krem, coklat,
hitam, belang, dan merah) dengan panjang
biji berkisar antara 2-12 mm dan memiliki hilum berwarna putih yang dikelilingi
oleh cincin berwarna hitam dan berat
100 biji antara 10 hingga 25 g (Trustinah, 1998). Sedangkan Utomo dan Antarlina
(1998) menyatakan bahwa ukuran biji bervariasi, hal ini dapat dilihat dari
pengamatan berat 100 biji kacang tunggak yang bervariasi dari 8,74 – 13,73 g.
Sedangkan densitas biji bervariasi dari 1,09- 1,24 kg/l. Kacang tunggak
mengandung kulit biji sekitar 9 – 12%. Direktorat Gizi Depkes RI (1981) cit. Rukmana (2000) menyatakan bahwa
kacang tunggak mengandung gizi cukup tinggi yang komposisinya secara lengkap
dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel
2.1. Komposisi Kandungan
Gizi Kacang Tunggak tiap 100 g Biji
No.
|
Kandungan
gizi
|
Jumlah
Per 100 Gram Bahan
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
|
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Zat
Besi
Vitamin
A
Vitamin
B1
Vitamin
C
Air
|
342,00
kal
22,90
g
1,40
g
61,60
g
77,00
mg
449,00
mg
6,50
mg
30,00
SI
0,92
mg
2,00
mg
11,00
g
|
Sumber:
Direktorat Gizi Depkes RI (1981) cit.
Rukmana (2000)
Valenzuela et al., (2002) menyatakan bahwa
keuntungan–keuntungan yang didapat dari kacang tunggak adalah ; 1) Sangat baik
sebagai tanaman penutup tanah untuk menekan pertumbuhan gulma, dapat mencegah erosi,
dan menarik seranggga yang bermanfaat, 2)
Bagus untuk fiksasi nitrogen dari udara, menambah bahan organik dalam tanah dan
memperbaiki struktur tanah, 3)
Berguna untuk meningkatkan tersedianya fosfor dalam tanah, 4) Tahan terhadap panas
dan kekeringan, sedikit naungan, dan tanah yang kurang subur, 5) Pakan ternak yang
bagus, 6) Dimakan sebagai
sayur-sayuran, dan 7)Digunakan
dalam rotasi tanaman.
2.2.
Syarat Tumbuh
Kacang
tunggak dapat beradaptasi pada temperatur tinggi (20-350C). Produksinya tetap
baik pada berbagai kondisi tanah, dari tanah liat sampai tanah berpasir jika
memiliki drainase yang baik. Pertumbuhan terbaik terjadi pada kondisi tanah
dengan sedikit masam sampai sedikit basa (pH 5,5-8,3). Kacang tunggak sedikit
toleran terhadap garam tapi terkadang toleran terhadap kadar aluminium yang tinggi dalam
tanah. Seperti kebanyakan tanaman kacang-kacangan, kacang tunggak tidak tahan
pada kondisi jenuh air atau banjir
(Valenzuela
dan Smith, 2002). Kacang tunggak tidak tenggang terhadap genangan air, walaupun demikian
kacang tunggak cukup tenggang terhadap lingkungan tanah yang basah tetapi tidak
tergenang (Karsono, 1998). Kacang
tunggak dapat tumbuh dalam kondisi kelembaban yang ekstrim, dan juga cukup
toleran terhadap kekeringan. Kacang tunggak dapat tumbuh dengan baik pada curah
hujan lebih tinggi dari 600 mm/tahun, atau bila curah hujan lebih dari 600
mm/tahun harus diberi irigasi. Kacang tunggak tumbuh sepanjang tahun pada
ketinggian 333,33 meter
diatas permukaan laut (Valenzuela & Smith, 2002).
2.3. Jarak Tanam
Salah satu faktor yang
mendasari penentuan jarak tanam adalah varitas tanaman. Jarak tanam berbeda
pada setiap varitas mempunyai tipe pertumbuhan , umur panen, panjang perakaran
, dan sebagianya yang berbeda. menurut djamal (1992), jarak tanam umumnya akan
merubah sifat–sifat morfologi dari tanaman serta sifat-sifat agronomi lainnya.
Baik varitas yang berumur genjah maupun berumur dalam. Berubahnya populasi
tanaman per hektar akan menambah umur berbunga, tinggi tanaman dan sebagainya.
(sumarno 1986) Pengaturan jarak tanam merupakan salah satu cara untuk
menciptakn faktor – faktor yang dibutuhkan tanaman dapat tersedia secara merata
bagi setiap individu tanaman dan untuk
mengoptimasi faktor lingkungan yang tersedia ( Nurman et al., 2005).
Penanaman benih kacang
tunggak dapat dilakukan dengan cara disebar atau ditugal.hasil penelitian
balittan malang menunjukan bahwa penanaman dengan cara ditugal memberikan hasil
panen kacang tunggak yang lebih tinggi ari pada penanaman dengan cara disebar.
( dimasaditya, 2009).
Ada dua cara tanam yang
umum dilaksanakan yaitu cara tugal dan sebar. benih kacang tunggak dilahan
kering dapat ditaruh pada lubang tugal maupun disebar dengan jarak teratur pada
bekas alur bajak dengan jarak antara dua alur bajak tersebut sekitar 40 cm
sedangakn jarak antar benih dalam alur bajak sekitar 10-15 cm. sedangkan
pada lahan sawah dapat ditanam dengan
cara tugal pada jarak tanam 30 cm x 15-20 cm atau 40 cm x 15 -20 cm. jarak tanam
harus disesuaikan dengan kondisi lahan , tipe tanbaman (tugal dan sebar) dan
kesuburan tanah. Di IRRI telah dikembangkan mesin tanam yang cocok untuk sistem
tanpa olah tanah setelah padi yang disebut rolling injection planter(RIP). dengan
RIP ini efektivitas dan efisinesi Waktu lebih baik dibanding cara tugal
tradisional. Di filipna, pada lahan sawah untuk memanfaatkan kelembapan tanah
yang tersisa setelah padi, umumnya petani menyebar benih 10-15 hari sebelum
tanaman padi di panen. dengan cara ini, biji dapat tumbuh lebih baik walaupun
kebutuhan benih akan lebih banyak (Adisarwanto et al., 1998).
2.4.
Lahan Gambut
Tanah gambut merupakan
akumulasi sisa-sisa tanaman yang mengalami humifikasi lebih besar dari
minerallisasi pada kadar air yang berlebihan dan membentuk endapan-endapan yang
mengandung bahan organik dalam persentase (%) yang sangat tinggi. Lahan gambut
mempunyai kandungan bahan organik lebih besar dari 20 % atau mempunyai
ketebalan bahan organik lebih besar dari 50 cm ( Darmawi, cit., Fauzi, 2010).
Menurut (Agus & Subiksa, 2008) Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik
dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut
terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi
lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak
dijumpai di daerah rawa atau daerah cekungan yang drainasenya buruk. Lahan
gambut yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan disarankan pada gambut
dangkal (< 100 cm). Dasar pertimbangannya adalah gambut dangkal memiliki
tingkat kesuburan relatif lebih tinggi dan memiliki resiko lingkungan lebih
rendah dibandingkan gambut dalam. Lahan gambut dengan kedalaman 1,4-2,0 m
tergolong sesuai untuk ditanami berbagai jenis tanaman pangan.
Menurut
Soekardi dan Hidayat (1988) cit.,
Sagiman (2007), penyebaran gambut di Indonesia meliputi areal seluas 18.480 ribu
hektar, tersebar pada pulau-pulau besar Kalimantan, Sumatera, Papua serta
beberapa pulau Kecil. Dengan penyebaran seluas sekitar 18 juta ha maka luas
lahan gambut Indonesia menempati urutan ke-4 dari luas gambut dunia setelah
Kanada, Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Kalimantan Barat merupakan propinsi
yang memiliki luas lahan gambut terbesar di Indonesia yaitu seluas 4,61 juta
ha, diikuti oleh Kalimantan Tengah, Riau dan Kalimantan Selatan dengan luas
masing-masing 2,16 juta hektar, 1,70 juta hektar dan 1,48 juta hektar.
Lahan gambut di Indonesia pada umumnya
telah diusahakan sebagai lahan pertanian oleh penduduk lokal, bahkan
akhir-akhir ini pembukaan lahan gambut meningkat akibat kebutuhan untuk
ekstensifikasi usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan.
Selain itu, pemanfaatan gambut sebagai bahan amelioran juga banyak dilakukan,
khususnya untuk perbaikan teknologi budidaya pada tanah-tanah mineral. Namun
demikian, keberhasilan pemanfaatan gambut baik untuk usaha budidaya maupun
sebagai bahan ekstraksi masih jauh dari yang diharapkan, karena ada kendala
yang berasal dari sifat-sifat gambut bawaan (inherent properties) serta
paket teknologi reklamasi yang diterapkan belum memadai. (Driessen dan Suhardjo
cit., Handayani, 2004).
Menurut Hidayat (2001) cit., simanjuntak (2007), Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi
kendala dalam pemanfaatan lahan gambut adalah dengan pemberian kapur pertanian.
Pengapuran pada lahan gambut membantu akumulasi nitrogen, meningkatkan kejenuhan
basa, pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Perbaikan drainase dan aplikasi kapur
dalam bentuk dolomit untuk meningkatkan pH tanah, akan mempercepat proses
minerallisasi dan ketersediaan hara pada tanah gambut.
III.
BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di
lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. H.R. Soebrantas Km 15,5
Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru. Penelitian akan
dilaksanakan dari bulan
Juni sampai Agustus 2012.
3.2. Bahan
dan Alat
Bahan – bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah benih kacang tunggak varietas KT7, varietas KT8, dan
varietas KT9 (Deskripsi varietas dapat dilihat pada lampiran 1, tanah sebagai
media tanam.
Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, timbangan, parang,
gembor, meteran, kamera dan alat tulis.
3.3. Metode Penelitan
Penelitian ini menggunakan Rancangan
acak kelompok (RAK).percobaan ini terdiri dari 2 faktorial
dengan 3 ulangan.
faktor 1: jarak tanam (J)
terdiri dari 2 perlakuan yaitu
J1
= 30 x 20 cm
J2
= 40 x 15 cm.
Factor 2
= varietas Kacang
Tunggak (v)
terdiri dari 3perlakuan
V1
= varietas KT7
V2
= varietas KT8
V3
= varitas KT9
Jadi, kombinasi kedua faktor tersebut adalah: V1J1, V1J2,
V2J1,V2J2, V3J1,
V3J2 terdapat 6 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan
sehingga didapat 18 kombinasi perlakuan.
Tabel: 3.1 kombinasi perlakuan
Perlakuan
|
J1
|
J2
|
Varietas 7
|
V7J1
|
V7J2
|
Varietas 8
|
V8J1
|
V8J2
|
Varietas 9
|
V9J1
|
V9J2
|
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1.
Persiapan Lahan
Lahan merupakan tempat atau area yang akan digunakan
sebagai tempat penelitian. Sebelum digunakan lahan terlebih dahulu dibersihkan
dari gulma dan sisa-sisa tanaman kemudian dilakaukan pembalikan tanah. Dan
pembuatan bedengan dengan ukuran 1.5 x 2.8 m. Persiapan lahan dilakukan 2
minggu sebelum tanam.
3.4.2.
Penanaman
Sebelum penanaman dilakukan, benih
diseleksi terlebih dahulu yaitu dengan memilih ukuran biji yang relatif sama.
Selanjutnya benih tersebut ditanam pada bedeng
yang telah disiapkan dengan lubang
tanam sedalam 2-3 cm sebanyak 3-5 benih per lubang tanam. Setelah itu lubang
tanam ditutup dan diratakan kembali.
3.4.3. Pemeliharaan
a.
Penyiraman
Penyiraman
dilakukan sesuai dengan kebutuhan
tanaman dengan menggunakan gembor.
b.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan setiap ada
gulma yang tumbuh disekitar tanaman atau area penelitian untuk menghindari persaingan
dan tempat inang hama penyakit. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut
tanaman gulma yang tumbuh di
dalam
polybag. Sedangkan gulma yang tumbuh
di luar
polybag, yaitu di sekitar area penelitian
dilakukan dengan mencabut atau dengan menggaru menggunakan cangkul.
c.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan insektisida atau fungisida, sesuai dengan jenis hama
penyakit yang menyerang tanaman di lapang.
3.5.7. Panen
Kacang tunggak dipanen apabila 85-90% polong telah
kering dan berwarna coklat. Polong hasil panenan harus secepatnya dijemur
kemudian dilakukan pembijian.
3.5. Parameter
Pengamatan
Pengamatan tanaman kacang terdiri dari:
a.
Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal
batang hingga titik tumbuh tanaman dengan menggunakan meteran. Pengukuran
tinggi tanaman dilakukan pada saat panen.
b.
Umur Panen (hari)
Umur panen
kacang tunggak dihitung mulai dari penanaman benih sampai tanaman siap dipanen.
c.
Jumlah Polong per Tanaman
(polong)
Pengamatan dilakukan
dengan menghitung setiap polong yang terbentuk pada setiap tanaman. Pengamatan
dilakukan pada saat panen.
d.
Jumlah Biji per Polong
Pengamatan dilakukan
pada saat panen, yaitu dengan menghitung jumlah biji yang bernas dari setiap
polong yang tebentuk pada tanaman.
e.
Bobot Biji Kering (gram)
Hasil biji kering diperoleh dengan
mengeringkan biji dibawah sinar matahari selama 5-7 hari penjemuran
bersama-sama dengan polongnya,
sampai diperoleh berat yang konstan.
f.
Bobot 100 Biji (gram)
Pengamatan
ini dilakukan dengan menimbang 100 biji kacang tunggak dari setiap unit percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F.
Dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan gambut: potensi untuk pertanian dan aspek
lingkungan. Balai penelitian tanah dan word agroforestry centre(ICRAF). Bogor.
36 hal.
Buckman, H.O.
dan N. C. Brady. 1982. Ilmu Tanah.
Alih Bahasa oleh Soegiman. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. 788 hal.
Cipungahelo, G.
S., A. Ngereza,. Kawamala. dan Kwileka.
2007. Effects of light regimes on different crops, sweet potato (Ipomoea batatas L. Lam), cowpea
(Vigna unguiculata L. Walp), and pineapple
(Ananas comosus L. Merr). African Crop Science Conference Proccedings, 8:
467-471
Dayatilake, G.
A., S. Subasinghe. dan R. Senaratne.
2000. N Fixation and N transfer in maize/cowpea
and sorghum/cowpea
intercropping systems as determined by 15N isotope dilution
technique. Tropical Agricultural Research
and extension,
3(1):46-49
Dimasaditya.
2009. Budidaya Kacang Tunggak.www.google.com Diakses tanggal 11/05/2012 19:46.
Fachruddin, L.
2000. Budi Daya Kacang-kacangan. Kanisius: Yogyakarta. 116 hal.
Fauzi. 2010. Uji
Beberapa Jenis Microorganisme Selulolitik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Kedelai (Glycine max L.) di Lahan
Gambut. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Riau. Pekanbaru. 35 Hal.
Handayani,
I.P. 2004. Studi Pemanfaatan Gambut
Asal Sumatera: Tinjauan Fungsi Gambut Sebagai Bahan Ekstraktif, Media
Budidaya dan Peranannya Dalam
Retensi Carbon. Jurnal Ilmiah.
Wetlands International. Bogor. Hal. 219-232.
Kurniawan, S. dan Muslim. 2008. Fakta Hutan dan Kebakaran Riau 2002-2007. Jaringan Kerja Penyelamat
Hutan Riau. Riau-Indonesia. 17 hal
Karsono, S.
1998. Ekologi dan Daerah Pengembangan Kacang Tunggak di Indonesia. In: Kacang Tunggak. Monograf BALITKABI
no.3. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 59-72
Mattjik, A. A.
dan I. M. Sumertajaya. 2002. Rancangan
Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Pres. Bogor. 276 hal.
Maurice, G.,
Albert, N., Isidore, T.
and Francois, A. A. 2010. Altering the time of
intercroping cowpea (Vigna unguiculata
(L.) Walp.) relative to maize (Zea mays
L.): A food production strategy to incresase crop yield attributes in Adamawa-Cameroon.
World Journal Agricultural Sciences, 6(5):473-479.
Nurman,
kaimuddin dan yusran. 2005. Pertumbuhan dan produksi tiga kultivar kacang tanah
pada berbagai jarak tanam. Jurnal
agrivigor 4 (3):164-172.
Rukmana, R.
dan Y.Y. Oesman. 2000. Kacang Tunggak.
Kanisius Yogyakarta. 47 hal.
Rejeki, A.S.
2008. Toleransi Plasma Nutfah Kacang Tunggak (Vigna
unguiculata (L.) Terhadap Cekaman Almunium. skripsi. Fakultas Brawijaya.
Malang. 68.
Segiman, S.2007. Pemanfaatan Lahan Gambut dengan
perpektif pertanian Berkelanjutan. Orasi Ilmiah. Guru Besar tetap Ilmu
kesuburan Tanah Fakultas Pertanian. Universitas Tanjungpura. Pontianak. 32 hal.
Simanjuntak, N.B.L. 2007. Respon Tanaman
kedelai (Glycine max (L) meril) Terhadap Perbedaan Dosis Berbagai
Jenis Kapur di Tanah Gambut. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Riau. Pekanbaru. 41 Hal.
Suhartina, 2005.
Deskripsi Varitas Unggul Kacang- Kacangan dan Umbi-Umbian. BALITKABI,
Malang.156 hal
Trustinah. 1998.
Biologi Kacang Tunggak. In: Kacang
Tunggak. Monograf BALITKABI no.3. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan
Umbi-umbian. Malang, 1-19
Utomo, J.
S. dan S.S. Antarlina. 1998. Teknologi
Pengolahan dan Produk-produk Kacang
Tunggak. In: Kacang Tunggak. Monograf
BALITKABI no. 3. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan
Umbi-umbian.Malang. 120-138
Valenzuela,
H. dan J. Smith.
2002. Cowpea. College of Agriculture
and Human Resources University of Hawai’I at
Manoa.
Lampiran 1. Deskripsi Tanaman
Kacang Tunggak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar