Social Icons

Kamis, 19 Desember 2013

Perbedaan Jarak Tanam Terhadap Hasil Beberapa Varietas Kacang Tunggak (Vigna unguiculata (L.)).

. PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
            Kacang tunggak berasal dari Afrika. Di Afrika Barat, kacang tunggak dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. Penyebaran tanaman kacang tunggak meluas ke Asia, diantaranya India dan Thailand. Kerabat dekat tanaman kacang tunggak ditemukan pula di Abissinia, Eritrea, dan Somalia. Saat ini, penanaman kacang tunggak meluas ke daerah-daerah tropis dan subtropis (Rukmana & Oesman, 2000).
            Kacang tunggak yang dikenal pula sebagai kacang tolo atau kacang dadap sudah lama ditanam di Indonesia, tetapi belum dibudidayakan secara luas dan belum dijadikan komoditas komersial oleh petani. Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan usaha tani kacang tunggak adalah sebagai berikut; 1) Belum adanya teknologi budidaya yang sesuai dengan kemampuan petani, 2) Hambatan sosial, misalnya kebiasaan dan kurangnya informasi tentang kacang tunggak, 3) Belum tersedianya pasar baik pasar lokal maupun pasar ekspor, 4) Belum berkembangnya industri pertanian yang mengutamakan bahan baku kacang tunggak (Rukmana & Oesman , 2000).
Kendala yang dihadapi dalam pengembangan komoditas kacang tunggak di Indonesia adalah tingkat kompetisi dengan komoditas lain dalam memperoleh lahan yang potensial/subur. Selain itu ketersediaan lahan subur sudah sangat terbatas, sehingga perluasan areal harus dilakukan pada lahan-lahan marginal, seperti gambut. yang memiliki sifat masam dan berkadar hara rendah. Luas lahan masam di Indonesia mencapai 101, 519 juta hektar, tetapi permasalahan dalam usaha tani di lahan masam berhubungan dengan tingkat ketersediaan fosfat (P), toksisitas Aluminium (Al), Mn, Fe, serta kahat Ca, K dan N (Rejeki, 2008).
perubahan pola konsumsi dari karbihidarast tinggi menjadi berimbang komposisinya dengan penambahan protein, mineral, dan vitamin menunjukkan bahawa perlu adanya penigkatan produksi agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri serta permintaan pasar dalam negeri.untuk mengatasai hal tersebut maka diperlukan suatu usaha peningkatan produksi dengan melakukan sistem perbaikan teknik budidaya, diantaranya dengan pengaturan jarak tanam serta pengggunaan varitas unggul ( Nurman et al., 2005).
Provinsi Riau merupakan wilayah yang memiliki lahan gambut yang terluas di Sumatera yaitu 4.044 juta ha (56,1 % dari luas lahan gambut Sumatera atau 45% dari luas daratan Provinsi Riau). Sebagian besar lahan gambut ini tersebar di Kabupaten Indragiri Hilir, Bengkalis, Pelalawan, Siak dan Rokan Hilir. Kandungan karbon tanah gambut di Riau tergolong yang paling tinggi di seluruh Sumatera bahkan se-Asia Tenggara. Masyarakat di Riau umumnya memanfaatkan lahan ini untuk ditanami kelapa, karet dan kelapa sawit  (Kurniawan & Muslim, 2008). 
Menurut Sagiman ( 2007), Gambut terbentuk dari timbunan bahan organik yang berasal dari dari tumbuhan purba yang berlapis-lapis sehingga mencapai ketebalan > 40 cm. Proses penimbunan dahan sisa tumbuhan ini berupa proses geogenik yang berlansung dalam waktu yang sangat lama . Agus dan I Made (2008), lahan yang dulunya dianggap sebagai lahan marjinal, menjadi salah satu perluasan lahan pertanian. Pertanian gambut diharapkan dapat memberikan hasil yang memberi kehidupan petani namun tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan dan kerugian bagi masyarakat luas.
            Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Perbedaan Jarak Tanam Terhadap Hasil Beberapa Varietas Kacang Tunggak (Vigna unguiculata (L.)).

1.2.      Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1.                  Mengetahui pengaruh pengaturan jarak tanam yang berbeda terhadap hasil beberapa varietas kacang tunggak.
2.                  Mendapatkan persentase jarak tanam yang tepat dengan hasil yang tetap tinggi.

1.3.       Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan data mengenai pengaruh jarak tanam terhadap hasil kacang tunggak.
1.4.      Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1.         Penaturan jarak tanam mempengaruhi hasil beberapa varietas kacang tunggak.
2.         Pada jarak tanam tertentu hasil kacang tunggak masih tetap tinggi.



II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.            Botani Kacang Tunggak
Kedudukan tanaman kacang tunggak dalam tata nama taksonomi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom; Plantae, Divisi; Spermatophyta, Subdivisi; Angiospermae, Kelas; Dicotyledoneae, Ordo; Rosales, Famili; Leguminoceae, Subfamili; Papilionidae, Genus; Vigna, Spesies; Vigna unguiculata (Fachruddin, 2000).
Fachruddin (2000) menyatakan bahwa nama lain dari kacang tunggak adalah kacang tolo, southerna, bean, lubia, coupe, niebe, dan frijole. Ada dua jenis kacang tunggak yang paling sering dibudidayakan, yakni: 1) Kacang tunggak yang buahnya berkulit hijau atau berbiji persegi, 2) Kacang tunggak yang buahnya berujung merah dan berbiji lebih bulat. Kacang tunggak jenis ini lebih dikenal sebagai kacang dadap atau kacang tolo.
Tipe pertumbuhan kacang tunggak umumnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu determinit dan indeterminit. Tipe determinit adalah tipe tanaman yang ujung batangnya tidak melilit, pembungaannya singkat, serempak dan pertumbuhannya berhenti setelah tanaman berbunga, sedangkan tipe indeterminit ditandai dengan ujung batang yang melilit, pembungaan berangsur-angsur dari pangkal kebagian pucuk, dan pertumbuhannya berlanjut setelah berbunga (Trustinah, 1998).
Sistem perakaran kacang tunggak berupa akar tunggang dengan akar-akar lateral yang berkembang baik. Perkembangan sistem perakaran yang baik sangat diperlukan karena karakter tersebut merupakan salah satu kriteria yang berhubungan dengan meningkatnya ketahanan terhadap kekeringan. Selain sistem perakaran yang berkembang baik, kacang tunggak dikenal sebagai tanaman kacang-kacangan yang efisien menggunakan nitrogen dari udara melalui bakteri Rhizobium. Kacang tunggak memiliki bintil akar yang besar berbentuk bulat seperti kacang kapri (Trustinah, 1998).
Batang kacang tunggak terdiri dari beberapa buku, tiap buku tersebut menghasilkan satu tangkai daun. Bunga terdapat pada batang utama ataupun pada cabang yang jumlahnya dapat mencapai 15 buku, dengan jumlah buku subur pada setiap tanaman dapat mencapai 5 sampai 10 buku subur. Berdasarkan posisi cabang primer terhadap batang utama, dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yakni tipe tegak, agak tegak atau menjalar. Tanaman kacang tunggak tergolong tanaman yang toleran terhadap kekeringan dan sangat responsif terhadap pemberian air, sehingga pada kondisi tanah yang subur dan ketersediaan air yang cukup, pertumbuhan vegetatifnya menjadi sangat subur yang mengakibatkan hasil bijinya menjadi rendah (Trustinah, 1998).
            Daun kacang tunggak terdiri atas tiga helaian daun (trifoliate) yang letaknya berseling. Daunnya berwarna hijau, berbentuk oval (ovate) ataupun lanset (lanseolate) dengan panjang daun berkisar antara 6,5-16 cm dan lebar daun 4-10 cm, dengan panjang tangkai daun (ptiole) antara 5-15 cm. Bentuk daun tersebut ditentukan berdasarkan perbandingan panjang dan lebar daun berkisar antara 1,5-2 : 1 termasuk bentuk oval, dan bila perbandingannya 3-5 : 1 daunnya berbentuk lanset. Bentuk daun lanset pada kacang tunggak adalah dominan terhadap bentuk daun oval yang pewarisannya dikendalikan oleh gen dominan tunggal (Trustinah, 1998).
Bunga kacang tunggak bertangkai panjang dengan 4-6 unit bunga, tersusun secara berseling dalam suksesi akropetal. Setiap unit bunga merupakan bunga  sederhana yang tersusun dari 6-12 tunas bunga. Pembentukan bunga mulai dari tangkai bunga yang posisinya paling rendah dan secara berurutan berlanjut pada tangkai berikutnya dengan posisi yang lebih tinggi (Fachruddin, 2000).
Polong kacang tunggak saat masih muda berwarna hijau muda atau hijau kelam dan setelah tua polong tersebut berwarna krem, coklat, atau hitam, berukuran 8-10 x 0,8-1 cm, yang berisi 8 hingga 20 biji. Disamping beragam dalam warna dan ukuran, polong kacang tunggak juga dapat dibedakan berdasarkan kekerasannya, yakni polong keras seperti pada kacang hijau dan polong yang tidak keras seperti pada polong kacang panjang yang liat setelah tua. Sudut antar polong juga bervariasi ada yang sempit hingga lebar. Karakteristik polong yang demikian berhubungan dengan ketahanan tanaman terhadap hama, terutama tanaman-tanaman dengan polong yang keras dan sudut antar polong yang lebar lebih tahan terhadap hama penggerek polong. Letak polong kacang tunggak bervariasi, ada yang tangkai polongnya tidak panjang sehingga polong-polong yang terbentuk terletak di dalam tanaman dan adapula yang tangkai polongnya panjang sehingga polong terlihat diatas tanaman dengan posisi polong yang berdiri menghadap ke atas ataupun menghadap ke bawah (Trustinah, 1998).
Biji kacang tunggak bervariasi dalam ukuran, bentuk, ataupun warna (krem, coklat, hitam, belang, dan merah) dengan panjang biji berkisar antara 2-12 mm dan memiliki hilum berwarna putih yang dikelilingi oleh cincin berwarna hitam dan berat 100 biji antara 10 hingga 25 g (Trustinah, 1998). Sedangkan Utomo dan Antarlina (1998) menyatakan bahwa ukuran biji bervariasi, hal ini dapat dilihat dari pengamatan berat 100 biji kacang tunggak yang bervariasi dari 8,74 – 13,73 g. Sedangkan densitas biji bervariasi dari 1,09- 1,24 kg/l. Kacang tunggak mengandung kulit biji sekitar 9 – 12%. Direktorat Gizi Depkes RI (1981) cit. Rukmana (2000) menyatakan bahwa kacang tunggak mengandung gizi cukup tinggi yang komposisinya secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi Kandungan Gizi Kacang Tunggak tiap 100 g Biji                  
No.
Kandungan gizi
Jumlah Per 100 Gram Bahan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Zat Besi
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
Air
342,00 kal
22,90 g
1,40 g
61,60 g
77,00 mg
449,00 mg
6,50 mg
30,00 SI
0,92 mg
2,00 mg
11,00 g
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1981) cit. Rukmana (2000) 
Valenzuela et al., (2002) menyatakan bahwa keuntungan–keuntungan yang didapat dari kacang tunggak adalah ; 1) Sangat baik sebagai tanaman penutup tanah untuk menekan pertumbuhan gulma, dapat mencegah erosi, dan menarik seranggga yang bermanfaat, 2) Bagus untuk fiksasi nitrogen dari udara, menambah bahan organik dalam tanah dan memperbaiki struktur tanah, 3) Berguna untuk meningkatkan tersedianya fosfor dalam tanah, 4) Tahan terhadap panas dan kekeringan, sedikit naungan, dan tanah yang kurang subur, 5) Pakan ternak yang bagus, 6) Dimakan sebagai sayur-sayuran, dan 7)Digunakan dalam rotasi tanaman.

2.2.            Syarat Tumbuh
Kacang tunggak dapat beradaptasi pada temperatur tinggi (20-350C). Produksinya tetap baik pada berbagai kondisi tanah, dari tanah liat sampai tanah berpasir jika memiliki drainase yang baik. Pertumbuhan terbaik terjadi pada kondisi tanah dengan sedikit masam sampai sedikit basa (pH 5,5-8,3). Kacang tunggak sedikit toleran terhadap garam tapi terkadang toleran terhadap kadar aluminium yang tinggi dalam tanah. Seperti kebanyakan tanaman kacang-kacangan, kacang tunggak tidak tahan pada kondisi jenuh air atau banjir (Valenzuela dan Smith, 2002). Kacang tunggak tidak tenggang terhadap genangan air, walaupun demikian kacang tunggak cukup tenggang terhadap lingkungan tanah yang basah tetapi tidak tergenang (Karsono, 1998). Kacang tunggak dapat tumbuh dalam kondisi kelembaban yang ekstrim, dan juga cukup toleran terhadap kekeringan. Kacang tunggak dapat tumbuh dengan baik pada curah hujan lebih tinggi dari 600 mm/tahun, atau bila curah hujan lebih dari 600 mm/tahun harus diberi irigasi. Kacang tunggak tumbuh sepanjang tahun pada ketinggian 333,33 meter diatas permukaan laut (Valenzuela & Smith, 2002).

2.3. Jarak Tanam
Salah satu faktor yang mendasari penentuan jarak tanam adalah varitas tanaman. Jarak tanam berbeda pada setiap varitas mempunyai tipe pertumbuhan , umur panen, panjang perakaran , dan sebagianya yang berbeda. menurut djamal (1992), jarak tanam umumnya akan merubah sifat–sifat morfologi dari tanaman serta sifat-sifat agronomi lainnya. Baik varitas yang berumur genjah maupun berumur dalam. Berubahnya populasi tanaman per hektar akan menambah umur berbunga, tinggi tanaman dan sebagainya. (sumarno 1986) Pengaturan jarak tanam merupakan salah satu cara untuk menciptakn faktor – faktor yang dibutuhkan tanaman dapat tersedia secara merata bagi setiap individu tanaman  dan untuk mengoptimasi faktor lingkungan yang tersedia ( Nurman et al., 2005).
Penanaman benih kacang tunggak dapat dilakukan dengan cara disebar atau ditugal.hasil penelitian balittan malang menunjukan bahwa penanaman dengan cara ditugal memberikan hasil panen kacang tunggak yang lebih tinggi ari pada penanaman dengan cara disebar. ( dimasaditya, 2009).
Ada dua cara tanam yang umum dilaksanakan yaitu cara tugal dan sebar. benih kacang tunggak dilahan kering dapat ditaruh pada lubang tugal maupun disebar dengan jarak teratur pada bekas alur bajak dengan jarak antara dua alur bajak tersebut sekitar 40 cm sedangakn jarak antar benih dalam alur bajak sekitar 10-15 cm. sedangkan pada  lahan sawah dapat ditanam dengan cara tugal pada jarak tanam 30 cm x 15-20 cm atau 40 cm x 15 -20 cm. jarak tanam harus disesuaikan dengan kondisi lahan , tipe tanbaman (tugal dan sebar) dan kesuburan tanah. Di IRRI telah dikembangkan mesin tanam yang cocok untuk sistem tanpa olah tanah setelah padi yang disebut rolling injection planter(RIP). dengan RIP ini efektivitas dan efisinesi Waktu lebih baik dibanding cara tugal tradisional. Di filipna, pada lahan sawah untuk memanfaatkan kelembapan tanah yang tersisa setelah padi, umumnya petani menyebar benih 10-15 hari sebelum tanaman padi di panen. dengan cara ini, biji dapat tumbuh lebih baik walaupun kebutuhan benih akan lebih banyak (Adisarwanto et al.,  1998).

2.4. Lahan Gambut
Tanah gambut merupakan akumulasi sisa-sisa tanaman yang mengalami humifikasi lebih besar dari minerallisasi pada kadar air yang berlebihan dan membentuk endapan-endapan yang mengandung bahan organik dalam persentase (%) yang sangat tinggi. Lahan gambut mempunyai kandungan bahan organik lebih besar dari 20 % atau mempunyai ketebalan bahan organik lebih besar dari 50 cm ( Darmawi, cit., Fauzi, 2010). Menurut (Agus & Subiksa, 2008) Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa atau daerah cekungan yang drainasenya buruk. Lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan disarankan pada gambut dangkal (< 100 cm). Dasar pertimbangannya adalah gambut dangkal memiliki tingkat kesuburan relatif lebih tinggi dan memiliki resiko lingkungan lebih rendah dibandingkan gambut dalam. Lahan gambut dengan kedalaman 1,4-2,0 m tergolong sesuai untuk ditanami berbagai jenis tanaman pangan.
Menurut Soekardi dan Hidayat (1988) cit., Sagiman (2007), penyebaran gambut di Indonesia meliputi areal seluas 18.480 ribu hektar, tersebar pada pulau-pulau besar Kalimantan, Sumatera, Papua serta beberapa pulau Kecil. Dengan penyebaran seluas sekitar 18 juta ha maka luas lahan gambut Indonesia menempati urutan ke-4 dari luas gambut dunia setelah Kanada, Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Kalimantan Barat merupakan propinsi yang memiliki luas lahan gambut terbesar di Indonesia yaitu seluas 4,61 juta ha, diikuti oleh Kalimantan Tengah, Riau dan Kalimantan Selatan dengan luas masing-masing 2,16 juta hektar, 1,70 juta hektar dan 1,48 juta hektar.
Lahan gambut di Indonesia pada umumnya telah diusahakan sebagai lahan pertanian oleh penduduk lokal, bahkan akhir-akhir ini pembukaan lahan gambut meningkat akibat kebutuhan untuk ekstensifikasi usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Selain itu, pemanfaatan gambut sebagai bahan amelioran juga banyak dilakukan, khususnya untuk perbaikan teknologi budidaya pada tanah-tanah mineral. Namun demikian, keberhasilan pemanfaatan gambut baik untuk usaha budidaya maupun sebagai bahan ekstraksi masih jauh dari yang diharapkan, karena ada kendala yang berasal dari sifat-sifat gambut bawaan (inherent properties) serta paket teknologi reklamasi yang diterapkan belum memadai. (Driessen dan Suhardjo cit., Handayani, 2004).
            Menurut Hidayat (2001) cit., simanjuntak (2007),  Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi kendala dalam pemanfaatan lahan gambut adalah dengan pemberian kapur pertanian. Pengapuran pada lahan gambut membantu akumulasi nitrogen, meningkatkan kejenuhan basa, pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Perbaikan drainase dan aplikasi kapur dalam bentuk dolomit untuk meningkatkan pH tanah, akan mempercepat proses minerallisasi dan ketersediaan hara pada tanah gambut.

III. BAHAN DAN METODE

3.1.      Tempat dan Waktu Penelitian
            Penelitian akan dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. H.R. Soebrantas Km 15,5 Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru. Penelitian akan dilaksanakan dari bulan Juni  sampai Agustus 2012.

3.2.      Bahan dan Alat
            Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang tunggak varietas KT7, varietas KT8, dan varietas KT9 (Deskripsi varietas dapat dilihat pada lampiran 1, tanah sebagai media tanam.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, timbangan, parang, gembor, meteran,  kamera dan alat tulis.

3.3.      Metode Penelitan
            Penelitian ini menggunakan Rancangan acak kelompok (RAK).percobaan ini terdiri dari 2 faktorial dengan 3 ulangan.
faktor 1: jarak tanam (J) terdiri dari 2 perlakuan yaitu
J1 =  30 x 20 cm  
J2 =  40 x 15 cm.
Factor 2 = varietas Kacang Tunggak (v) terdiri dari 3perlakuan
V1 = varietas KT7
V2 = varietas KT8
V3 = varitas KT9  
Jadi, kombinasi kedua faktor tersebut adalah: V1J1, V1J2, V2J1,V2J2, V3J1, V3J2 terdapat 6 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan sehingga didapat 18 kombinasi perlakuan.

Tabel: 3.1 kombinasi perlakuan
Perlakuan
J1
J2
Varietas 7
V7J1
V7J2
Varietas 8
V8J1
V8J2
Varietas 9
V9J1
V9J2

3.4.      Pelaksanaan Penelitian
3.4.1.      Persiapan Lahan
Lahan merupakan tempat atau area yang akan digunakan sebagai tempat penelitian. Sebelum digunakan lahan terlebih dahulu dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa tanaman kemudian dilakaukan pembalikan tanah. Dan pembuatan bedengan dengan ukuran 1.5 x 2.8 m. Persiapan lahan dilakukan 2 minggu sebelum tanam.

3.4.2.      Penanaman
Sebelum penanaman dilakukan, benih diseleksi terlebih dahulu yaitu dengan memilih ukuran biji yang relatif sama. Selanjutnya benih tersebut ditanam pada bedeng  yang telah disiapkan dengan lubang tanam sedalam 2-3 cm sebanyak 3-5 benih per lubang tanam. Setelah itu lubang tanam ditutup dan diratakan kembali.

3.4.3.      Pemeliharaan
a.                  Penyiraman
Penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman dengan menggunakan gembor.
b.                  Penyiangan
            Penyiangan dilakukan setiap ada gulma yang tumbuh disekitar tanaman atau area penelitian untuk menghindari persaingan dan tempat inang hama penyakit. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut tanaman gulma yang tumbuh di dalam polybag. Sedangkan gulma yang tumbuh di luar polybag, yaitu di sekitar area penelitian dilakukan dengan mencabut atau dengan menggaru menggunakan cangkul.
c.                   Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan insektisida atau fungisida, sesuai dengan jenis hama penyakit yang menyerang tanaman di lapang.

3.5.7.   Panen
Kacang tunggak dipanen apabila 85-90% polong telah kering dan berwarna coklat. Polong hasil panenan harus secepatnya dijemur kemudian dilakukan pembijian.

3.5.      Parameter Pengamatan
Pengamatan tanaman kacang terdiri dari:
a.                   Tinggi Tanaman  (cm)
            Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada saat panen.
b.                  Umur Panen (hari)
Umur panen kacang tunggak dihitung mulai dari penanaman benih sampai tanaman siap dipanen.
c.                  Jumlah Polong per Tanaman (polong)
Pengamatan dilakukan dengan menghitung setiap polong yang terbentuk pada setiap tanaman. Pengamatan dilakukan pada saat panen.
d.                 Jumlah Biji per Polong
Pengamatan dilakukan pada saat panen, yaitu dengan menghitung jumlah biji yang bernas dari setiap polong yang tebentuk pada tanaman.
e.                  Bobot Biji Kering (gram)
Hasil biji kering diperoleh dengan mengeringkan biji dibawah sinar matahari selama 5-7 hari penjemuran bersama-sama dengan polongnya, sampai diperoleh berat yang konstan.
f.                   Bobot 100 Biji (gram)
Pengamatan ini dilakukan dengan menimbang 100 biji kacang tunggak dari setiap unit percobaan.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. Dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan gambut: potensi untuk pertanian dan aspek lingkungan. Balai penelitian tanah dan word agroforestry centre(ICRAF). Bogor. 36 hal.

Buckman, H.O. dan N. C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Alih Bahasa oleh Soegiman. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. 788 hal.

Cipungahelo, G. S., A. Ngereza,. Kawamala. dan Kwileka. 2007. Effects of light regimes on different crops, sweet potato (Ipomoea batatas L. Lam), cowpea (Vigna unguiculata L. Walp), and pineapple (Ananas comosus L. Merr). African Crop Science Conference Proccedings, 8: 467-471

Dayatilake, G. A., S. Subasinghe. dan R. Senaratne. 2000. N Fixation and N transfer in maize/cowpea and sorghum/cowpea intercropping systems as determined by 15N isotope dilution technique. Tropical Agricultural Research and extension, 3(1):46-49

Dimasaditya. 2009. Budidaya Kacang Tunggak.www.google.com Diakses tanggal 11/05/2012 19:46.

Fachruddin, L. 2000. Budi Daya Kacang-kacangan. Kanisius: Yogyakarta. 116 hal.

Fauzi. 2010. Uji Beberapa Jenis Microorganisme Selulolitik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L.) di Lahan Gambut. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Riau. Pekanbaru. 35 Hal.

Handayani, I.P. 2004. Studi Pemanfaatan Gambut Asal Sumatera: Tinjauan Fungsi Gambut Sebagai Bahan Ekstraktif, Media Budidaya dan Peranannya Dalam Retensi Carbon. Jurnal Ilmiah. Wetlands International. Bogor. Hal. 219-232.

Kurniawan, S. dan Muslim. 2008. Fakta Hutan dan Kebakaran Riau 2002-2007. Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau. Riau-Indonesia. 17 hal
Karsono, S. 1998. Ekologi dan Daerah Pengembangan Kacang Tunggak di Indonesia. In: Kacang Tunggak. Monograf BALITKABI no.3. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 59-72

Mattjik, A. A. dan I. M. Sumertajaya. 2002. Rancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Pres. Bogor. 276 hal.

Maurice, G., Albert, N., Isidore, T. and Francois, A. A. 2010. Altering the time of intercroping cowpea (Vigna unguiculata (L.) Walp.) relative to maize (Zea mays L.): A food production strategy to incresase crop yield attributes in Adamawa-Cameroon. World Journal Agricultural Sciences, 6(5):473-479.

Nurman, kaimuddin dan yusran. 2005. Pertumbuhan dan produksi tiga kultivar kacang tanah pada berbagai jarak tanam. Jurnal agrivigor 4 (3):164-172.

Rukmana, R. dan Y.Y. Oesman. 2000. Kacang Tunggak. Kanisius Yogyakarta. 47 hal.

Rejeki, A.S. 2008. Toleransi Plasma Nutfah Kacang Tunggak (Vigna unguiculata (L.) Terhadap Cekaman Almunium. skripsi. Fakultas Brawijaya.  Malang. 68.

Segiman, S.2007. Pemanfaatan Lahan Gambut dengan perpektif pertanian Berkelanjutan. Orasi Ilmiah. Guru Besar tetap Ilmu kesuburan Tanah Fakultas Pertanian. Universitas Tanjungpura. Pontianak. 32 hal.

Simanjuntak, N.B.L. 2007. Respon Tanaman kedelai (Glycine max (L) meril) Terhadap Perbedaan Dosis Berbagai Jenis Kapur di Tanah Gambut. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Riau. Pekanbaru. 41 Hal.

Suhartina, 2005. Deskripsi Varitas Unggul Kacang- Kacangan dan Umbi-Umbian. BALITKABI, Malang.156 hal

Trustinah. 1998. Biologi Kacang Tunggak. In: Kacang Tunggak. Monograf BALITKABI no.3. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang, 1-19

Utomo, J. S. dan S.S. Antarlina. 1998. Teknologi Pengolahan dan Produk-produk  Kacang Tunggak. In: Kacang Tunggak. Monograf BALITKABI no. 3. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.Malang. 120-138

Valenzuela, H. dan J. Smith. 2002. Cowpea. College of Agriculture and Human Resources University of Hawai’I at Manoa.


Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kacang Tunggak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates