BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu jenis kacang-kacangan
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat kita. Kacang tanah dapat di olah menjadi
bermacam-macam produk, misalnya kacang goreng, kacang bawang, ampyang,
enting-enting, rempeyek, dan sebagainya
(Fachruddin, 2000).
Masyarakat Indonesia sudah lama mengenal
kacang tanah sebagai bahan pangan dan industri. Sebagai bahan pangan kacang
tanah dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk, antara lain sebagai sayur, saus, digoreng
atau direbus. Kacang tanah mengandung lemak 40-50%, protein 27%, karbohidrat
18%, serta vitamin A, B, C, D dan K. (Marzuki, 2007). Sebagai bahan industri,
kacang tanah dapat dibuat keju, mentega, sabun, dan minyak. Daun kacang tanah
dapat digunakan untuk pakan ternak dan pupuk. Hasil sampingan dari pembuatan
minyak, berupa bungkil, dapat dijadikan oncom dengan bantuan fermentasi jamur.
(Soedjono, 2006).
Perkembangan luas panen dan produksi kacang tanah selama
kurun waktu 5
tahun terakhir (2008-2012) pada tabel 1.1.
Tabel
1.1. Perkembangan Produksi Kacang Tanah Tahun 2008 – 2012.
No
|
Tahun
|
Luas Panen
(Ha)
|
%
|
Produktivitas
(Ku/Ha)
|
%
|
Produksi
(ton) |
%
|
1
|
2008
|
633.922
|
-
|
12,15
|
-
|
770.054
|
-
|
2
|
2009
|
622.616
|
(1,78)
|
12,49
|
2,85
|
777.888
|
1,02
|
3
|
2010
|
620.563
|
(0,33)
|
12,56
|
0,53
|
779.228
|
0,17
|
4
|
2011
|
539.456
|
(13,07)
|
12,81
|
1,99
|
691.289
|
(11,29)
|
5
|
2012*)
|
575.798
|
6,74
|
12,92
|
0,86
|
743.754
|
7,59
|
Rata
|
630.105
|
(2,28)
|
12,24
|
1,31
|
771.022
|
(1,02)
|
Perkembangan luas panen dan produksi kacang tanah terus
mengalami penurunan rata-rata pertahun untuk
luas panen minus
2,28 % sedangkan produksi minus 1,02 %,
luas panen dan produksi
tertinggi selama periode
tahun 2008-2012 untuk luas
panen tahun 2008 sebesar 633.922 Ha dan Produksi tahun
2010 sebesar 779.228 Ton,
sedangkan produk- tivitas
mengalami kenaikan rata-rata
1,31 % pertahun hal
ini menandakan rekomendasi teknologi budidaya
kacang tanah sudah berjalan dengan baik. Berdasarkan data
tersebut, produktivitas kacang
tanah Indonesia masih tergolong rendah. Menurut Kasno (2005), meskipun produktivitas
kacang tanah mengalami sedikit
peningkatan namun kemampuan
produksi rata-rata masih sekitar
1 ton per
hektar biji kering. Tingkat produktivitas
hasil yang dicapai
ini baru separuh dari
potensi hasil USA,
Cina, Brazil dan
Argentina yang sudah mencapai lebih
dari 2.6 ton/ha. Salah
satu penyebab produktivitas
kacang tanah yang masih rendah karena pengisian polong kacang tanah
yang belum maksimal sehingga banyak terdapat polong yang belum tersisi
penuh.
Sludge kelapa sawit merupakan salah satu pupuk
organik yang digunakan untuk penghantar produktivitas kacang tanah, sulge
kelapa sawit adalah limbah padat yang bersal dari limbah pabrik kelapa sawit. Menurut
penelitian Dartius (1990), pemberian sludge kelapa sawit dengan dosis
16,9 ton/ha menghasilkan produksi kacang hijau sebesar 1,61 ton/ha.
Pemberian sludge pada varietas kutilang dengan dosis 17 t/ha dapat
menghasilkan produksi kacang hijau sebesar 103,19 g bobot pertanaman,
menghasilkan 17,40 jumlah polong pertanaman, dan menghasilkan 6,67 g bobot 100
biji pertanaman (Siregar, 2007).
Berdasarkan data Litbang PT Kertas Leces diketahui
bahwa saat ini produksi sludge mencapai 400 ton/hari, biosludge 80
ton/hari dan pith 120 ton/hari. Limbah pabrik sebanyak itu biasanya ditumpuk
di sekitar pabrik sehingga bila tidak dimanfaatkan dapat menjadi sumber pencemaran
yang potensial. Dalam kaitannya dengan hal ini maka ketersediaan teknologi
pemanfaatan limbah padat sangat diharapkan agar dapat manfaat sebagai pupuk
organik bagi tanaman terutama kacang tanah.
Pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya tanaman dihadapkan pada
beberapa masalah termasuk diantaranya pH yang rendah, drainase yang buruk,
tingkat dekomposisinya, aktivitas mikroorganismenya menurun, dan ketersediaan
unsur hara yang rendah terutama N, P, K, Ca, Mg serta unsur hara mikro seperti
Cu dan Zn. Agar lahan gambut dapat diusahakan untuk budidaya pertanian, tahap
awal yang perlu dilakukan adalah mengatur tata air terutama untuk membuang
kelebihan air. Usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan menurunkan derajat
keasaman tanah dengan cara pemberian kapur. Pemberian kapur ditujukan untuk
meningkatkan pH tanah menjadi pH yang sesuai untuk pertumbuhan
tanaman.Pengapuran dapat menetralkan senyawa-senyawa beracun baik organik
maupun anorganik.Sedangkan pemupukan dilakukan untuk memberikan tambahan unsur
hara dalam jumlah yang cukup (Anggita, 2007).
Lahan gambut di Riau pada umumnya
oleh masyarakat digunakan sebagai lahan pertanian, bahkan pada akhir-akhir ini
pembukaan lahan semakin meningkat akibat kebutuhan untuk usaha pertaniaan baik
tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan.Namun demikian, keberhasilan
pemanfaatan gambut sebagai usaha budidaya masih jauh dari yang diharapkan
karena terkendala oleh sifat-sifat tanah gambut serta teknologi reklamasi yang
diterapkan belum memadai.
Berdasarkan keadaan di atas maka
penulis akan melaksanakan penelitian dengan judul “Pertumbuhan dan Hasil Dua Varietas Kacang Tanah terhadap Pemberian
Berbagai dosis Sludge Kelapa Sawit di Media Gambut”
1.2.
Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk:Mengetahui varietas kacang tanah yang dapat beradaptasi di nedia gambut.
1.3.
Manfaat Penelitian
Adapun
manfaat dari penelitian ini adalah memberikan
informasi tentang tanaman
kacang
tanah di lahan gambut
yang diberi sludge kelapa sawit dengan dosis yang berbeda.
1.4. Hipotesis
Pemberian
berbagai dosis sludge kelapa sawit dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman kacang tanah dimedia gambut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Botani Kacang
Tanah
Kedudukan
tanaman Kacang Tanah (Arachis Hypogaea) dalam sistematika (taksonomi)
tumbuhan menurut Rahmat Rukmana (1987), adalah sebagai berikut : Kingdom :
Plantae, Divisio : Spermathopyta, Sub Divisio : Angiospermae, Kelas : Dikotiledon,
Ordo : Polipetales, Famili : Leguminose, Genus : Arachis, Spesies :
Arachis Hypogaea.
Kacang
tanah merupakan tanaman polong-polongan dari family fabiodeae yang juga
merupakan tanaman penting dari keluarga polong-polongan kedua setelah tanaman
kedelai. Kacang tanah merupakan salah satu tanaman tropic yang tumbuh secara
perdu yang memiliki tinggi 30 – 50 cm dan tanaman yang mengeluarkan daun yang
kecil. Kacang tanah merupakan tanaman pangan berupa semak yang berasal dari
Amerika Selatan, tepatnya berasal dari Brazilia. Penanaman pertama kali
dilakukan oleh orang Indian (suku asli bangsa Amerika). Di Benua Amerika
penanaman berkembang yang dilakukan oleh pendatang dari Eropa. Kacang Tanah ini
pertama kali masuk ke Indonesia pada awal abad ke-17, dibawa oleh pedagang Cina
dan Portugis (Batavia Reloed, 2012).
Kacang
tanah memiliki beberapa manfaat yang paling banyak kacang tanah digunakan
sebagai bahan makanan oleh masyarakat tetapi begitu banyaknya konsumsi kacang
tanah di dalam masyarakat kurang dapat memenuhi konsumsi kacang tanah sehingga
produksi kacang tanah mengalami penurunan selain memiliki kebutuhan yang
banyak. Kacang tanah sebagai bahan makanan yang paling banyak digunakan oleh bahan
baku industry yang diubah dengan bentuk lain seperti kacang atom, rempeyek,
manisan dan lain-lain (Pitojo, 2005). Selain itu, sisa hasil kacang tanah yang
tidak dipakai dapat digunakan sebagai makanan ternak sehingga seluruh bagian
dari kacang tanah dapat digunakan sebagai bahan baku makanan industri maupun
pakan ternak.
Peninggkatan
produksi kacang tanah dilakukan dengan berbagai cara seperti perluasan
penanaman kacang tanah sehingga memiliki produksi yang baik dan lain-lain
tetapi kendala dalam budidaya kacang tanah begitu banyak seperti kendala lahan
yang banyak digunakan sebagai perumahan, kendala dari hama dan penyakit
tanaman. Sebenarnya tanaman kacang tanah memiliki sifat yang tidak rentang
serangan karat daun jika digunakan dari varietas yang tahan terhadap karat daun
(Hidayat, dkk, 2004). Dalam membudidayakan kacang tanah sebenarnya susah-susah
gampang jika para petani memperhatikan hal-hal dan syarat yang penting
diperhatikan dalam proses budidaya tanaman. Berikut ini beberapa syarat untuk
pertumbuhan kacang tanah yang harus diperhatikan :
2.1.1. Iklim
a) Curah hujan antara 800-1.300
mm/tahun. Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan bunga sulit terserbuki
oleh serangga dan akan meningkatkan kelembaban di sekitar pertanaman kacang
tanah.
b) Suhu udara sekitar 28-320C. Bila
suhunya di bawah 100C, pertumbuhan tanaman akan terhambat, bahkan kerdil.
c)
Kelembaban udara berkisar 65-75 %.
Penyinaran matahari penuh
dibutuhkan, terutama kesuburan daun dan perkembangan besarnya kacang.
2.1.2. Media Tanam
a) Jenis
tanah yang sesuai adalah tanah gembur / bertekstur ringan dan subur.
b) pH antara
6,0-6,5.
c)
Kekurangan air akan menyebabkan tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati.
d) Drainase dan aerasi baik, lahan
tidak terlalu becek dan kering baik bagi pertumbuhan kacang tanah.
2.1.3. Ketinggian Tempat
Ketinggian penanaman optimum 50 – 500 m dpl, tetapi masih
dapat tumbuh di bawah ketinggian 1.500 m dpl. (Prabowo, 2011).
2.2. Sludge (Limbah Padat Kelapa Sawit)
Sludge/lumpur adalah benda
padat yang tenggelam di dasar bak pengendapan dalam sarana pengelolaan limbah
dan harus dibuang atau dikelola untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Tetapi
sludge yang dihasilkan dari Pengolahan Minyak Sawit (PMS) mengandung unsur hara
nitrogen, fosfor, kalium, magnesium, dan kalsium yang cukup tinggi sehingga
dapat digunakan sebagai pupuk.
Tabel
2.1. Hasil Analisis Padatan (Sludge) tanpa pemanasan di Kebun Dolok Sinumbah.
Kandungan/Senyawa
|
Sludge Baru (mg/100g)
|
Sludge Umur 1 Bulan (mg/100 g)
|
Nitrogen
|
2.770,00
|
3.400,00
|
P2O5
|
874,02
|
338,25
|
K2O
|
897,43
|
285,05
|
MgO
|
356,33
|
329,72
|
CaO
|
1.681,48
|
664,42
|
Sumber:
Lubis et al., (1988) Inventarisasi
dan Karakteristik Limbah PMS. Seminar Pengendalian Limbah PMS dan Karet, 20-21
Desember 1988 di Medan.
Secara umum dapat dikatakan limbah sludge merupakan mikroorganisme yang
bekerja untuk mengurai komponen organik dalam sistem pengolahan air limbah. Sludge akan terus diproduksi sebagai
hasil dari pertumbuhan mikroorganisme pengurai selama proses berlangsung.
Jumlah sludge akan meningkat sejalan
dengan peningkatan beban cemaran terolah. Secara biologi, mikroorganisme
tersebut terdiri dari group prokariotik dan eukariotik.
Komposisi
dasar sel terdiri dari 90% organik dan 10% anorganik. Fraksi organik tersebut
dapat dirumuskan sebagai C5H7O2N atau
perumusan yang lebih komplek lagi C60H87O23N12P,
sehingga kandungan C 53% dan C/N ratio empiris 4,3. Basis fraksi anorganik yang
10% terdiri dari P2O5 50%, SO3 15%, Na2O
11%, CaO 9%, MgO 8%, K2O 6% dan Fe2O3 1%
(Supriyanto, 2001).
Selain produksi minyak kelapa sawit
yang tinggi, produk samping atau limbah kelapa sawit juga tinggi. Secara umum
limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga bentuk yaitu padat, cair dan
gas. Limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah
yang berasal dari proses pengolahan dan yang berasal dari proses basis
pengolahan limbah cair (Utomo danWidjaja, 2004).
Ditinjau dari karakteristik padatan
yang mengandung bahan organik dan unsur hara, maka sludge kering ini dapat dipakai sebagai pupuk. Apabila dipakai
dalam jumlah besar padatan kering ini mempunyai sifat fisik dan kadar nutrisi
hampir sama dengan kompos (Loebis & Tobing, 1989). Sumbangan bahan organik
akan memberikan pengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Bahan
organik memiliki peranan kimia di dalam menyediakan nitrogen, fosofor, kalium,
magnesium dan sulfur bagi tanaman (Sarief, 1985).
Menurut De Datta (1981), pemberian
lumpur kering sawit sebanyak 30% dari media tanam (tanah) dengan dosis NPK 100%
memiliki tinggi tanaman tertinggi. Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh
suplai N kedalam tanaman padi.
Pemberian sludge terbaik adalah pada dosis 24 ton/ha menghasilkan produksi
kacang hijau sebesar 14,78 biji/polong. Jumlah polong pertanaman dosis
yang terbaik pada dosis 8 ton/ha yaitu
83,00 biji/polong. Sedangkan untuk bobot 100 biji dosis yang terbaik adalah
pada dosis 16 ton/ha yaitu 8,84 g. Daun terpanjang adalah pada dosis 32 ton/ha
menghasilkan 17,30 cm dan Diameter batang terbaik adalah pada dosis 32 ton/ha
menghasilkan 1,28 cm (Romlah, 2013).
2.3. Gambut
Gambut adalah
tanah yang mengandung bahan organik lebih dari 30%, gambut terbentuk dari hasil
dekomposisi bahan-bahan organik seperti dedaunan, ranting serta semak belukar
yang berlangsung dalam kecepatan yang lambat dan dalam keadaan anaerob. Noor
(2000) cit. Adyono (2005) menyatakan bahwa tanah gambut mempunyai
sifat-sifat yang menonjol dibanding dengan tanah mineral. Untuk sifat kimia,
tanah gambut mempunyai salah satu ciri yaitu kadar bahan organik dan nitrogen
yang tinggi, dan untuk sifat fisik mempunyai beberapa sifat antara lain:
kerapatan massa kecil, dan besarnya kemampuan untuk menahan air. Menurut
Syarifmawahib (2007), berdasarkan ketebalannya, gambut dibedakan menjadi empat
tipe pertama adalah gambut dangkal, dengan ketebalan 0,5-1,0 m. Kedua adalah
gambut sedang, memiliki ketebalan 1,0-2,0 m. Ketiga adalah gambut dalam, dengan
ketebalan 2,0-3,0 m. Keempat adalah gambut sangat dalam yang memiliki ketebalan
melebihi 3,0 m.
Potensi sumberdaya lahan gambut di
Provinsi Riau, Sumatera Barat dan Jambi cukup beragam karena karena adanya
perbedaan iklim, bahan induk tanah, dan topografi/relief. Keragaman potensi
sumberdaya lahan gambut tersebut mengindikasikan perlunya suatu perencanaan
penggunaan lahan yang tepat, optimal dan berkelanjutan. Diperlukan data dan
informasi lahan yang meliputi distribusi, potensi dan kendala pengembangan
serta teknologi pengelolaan lahan yang sesuai dengan sifat dan karakteristik
lahan (Nurdin, 1994).
Kegiatan awal dari pemanfaatan
gambut adalah pembangunan saluran drainase untuk mengatur air, agar tanah
memiliki kondisi rhizosphere yang
sesuai bagi tanaman. Pengolahan air harus sesuai dengan kebutuhan perakaran
tanaman. Kedalaman permukaan air tanah pada parit kebun diusahakan tidak
terlalu jauh dari akar tanaman Hanafiah (2005). Sagiman (2007)
menambahkan bahwa kesuburan lahan gambut
sangat bergantung pada ketebalan gambut. Gambut
tipis memiliki kesuburan yang lebih baik dari gambut tebal. Keragaman sifat
gambut sangat berpengaruh pada kesesuaian gambut bagi tanaman pertanian.
Ketebalan gambut akan berhubungan erat dengan jenis komoditas yang akan
dikembangkan. Tingkat kemasaman gambut
yang sangat tinggi dan kesuburan tanah yang sangat rendah merupakan masalah
para petani palawija.
Sementara itu, tanah gambut yang sesuai untuk
tanaman pertanian semusim adalah gambut dangkal dan gambut sedang. Pengelolaan
air perlu diperhatikan agar air tanah tidak turun drastis untuk mencegah
terjadinya gejala layu permanen. Tingkat kesuburan lahan gambut alami dengan
cepat mengalami penurunan. Pemberian bahan ameliorasi berupa kapur, fosfat
alam, pupuk organik merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
mengatasi sifat buruk dari tanah gambut (Sutejo, 2002).
BAB III
MATERI DAN
METODE
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di lahan percobaan Fakultas
Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang
beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini akan
dilakukan mulai bulan Februari sampai April 2014.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih
kacang tanah varietas Bison dan Gajah, sludge
kelapa sawit,
polybag
ukuran 10 kg. Sedangkan alat
yang digunakan adalah : cangkul, parang, timbangan, gembor, handsprayer, meteran, tali rapia, ember,
kamera, skop, dan alat tulis.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara
eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor dan 4 ulangan. Faktor pertama
varietas kacang tanah (V) yang terdiri dari 2 taraf yaitu :
V1
= Varietas Bison
V2
= Varietas Gajah
Faktor
kedua pemberian sludge (S) kelapa
sawit yang terdiri dari 4 taraf yaitu :
S0
= Tanpa pemberian sludge
S1
= sludge 4 ton/ha (20 g/polybag)
S2
= sludge 8 ton/ha (40 g/polybag)
S3 = sludge 12 ton/ha (60 g/polybag)
Dari
rancangan penelitian tersebut diperoleh 2 x 4 = 8 kombinasi perlakuan. Setiap
kombinasi diulang empat kali, sehingga terdapat 8 x 4 = 32 unit percobaan. Kombinasi
perlakuaan dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan
Perlakuan Dosis Pupuk
Varietas S0 S1 S2 S3
V1 V1S0 V1S1 V1S2 V1S3
V2 V2S0 V2S1
V2S2
V3S3
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Persiapan Lahan
Persiapan lahan untuk penelitian
berupa pembersihan dan perataan areal sekitar lahan yang akan digunakan untuk
penempatan polybag dari semak
belukar, sampah-sampah dan gundukan kayu. Persiapan lahan dilakukan 2 minggu
sebelum tanam (Harianto et al., 1995).
3.4.2.
Persiapan Media
Tanah yang digunakan adalah media
gambut yang diambil dari lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau. Langkah awal sebelum pengapuran adalah pengukuran pH tanah dengan
pengukur pH tanah. Selanjutnya bila pH tanah terlalu masam maka tanah akan
diberi pengapuran dasar sebanyak 2 t/ha (Hardjowigeno, 1993). Pengapuran bertujuan untuk menetralkan pH
tanah pada media gambut dan pemberian pupuk untuk mendapatkan benih kacang
tanah yang seragam untuk percobaan. Dilakukan seminggu sebelum tanam.
3.4.5.
Pemberian label
Pemberian label pada polybag dilakukan sebelum menanam benih kacang tanah kedalam polybag yang sudah berisi tanah.
Pemberian label bertujuan
untuk membedakan perlakuan yang akan diberikan pada masing-masing tanaman kacang
tanah.
3.4.6.
Perlakuan
Sludge
diberikan
satu minggu sebelum tanam pada masing-masing polybag sesuai perlakuan. Sludge di aduk dengan tanah di polybag
sampai rata.
3.4.7. Penanaman kacang tanah ke Polybag
a.
Penanaman kacang tanah
Benih Kacang tanah ditanam ke dalam polybag sebanyak 2 benih yang sebelumnya telah diisi dengan 5 kg
media tanah dan perlakuan sludge.
3.4.8.
Pemeliharaan
a.
Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari
yaitu pada pagi dan sore hari. Penyiraman tidak dilakukan apabila hujan turun,
dan dilakukan dengan menggunakan gembor.
b.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan seminggu setelah
tanam dan pelaksanaannya di dalam polybag dilakukan dengan mencabut
secara manual yakni menggunakan tangan, sedangkan diluar polybag dilakukan
dengan cangkul.
c.
Pengendalian Hama Penyakit
Pengendalian Hama dan penyakit
dilakukan secara bijaksana yang diawali dengan pemilihan benih varietas kacang
tanah yang resisten atau toleran hama penyakit pada daerah setempat.
Apabila hama tetap menyerang
dilakukan pencegahan secara mekanis dengan memungut hama secara manual atau
bila serangan di atas ambang ekonomi dilakukan penyemprotan dengan pestisida.
Hama utama pada kacang tanah antara
lain sebagai berikut Wereng kacang tanah (Empoasca fasialin), pengerek daun
(Stmopteryx subsecivella), ulat jengkal (Plusia Chalcites) dan ulat grayak
(Prodenia litura ), ulat penggulung daun (Lamprosema indicata), hama teresbut
dapat dikendalikan dengan insektisida endosulfan, klorfirifos, monokrotofos,
metamidofos, diazinon, (seperti Thiodan, Dursban, Azodrin, Tamaron dan
Basudin). Untuk pencegahan, pestisida tersebut dapat diaplikasikan pada umur
25,35 dan 45 HST.
Penyakit utama kacang tanah antara
lain layu bakteri (Pseudomonas solanacearum), bercak daun (Cercospora
sp.)penyakit karat (Puccinia arachidis). Pengendalian dapat dilakukan dengan
penanaman varietas tahan atau menggunakan fungisida benomil, mankozeb,
bitertanol, karbendazim, dan klorotalonil (seperti Benlate, Dithane M-45,
Baycor, Delsane, MX200, dan Daconil). Untuk pencegahan fungisida tersebut dapat
diaplikasikan pada umur 35-45 dan 60 HST.
d. Penyulaman
Penyulaman
dilakukan pada umur 5-7 hari setelah tanam pada tanaman yang tidak tumbuh.
3.4.9.
Panen
Umur panen tergantung varietas dan
musim tanam. Rata- rata umur panen adalah 90-100 hari atau pada saat masak
fisiologis dimana tanda-tandanya adalah : kulit polong mengeras, berserat,
bagian dalam berwarna coklat, jika ditekan polong mudah pecah. Cara panen
dilakukan secara manual (dicabut), sebelum panen tanah perlu dibasahi dengan
diari agar tidak banyak polong yang tertinggal di dalam tanah.
3.4.10. Pengamatan
Variabel
yang diamati pada penelitian terdiri dari tinggi tanaman, jumlah cabang primer,
jumlah polong bernas per tanaman, berat polong kering per plot, jumlah biji per
polong, berat biji kering per plot dan berat 100 biji kering yang dilakukan
pada tanaman sampel. Penempatan sampel dilakukan secara acak sebanyak 5 sampel
per plot. Parameter yang diamati dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran
tinggi tanaman diukur dari pangkal batang tanaman sampai titik tumbuh.
Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali dimulai pada saat tanaman berumur
14 hari sampai sehari sebelum panen.
b.
Jumlah cabang primer (cabang)
Cabang
primer merupakan cabang yang keluar dari batang utama. Pengamatan cabang primer
dilakukan pada umur 30 hari setelah tanam dengan cara menghitung cabang yang
ada pada batang utama tanaman sampel.
d.
Umur berbunga (hari)
Umur
berbunganya kacang tanah dilihat pada saat kacang tanah telah berbunga lebih
dari 60% dari jumlah tanaman dalam satu plot.
e.
Umur Panen (hari)
Kacang
tanah siap untuk dipanen setelah memenuhi kreteria panen yaitu: sebagian daun
telah menguning, polong terisi penuh, sebagian daun berguguran, kulit polong
telah mengeras dan terlihat berurat, kulit bagian dalam berwarna coklat
kehitam-hitaman, biji telah berisi penuh dan kulit biji tipis.
f.
Jumlah polong bernas per tanaman
(polong)
Pengamatan
jumlah polong bernas per tanaman dilakukan dengan cara menghitung seluruh
polong pada tanaman sampel. Jumlah polong bernas per tanaman ditentukan dengan
membagi jumlah polong bernas dengan jumlah tanaman sampel. Polong bernas adalah
polong yang minimal mempunyai satu biji bernas. Waktu pengamatan dilakukan
setelah panen.
g.
Jumlah biji per polong (biji)
Polong
yang sudah dihitung dari tanaman sampel, terlebih dahulu polong dikupas untuk
memisahkan biji dari polong. Selanjutnya, biji dihitung dari seluruh polong
tanaman sampel. Jumlah biji per polong ditentukan dengan membagi seluruh biji
dengan jumlah polong per tanaman. Waktu pengamatan setelah panen.
h.
Berat biji kering per tanaman (g)
Polong yang sudah kering kemudian
dikupas untuk memisahkan biji dari polong. Selanjutnya biji ditimbang beratnya
untuk masing-masing plot. Waktu pengamatan dilakukan setelah panen.
i.
Berat 100 biji kering (g)
Pengamatan
berat 100 biji kering dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 100 biji kering
yang di ambil secara acak pada setiap plot. Pengeringan biji kacang tanah
dilakukan dengan cara dijemur sampai biji benar-benar kering. Biji yang sudah
dipilih ini kemudian ditimbang beratnya dengan timbangan analitik. Waktu
pengamatan dilakukan pada akhir penelitian.
3.5.Analisis
Data
Analisis ini yang di
pakai menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor. Menurut Adji Sastrosupadi (1999), RAL yang digunakan adalah:
Yij = µ + Ti + εij
Keterangan
:
Yij = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan
ke-I dan ulangan ke-j
µ = nilai tengah umum
Ti = pengaruh perlakuan ke-i
εij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan
ke-i dan ulangan ke-j
Data hasil
pengamatan dari masing-masing perlakuan diolah secara statistik dengan
menggunakan Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak
Lengkap satu faktor (Tabel 3.1).
Tabel 3.2. Sidik Ragam RAL Satu Faktor
SK
|
DB
|
JK
|
KT
|
F hitung
|
F
|
|
5%
|
1 %
|
|||||
Perlakuan
|
t-1
|
JKP
|
JKP/(t-1)
|
KTP/KTG
|
|
|
Galat
|
t (r-1)
|
JKG
|
JKG/(rt-1)
|
|
|
|
Total
|
rt-1
|
JKP + JKG
|
|
|
|
|
Sumber: Sastrosupadi
(1999).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar