Social Icons

Jumat, 06 Desember 2013

Pertumbuhan dan Hasil Dua Varietas Kacang Tanah terhadap Pemberian Berbagai dosis Sludge Kelapa Sawit di Media Gambut

BAB I
PENDAHULUAN

  

1.1.Latar Belakang
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat kita. Kacang tanah dapat di olah menjadi bermacam-macam produk, misalnya kacang goreng, kacang bawang, ampyang, enting-enting, rempeyek, dan sebagainya  (Fachruddin, 2000).
Masyarakat Indonesia sudah lama mengenal kacang tanah sebagai bahan pangan dan industri. Sebagai bahan pangan kacang tanah dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk, antara lain sebagai sayur, saus, digoreng atau direbus. Kacang tanah mengandung lemak 40-50%, protein 27%, karbohidrat 18%, serta vitamin A, B, C, D dan K. (Marzuki, 2007). Sebagai bahan industri, kacang tanah dapat dibuat keju, mentega, sabun, dan minyak. Daun kacang tanah dapat digunakan untuk pakan ternak dan pupuk. Hasil sampingan dari pembuatan minyak, berupa bungkil, dapat dijadikan oncom dengan bantuan fermentasi jamur. (Soedjono, 2006).
Perkembangan  luas panen dan produksi kacang tanah  selama  kurun  waktu  5  tahun terakhir (2008-2012) pada tabel 1.1.
Tabel 1.1. Perkembangan Produksi Kacang Tanah Tahun 2008 – 2012.
No
Tahun
Luas Panen
(Ha)
%
Produktivitas
(Ku/Ha)
%
Produksi
(ton)
%
1
2008
633.922
-
12,15
-
770.054
-
2
2009
622.616
(1,78)
12,49
2,85
777.888
1,02
3
2010
620.563
(0,33)
12,56
0,53
779.228
0,17
4
2011
539.456
(13,07)
12,81
1,99
691.289
(11,29)
5
2012*)
575.798            
6,74
12,92
0,86
743.754
7,59
Rata
630.105
(2,28)
12,24
1,31
771.022
(1,02)
Perkembangan  luas panen dan produksi kacang tanah  terus  mengalami  penurunan  rata-rata pertahun  untuk  luas  panen  minus    2,28  % sedangkan  produksi minus  1,02 %,  luas  panen dan  produksi  tertinggi  selama  periode  tahun 2008-2012  untuk  luas  panen  tahun  2008 sebesar 633.922 Ha dan Produksi tahun 2010 sebesar  779.228  Ton,  sedangkan  produk-  tivitas  mengalami  kenaikan  rata-rata  1,31  % pertahun  hal  ini  menandakan  rekomendasi teknologi  budidaya  kacang  tanah  sudah berjalan dengan baik. Berdasarkan  data  tersebut,  produktivitas  kacang  tanah  Indonesia  masih tergolong  rendah. Menurut Kasno  (2005), meskipun  produktivitas  kacang  tanah mengalami  sedikit  peningkatan  namun  kemampuan  produksi  rata-rata  masih sekitar  1  ton  per  hektar  biji  kering. Tingkat  produktivitas  hasil  yang  dicapai  ini baru  separuh  dari  potensi  hasil  USA,  Cina,  Brazil  dan  Argentina  yang  sudah mencapai  lebih  dari  2.6  ton/ha. Salah  satu  penyebab  produktivitas  kacang  tanah yang masih  rendah karena pengisian polong kacang  tanah  yang belum maksimal sehingga banyak terdapat polong yang belum tersisi penuh.
 Sludge kelapa sawit merupakan salah satu pupuk organik yang digunakan untuk penghantar produktivitas kacang tanah, sulge kelapa sawit adalah limbah padat yang bersal dari limbah pabrik kelapa sawit. Menurut penelitian Dartius (1990), pemberian sludge kelapa sawit dengan dosis 16,9 ton/ha menghasilkan produksi kacang hijau sebesar 1,61 ton/ha.
Pemberian sludge pada varietas kutilang dengan dosis 17 t/ha dapat menghasilkan produksi kacang hijau sebesar 103,19 g bobot pertanaman, menghasilkan 17,40 jumlah polong pertanaman, dan menghasilkan 6,67 g bobot 100 biji pertanaman (Siregar, 2007).
 Berdasarkan data Litbang PT Kertas Leces diketahui bahwa saat ini produksi sludge mencapai 400 ton/hari, biosludge 80 ton/hari dan pith 120 ton/hari. Limbah pabrik sebanyak itu biasanya ditumpuk di sekitar pabrik sehingga bila tidak dimanfaatkan dapat menjadi sumber pencemaran yang potensial. Dalam kaitannya dengan hal ini maka ketersediaan teknologi pemanfaatan limbah padat sangat diharapkan agar dapat manfaat sebagai pupuk organik bagi tanaman terutama kacang tanah.  
Pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya tanaman dihadapkan pada beberapa masalah termasuk diantaranya pH yang rendah, drainase yang buruk, tingkat dekomposisinya, aktivitas mikroorganismenya menurun, dan ketersediaan unsur hara yang rendah terutama N, P, K, Ca, Mg serta unsur hara mikro seperti Cu dan Zn. Agar lahan gambut dapat diusahakan untuk budidaya pertanian, tahap awal yang perlu dilakukan adalah mengatur tata air terutama untuk membuang kelebihan air. Usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan menurunkan derajat keasaman tanah dengan cara pemberian kapur. Pemberian kapur ditujukan untuk meningkatkan pH tanah menjadi pH yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman.Pengapuran dapat menetralkan senyawa-senyawa beracun baik organik maupun anorganik.Sedangkan pemupukan dilakukan untuk memberikan tambahan unsur hara dalam jumlah yang cukup (Anggita, 2007).
Lahan gambut di Riau pada umumnya oleh masyarakat digunakan sebagai lahan pertanian, bahkan pada akhir-akhir ini pembukaan lahan semakin meningkat akibat kebutuhan untuk usaha pertaniaan baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan.Namun demikian, keberhasilan pemanfaatan gambut sebagai usaha budidaya masih jauh dari yang diharapkan karena terkendala oleh sifat-sifat tanah gambut serta teknologi reklamasi yang diterapkan belum memadai.
Berdasarkan keadaan di atas maka penulis akan melaksanakan penelitian dengan judul “Pertumbuhan dan Hasil Dua Varietas Kacang Tanah terhadap Pemberian Berbagai dosis Sludge Kelapa Sawit di Media Gambut
1.2.   Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:Mengetahui varietas kacang tanah yang dapat beradaptasi di nedia gambut.
1.3. Manfaat  Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang tanaman kacang tanah di lahan gambut yang diberi sludge kelapa sawit dengan dosis yang berbeda.
1.4. Hipotesis
Pemberian berbagai dosis sludge kelapa sawit dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah dimedia gambut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Botani Kacang Tanah
Kedudukan tanaman Kacang Tanah (Arachis Hypogaea) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan menurut Rahmat Rukmana (1987), adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae, Divisio : Spermathopyta, Sub Divisio : Angiospermae, Kelas : Dikotiledon, Ordo : Polipetales, Famili : Leguminose, Genus : Arachis, Spesies :  Arachis Hypogaea.
Kacang tanah merupakan tanaman polong-polongan dari family fabiodeae yang juga merupakan tanaman penting dari keluarga polong-polongan kedua setelah tanaman kedelai. Kacang tanah merupakan salah satu tanaman tropic yang tumbuh secara perdu yang memiliki tinggi 30 – 50 cm dan tanaman yang mengeluarkan daun yang kecil. Kacang tanah merupakan tanaman pangan berupa semak yang berasal dari Amerika Selatan, tepatnya berasal dari Brazilia. Penanaman pertama kali dilakukan oleh orang Indian (suku asli bangsa Amerika). Di Benua Amerika penanaman berkembang yang dilakukan oleh pendatang dari Eropa. Kacang Tanah ini pertama kali masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17, dibawa oleh pedagang Cina dan Portugis (Batavia Reloed, 2012).
Kacang tanah memiliki beberapa manfaat yang paling banyak kacang tanah digunakan sebagai bahan makanan oleh masyarakat tetapi begitu banyaknya konsumsi kacang tanah di dalam masyarakat kurang dapat memenuhi konsumsi kacang tanah sehingga produksi kacang tanah mengalami penurunan selain memiliki kebutuhan yang banyak. Kacang tanah sebagai bahan makanan yang paling banyak digunakan oleh bahan baku industry yang diubah dengan bentuk lain seperti kacang atom, rempeyek, manisan dan lain-lain (Pitojo, 2005). Selain itu, sisa hasil kacang tanah yang tidak dipakai dapat digunakan sebagai makanan ternak sehingga seluruh bagian dari kacang tanah dapat digunakan sebagai bahan baku makanan industri maupun pakan ternak.
Peninggkatan produksi kacang tanah dilakukan dengan berbagai cara seperti perluasan penanaman kacang tanah sehingga memiliki produksi yang baik dan lain-lain tetapi kendala dalam budidaya kacang tanah begitu banyak seperti kendala lahan yang banyak digunakan sebagai perumahan, kendala dari hama dan penyakit tanaman. Sebenarnya tanaman kacang tanah memiliki sifat yang tidak rentang serangan karat daun jika digunakan dari varietas yang tahan terhadap karat daun (Hidayat, dkk, 2004). Dalam membudidayakan kacang tanah sebenarnya susah-susah gampang jika para petani memperhatikan hal-hal dan syarat yang penting diperhatikan dalam proses budidaya tanaman. Berikut ini beberapa syarat untuk pertumbuhan kacang tanah yang harus diperhatikan :
2.1.1. Iklim
a) Curah hujan antara 800-1.300 mm/tahun. Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan bunga sulit terserbuki oleh serangga dan akan meningkatkan kelembaban di sekitar pertanaman kacang tanah.
b) Suhu udara sekitar 28-320C. Bila suhunya di bawah 100C, pertumbuhan tanaman akan terhambat, bahkan kerdil.
c)  Kelembaban udara berkisar 65-75 %.
Penyinaran matahari penuh dibutuhkan, terutama kesuburan daun dan perkembangan besarnya kacang.
2.1.2. Media Tanam
a)     Jenis tanah yang sesuai adalah tanah gembur / bertekstur ringan dan subur.
b)     pH antara 6,0-6,5.
c)     Kekurangan air akan menyebabkan tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati.
d) Drainase dan aerasi baik, lahan tidak terlalu becek dan kering baik bagi pertumbuhan kacang tanah.
2.1.3. Ketinggian Tempat
Ketinggian penanaman optimum 50 – 500 m dpl, tetapi masih dapat tumbuh di bawah ketinggian 1.500 m dpl. (Prabowo, 2011).
2.2. Sludge (Limbah Padat Kelapa Sawit)
            Sludge/lumpur adalah benda padat yang tenggelam di dasar bak pengendapan dalam sarana pengelolaan limbah dan harus dibuang atau dikelola untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Tetapi sludge yang dihasilkan dari Pengolahan Minyak Sawit (PMS) mengandung unsur hara nitrogen, fosfor, kalium, magnesium, dan kalsium yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pupuk.
Tabel 2.1. Hasil Analisis Padatan (Sludge) tanpa pemanasan di Kebun Dolok         Sinumbah.
Kandungan/Senyawa
Sludge Baru (mg/100g)
Sludge Umur 1 Bulan (mg/100 g)
Nitrogen
2.770,00
3.400,00
P2O5
874,02
338,25
K2O
897,43
285,05
MgO
356,33
329,72
CaO
1.681,48
664,42
Sumber:   Lubis et al., (1988) Inventarisasi dan Karakteristik Limbah PMS. Seminar Pengendalian               Limbah PMS dan Karet, 20-21 Desember 1988 di Medan.
Secara umum dapat dikatakan limbah sludge merupakan mikroorganisme yang bekerja untuk mengurai komponen organik dalam sistem pengolahan air limbah. Sludge akan terus diproduksi sebagai hasil dari pertumbuhan mikroorganisme pengurai selama proses berlangsung. Jumlah sludge akan meningkat sejalan dengan peningkatan beban cemaran terolah. Secara biologi, mikroorganisme tersebut terdiri dari group prokariotik dan eukariotik.
Komposisi dasar sel terdiri dari 90% organik dan 10% anorganik. Fraksi organik tersebut dapat dirumuskan sebagai C5H7O2N atau perumusan yang lebih komplek lagi C60H87O23N12P, sehingga kandungan C 53% dan C/N ratio empiris 4,3. Basis fraksi anorganik yang 10% terdiri dari P2O5 50%, SO3 15%, Na2O 11%, CaO 9%, MgO 8%, K2O 6% dan Fe2O3 1% (Supriyanto, 2001).
            Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi, produk samping atau limbah kelapa sawit juga tinggi. Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga bentuk yaitu padat, cair dan gas. Limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dan yang berasal dari proses basis pengolahan limbah cair (Utomo danWidjaja, 2004).
            Ditinjau dari karakteristik padatan yang mengandung bahan organik dan unsur hara, maka sludge kering ini dapat dipakai sebagai pupuk. Apabila dipakai dalam jumlah besar padatan kering ini mempunyai sifat fisik dan kadar nutrisi hampir sama dengan kompos (Loebis & Tobing, 1989). Sumbangan bahan organik akan memberikan pengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Bahan organik memiliki peranan kimia di dalam menyediakan nitrogen, fosofor, kalium, magnesium dan sulfur bagi tanaman (Sarief, 1985).
            Menurut De Datta (1981), pemberian lumpur kering sawit sebanyak 30% dari media tanam (tanah) dengan dosis NPK 100% memiliki tinggi tanaman tertinggi. Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh suplai N kedalam tanaman padi.
            Pemberian sludge terbaik adalah pada dosis 24 ton/ha menghasilkan produksi kacang hijau sebesar 14,78 biji/polong. Jumlah polong pertanaman dosis yang  terbaik pada dosis 8 ton/ha yaitu 83,00 biji/polong. Sedangkan untuk bobot 100 biji dosis yang terbaik adalah pada dosis 16 ton/ha yaitu 8,84 g. Daun terpanjang adalah pada dosis 32 ton/ha menghasilkan 17,30 cm dan Diameter batang terbaik adalah pada dosis 32 ton/ha menghasilkan 1,28 cm (Romlah, 2013).
2.3. Gambut
            Gambut adalah tanah yang mengandung bahan organik lebih dari 30%, gambut terbentuk dari hasil dekomposisi bahan-bahan organik seperti dedaunan, ranting serta semak belukar yang berlangsung dalam kecepatan yang lambat dan dalam keadaan anaerob. Noor (2000) cit. Adyono (2005) menyatakan bahwa tanah gambut mempunyai sifat-sifat yang menonjol dibanding dengan tanah mineral. Untuk sifat kimia, tanah gambut mempunyai salah satu ciri yaitu kadar bahan organik dan nitrogen yang tinggi, dan untuk sifat fisik mempunyai beberapa sifat antara lain: kerapatan massa kecil, dan besarnya kemampuan untuk menahan air. Menurut Syarifmawahib (2007), berdasarkan ketebalannya, gambut dibedakan menjadi empat tipe pertama adalah gambut dangkal, dengan ketebalan 0,5-1,0 m. Kedua adalah gambut sedang, memiliki ketebalan 1,0-2,0 m. Ketiga adalah gambut dalam, dengan ketebalan 2,0-3,0 m. Keempat adalah gambut sangat dalam yang memiliki ketebalan melebihi 3,0 m.
            Potensi sumberdaya lahan gambut di Provinsi Riau, Sumatera Barat dan Jambi cukup beragam karena karena adanya perbedaan iklim, bahan induk tanah, dan topografi/relief. Keragaman potensi sumberdaya lahan gambut tersebut mengindikasikan perlunya suatu perencanaan penggunaan lahan yang tepat, optimal dan berkelanjutan. Diperlukan data dan informasi lahan yang meliputi distribusi, potensi dan kendala pengembangan serta teknologi pengelolaan lahan yang sesuai dengan sifat dan karakteristik lahan (Nurdin, 1994).
            Kegiatan awal dari pemanfaatan gambut adalah pembangunan saluran drainase untuk mengatur air, agar tanah memiliki kondisi rhizosphere yang sesuai bagi tanaman. Pengolahan air harus sesuai dengan kebutuhan perakaran tanaman. Kedalaman permukaan air tanah pada parit kebun diusahakan tidak terlalu jauh dari akar tanaman Hanafiah (2005).      Sagiman (2007) menambahkan bahwa kesuburan lahan gambut sangat bergantung pada ketebalan gambut. Gambut tipis memiliki kesuburan yang lebih baik dari gambut tebal. Keragaman sifat gambut sangat berpengaruh pada kesesuaian gambut bagi tanaman pertanian. Ketebalan gambut akan berhubungan erat dengan jenis komoditas yang akan dikembangkan. Tingkat kemasaman  gambut yang sangat tinggi dan kesuburan tanah yang sangat rendah merupakan masalah para petani palawija.       
Sementara itu, tanah gambut yang sesuai untuk tanaman pertanian semusim adalah gambut dangkal dan gambut sedang. Pengelolaan air perlu diperhatikan agar air tanah tidak turun drastis untuk mencegah terjadinya gejala layu permanen. Tingkat kesuburan lahan gambut alami dengan cepat mengalami penurunan. Pemberian bahan ameliorasi berupa kapur, fosfat alam, pupuk organik merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi sifat buruk dari tanah gambut (Sutejo, 2002).


BAB III
MATERI DAN METODE



3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
            Penelitian ini akan dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Februari sampai April 2014.
3.2. Bahan dan Alat
            Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang tanah varietas Bison dan Gajah, sludge kelapa sawit, polybag ukuran 10 kg. Sedangkan alat yang digunakan adalah : cangkul, parang, timbangan, gembor, handsprayer, meteran, tali rapia, ember, kamera, skop, dan alat tulis.
3.3.      Metode Penelitian
            Penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor dan 4 ulangan. Faktor pertama varietas kacang tanah (V) yang terdiri dari 2 taraf  yaitu :
V1 = Varietas Bison
V2 = Varietas Gajah
Faktor kedua pemberian sludge (S) kelapa sawit yang terdiri dari 4 taraf  yaitu :
S0 = Tanpa pemberian sludge
S1 = sludge 4 ton/ha (20 g/polybag)
S2 = sludge 8 ton/ha (40 g/polybag)
S3 = sludge 12 ton/ha (60 g/polybag)
Dari rancangan penelitian tersebut diperoleh 2 x 4 = 8 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi diulang empat kali, sehingga terdapat 8 x 4 = 32 unit percobaan. Kombinasi perlakuaan dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan
      Perlakuan                                               Dosis Pupuk
       Varietas                 S0                      S1                          S2                      S3                                
V1                      V1S0              V1S1               V1S2              V1S3               
V2                      V2S0               V2S1                V2S2              V3S3               
 

3.4.      Pelaksanaan Penelitian
3.4.1.   Persiapan Lahan
            Persiapan lahan untuk penelitian berupa pembersihan dan perataan areal sekitar lahan yang akan digunakan untuk penempatan polybag dari semak belukar, sampah-sampah dan gundukan kayu. Persiapan lahan dilakukan 2 minggu sebelum tanam (Harianto et al., 1995).
3.4.2.   Persiapan Media
            Tanah yang digunakan adalah media gambut yang diambil dari lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan  Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Langkah awal sebelum pengapuran adalah pengukuran pH tanah dengan pengukur pH tanah. Selanjutnya bila pH tanah terlalu masam maka tanah akan diberi pengapuran dasar sebanyak 2 t/ha (Hardjowigeno, 1993). Pengapuran bertujuan untuk menetralkan pH tanah pada media gambut dan pemberian pupuk untuk mendapatkan benih kacang tanah yang seragam untuk percobaan. Dilakukan seminggu sebelum tanam.
3.4.5. Pemberian label 
            Pemberian label pada polybag dilakukan sebelum  menanam benih kacang tanah kedalam polybag yang sudah berisi tanah. Pemberian label bertujuan untuk membedakan perlakuan yang akan diberikan pada masing-masing tanaman kacang tanah.
3.4.6. Perlakuan
Sludge diberikan satu minggu sebelum tanam pada masing-masing polybag sesuai perlakuan. Sludge di aduk dengan tanah di polybag sampai rata.
3.4.7.   Penanaman kacang tanah ke Polybag
a. Penanaman kacang tanah
Benih Kacang tanah ditanam ke dalam polybag sebanyak 2 benih yang sebelumnya telah diisi dengan 5 kg media tanah dan perlakuan sludge.
3.4.8.   Pemeliharaan
a.         Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Penyiraman tidak dilakukan apabila hujan turun, dan dilakukan dengan menggunakan gembor.
b.         Penyiangan
Penyiangan dilakukan seminggu setelah tanam dan pelaksanaannya di dalam polybag dilakukan dengan mencabut secara manual yakni menggunakan tangan, sedangkan diluar polybag dilakukan dengan cangkul.
c.         Pengendalian Hama Penyakit
Pengendalian Hama dan penyakit dilakukan secara bijaksana yang diawali dengan pemilihan benih varietas kacang tanah yang resisten atau toleran hama penyakit pada daerah setempat.
Apabila hama tetap menyerang dilakukan pencegahan secara mekanis dengan memungut hama secara manual atau bila serangan di atas ambang ekonomi dilakukan penyemprotan dengan pestisida.
Hama utama pada kacang tanah antara lain sebagai berikut Wereng kacang tanah (Empoasca fasialin), pengerek daun (Stmopteryx subsecivella), ulat jengkal (Plusia Chalcites) dan ulat grayak (Prodenia litura ), ulat penggulung daun (Lamprosema indicata), hama teresbut dapat dikendalikan dengan insektisida endosulfan, klorfirifos, monokrotofos, metamidofos, diazinon, (seperti Thiodan, Dursban, Azodrin, Tamaron dan Basudin). Untuk pencegahan, pestisida tersebut dapat diaplikasikan pada umur 25,35 dan 45 HST.
Penyakit utama kacang tanah antara lain layu bakteri (Pseudomonas solanacearum), bercak daun (Cercospora sp.)penyakit karat (Puccinia arachidis). Pengendalian dapat dilakukan dengan penanaman varietas tahan atau menggunakan fungisida benomil, mankozeb, bitertanol, karbendazim, dan klorotalonil (seperti Benlate, Dithane M-45, Baycor, Delsane, MX200, dan Daconil). Untuk pencegahan fungisida tersebut dapat diaplikasikan pada umur 35-45 dan 60 HST.
d.         Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada umur 5-7 hari setelah tanam pada tanaman yang tidak tumbuh.
3.4.9.   Panen
            Umur panen tergantung varietas dan musim tanam. Rata- rata umur panen adalah 90-100 hari atau pada saat masak fisiologis dimana tanda-tandanya adalah : kulit polong mengeras, berserat, bagian dalam berwarna coklat, jika ditekan polong mudah pecah. Cara panen dilakukan secara manual (dicabut), sebelum panen tanah perlu dibasahi dengan diari agar tidak banyak polong yang tertinggal di dalam tanah.
3.4.10. Pengamatan
Variabel yang diamati pada penelitian terdiri dari tinggi tanaman, jumlah cabang primer, jumlah polong bernas per tanaman, berat polong kering per plot, jumlah biji per polong, berat biji kering per plot dan berat 100 biji kering yang dilakukan pada tanaman sampel. Penempatan sampel dilakukan secara acak sebanyak 5 sampel per plot. Parameter yang diamati dapat diuraikan sebagai berikut:
a.                   Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman diukur dari pangkal batang tanaman sampai titik tumbuh. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali dimulai pada saat tanaman berumur 14 hari sampai sehari sebelum panen.
b.                  Jumlah cabang primer (cabang)
Cabang primer merupakan cabang yang keluar dari batang utama. Pengamatan cabang primer dilakukan pada umur 30 hari setelah tanam dengan cara menghitung cabang yang ada pada batang utama tanaman sampel.
d.                  Umur berbunga (hari)
Umur berbunganya kacang tanah dilihat pada saat kacang tanah telah berbunga lebih dari 60% dari jumlah tanaman dalam satu plot.
e.                   Umur Panen (hari)
Kacang tanah siap untuk dipanen setelah memenuhi kreteria panen yaitu: sebagian daun telah menguning, polong terisi penuh, sebagian daun berguguran, kulit polong telah mengeras dan terlihat berurat, kulit bagian dalam berwarna coklat kehitam-hitaman, biji telah berisi penuh dan kulit biji tipis.
f.                   Jumlah polong bernas per tanaman (polong)
Pengamatan jumlah polong bernas per tanaman dilakukan dengan cara menghitung seluruh polong pada tanaman sampel. Jumlah polong bernas per tanaman ditentukan dengan membagi jumlah polong bernas dengan jumlah tanaman sampel. Polong bernas adalah polong yang minimal mempunyai satu biji bernas. Waktu pengamatan dilakukan setelah panen.
g.                  Jumlah biji per polong (biji)
Polong yang sudah dihitung dari tanaman sampel, terlebih dahulu polong dikupas untuk memisahkan biji dari polong. Selanjutnya, biji dihitung dari seluruh polong tanaman sampel. Jumlah biji per polong ditentukan dengan membagi seluruh biji dengan jumlah polong per tanaman. Waktu pengamatan setelah panen.
h.                  Berat biji kering per tanaman (g)
Polong yang sudah kering kemudian dikupas untuk memisahkan biji dari polong. Selanjutnya biji ditimbang beratnya untuk masing-masing plot. Waktu pengamatan dilakukan setelah panen.
i.                    Berat 100 biji kering (g)
Pengamatan berat 100 biji kering dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 100 biji kering yang di ambil secara acak pada setiap plot. Pengeringan biji kacang tanah dilakukan dengan cara dijemur sampai biji benar-benar kering. Biji yang sudah dipilih ini kemudian ditimbang beratnya dengan timbangan analitik. Waktu pengamatan dilakukan pada akhir penelitian.

3.5.Analisis Data
Analisis ini yang di pakai menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor. Menurut Adji Sastrosupadi (1999), RAL yang digunakan adalah:
Yij   = µ + Ti + εij
Keterangan :
Yij  = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
µ    = nilai tengah umum
Ti   = pengaruh perlakuan ke-i
εij  = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Data hasil pengamatan dari masing-masing perlakuan diolah secara statistik dengan menggunakan Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak  Lengkap satu faktor (Tabel 3.1).
Tabel 3.2. Sidik Ragam RAL Satu Faktor
SK
DB
JK
KT
F hitung
F
5%
1 %
Perlakuan
t-1
JKP
JKP/(t-1)
KTP/KTG


Galat
t (r-1)
JKG
JKG/(rt-1)



Total
rt-1
JKP + JKG




Sumber: Sastrosupadi (1999).











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates