Social Icons

Kamis, 19 Desember 2013

Pengaruh Pemberian Bokashi pada Pertumbuhan dan Hasil Semangka ( Citrullus vulgaris L. ) di Lahan Gambut



I. PENDAHULUAN




1.1.  Latar Belakang

Semangka atau disebut juga watermelon (Citrullus vulgaris L. ) bukanlah tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari Afrika tropik, yang kemudian berkembang ke Mesir, Eropa, dan Asia termasuk Indonesia. Kini tanaman semangka telah dibudidayakan secara komersial di seluruh dunia yang mempunyai iklim tropik. Di daerah yang beriklim dingin, tanaman semangka diusahakan di dalam rumah kaca atau dibawah sungkup plastik misalnya di Eropa dan Jepang ( Sunarjono,1990).
Menurut Prajnanta (2003)  dalam 100 g semangka mengandung gizi antara lain: 28 kal kalori; 0,1 g protein; 0,2 g lemak; 7,2 g karbohidrat; 6,0 mg kalsium; 7,0 mg fosfor; 0,2 mg besi; 50 S.I vitamin A; 0,02 mg vitamin B1; 0,03 mg vitamin B2; 7,0 mg vitamin C; 0,2 g niacin; 0,5 g serat; 92,1 g air. Buah semangka yang dipanen tepat waktunya akan berwarna cerah, bertekstur remah, renyah, manis, dan banyak mengandung air sehingga disukai banyak orang. Pada saat cuaca panas, terutama di musim kemarau, buah semangka mudah ditemui di mana-mana, mulai dari pasar buah, rumah makan, penjaja buah, bahkan sampai di hotel-hotel.
Menurut Lopulisa & Jafar Siddieg (1998) cit. Nurhayati (2008) proyeksi kebutuhan lahan sampai tahun 2020 akan mencapai lebih kurang 60.88 juta ha atau 165 %  dibandingkan dengan kebutuhan lahan pada tahun 1990 yang mencapai 37.00 juta ha. Sektor pertanian diperkirakan membutuhkan lebih kurang 67 juta ha. Permintaan lahan yang semakin besar dimasa mendatang akan menyebabkan penggunaan lahan-lahan marjinal termasuk gambut. Provinsi Riau merupakan wilayah yang memiliki lahan gambut yang terluas di Sumatera yaitu 4.044 juta ha (56,1 % dari luas lahan gambut Sumatera atau 45% dari luas daratan Provinsi Riau).
Kebutuhan semangka untuk daerah Riau masih banyak dipasok dari provinsi tetangga. Hal ini dapat dilihat dari laporan data Badan Pusat Statistik (2010) bahwa produksi tanaman semangka di Riau pada tahun 2009 hanya 7.290 ton dengan luas lahan 815 ha (produktivitas 8.94 ton/ha). Jumlah produksi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan Sumatera Barat sebesar 11.867 ton dengan luas lahan 940 ha (produktivitas 12.62 ton/ha) dan Sumatera Utara yang mencapai 43.205 ton dengan luas lahan 2.312 ha (produktivitas 18.69 ton/ha). Dengan rendahnya produksi ini, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas yang lebih baik.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi semangka adalah pemberian pupuk yang tepat. Pupuk mempunyai peranan penting terhadap keberhasilan budidaya tanaman. Tanaman membutuhkan pupuk yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan hara agar dapat tumbuh serta berkembang dengan baik. Menurut Sudirja (2006) pemberian pupuk organik dapat menambah cadangan unsur hara di dalam tanah, memperbaiki struktur tanah dan menambah kandungan bahan organik tanah. Salah satu jenis pupuk yang sering digunakan untuk tanaman semangka adalah bokashi.
Menurut Higa (2000) cit. Candra (2009) bokashi adalah salah satu kata dari bahasa Jepang yang berarti bahan organik yang telah difermentasikan. Bokashi dibuat dengan memfermentasikan bahan organik seperti sekam padi, jerami, serbuk gergaji atau limbah pasar. Penggunaan effektif microorganism (EM-4) merupakan salah satu cara yang tepat untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme di dalam tanah karena EM-4 merupakan inokulum mikroba yang dapat digunakan untuk membantu proses dekomposisi bahan organik. EM-4 tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya dan biasanya sudah tersedia di dalam tanah sehingga tidak akan merusak lingkungan.
Sedjati (2006) dalam hasil penelitiannya mengatakan bahwa pemberian bokashi jerami padi  pada tanaman kedelai yang terbaik adalah dengan dosis 5 – 7,5 ton / ha. Pada dosis tersebut dapat meningkatkan hasil panen (bobot polong isi dan bobot biji).
Berdasarkan penelitian Rahim dan Sukarmi (2011) pemberian bokashi jerami padi mampu memberikan pertumbuhan yang lebih baik pada tanaman melon yaitu meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun. Aplikasi pupuk organik cair dengan konsentrasi 2 ml / L-1 air memberikan hasil terbaik dari pengukuran berat buah, diameter buah dan produksi melon, baik itu dikombinasikan dengan bokashi pupuk kandang maupun bokashi jerami. 
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan  penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Bokashi pada Pertumbuhan dan Hasil Semangka ( Citrullus vulgaris L. ) di  Lahan Gambut

1.2. Tujuan

1.   Untuk mengetahui pengaruh pemberian bokashi jerami padi terhadap pertumbuhan dan hasil semangka.
2.   Untuk mengetahui dosis bokashi jerami padi yang tepat agar pertumbuhan dan hasil semangka maksimal.
1.2.  Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan data mengenai pengaruh pemberian bokashi jerami padi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman semangka (Citrullus vulgaris L.) di lahan gambut.

1.3.  Hipotesis

Pemberian bokashi jerami padi pada dosis yang tepat dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman semangka (Citrullus vulgaris L.) di lahan gambut.

II.  TINJAUAN PUSTAKA




2.1.   Morfologi Semangka

Berdasarkan penggolongan taksonomi klasifikasi tanaman semangka sebagai berikut: Divisio: Spermatophyta, Sub-kdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledonae, Sub-kelas: Sympetalae, Ordo: Cucurbitales, Famili: Cucurbitaceae, Genus: Citrullus, Spesies: Citrullus vulgaris L.
Tanaman semangka merupakan tanaman semusim, tumbuh merambat hingga mencapai panjang 3-5 meter. Oleh karena itu jarak antar barisan dalam satu bedengan harus dibuat lebar. Organ-organ pada tanaman semangka meliputi bagian-bagian seperti batang tanaman berbentuk bulat, berbatang lunak, berbulu, berwarna hijau yang tumbuh secara menjalar atau dilanjarkan pada turus bambu dan panjangnya bisa mencapai 5 meter. Daunnya cuping yang terletak berseberangan dengan panjang tangkai daun berkisar 5-8 cm dan berwarna hijau. Akar tanaman semangka memiliki akar serabut yang tumbuh menyebar tetapi dangkal (Cahyono, 1996).
Bunga tanaman muncul pada ketiak tangkai daun, berwarna kuning cerah. Tanaman semangka menghasilkan 3 macam bunga, yaitu bunga jantan, betina, dan bunga sempurna. Bunga jantan, bentuknya seperti terompet, memiliki 3 benang sari tersusun dalam tangkai sari yang panjangnya mencapai 2,5 cm dan ruang sari berbentuk S, tumbuh di antara ruas-ruas batang. Bunga jantan biasanya muncul lebih banyak dibandingkan bunga betina. Secara fisik yang membedakan bunga jantan dan bunga betina adalah bunga jantan memiliki tangkai tipis dan panjang, sedangkan tangkai pada bunga  betina terlihat adanya bakal buah. (Chayono, 1996; Rukmana, 1994).
 Buah semangka sangat bervariasi dalam hal bentuk, penampakan kulit buah, kandungan biji serta warna daging buahnya. Menurut bentuknya dibedakan menjadi tiga yakni bulat, oval dan lonjong. Sedangkan kenampakan pada kulit dibedakan dua macam yakni kulit buah bergaris dan tidak bergaris. Sebagian besar varietas semangka berbiji maupun non berbiji memiliki buah begaris-garis vertikal. Daging buahnya renyah, mengandung banyak air dan rasanya manis. Sebagian besar daging buah berwarna merah, walaupun ada berwarna jingga dan kuning (Chayono, 1996).


2.2.  Syarat Tumbuh

Wihardjo (1993) menjelaskan iklim yang sesuai untuk syarat pertumbuhan tanaman semangka adalah sebagai berikut: a) seluruh areal pertanaman semangka perlu sinar matahari sejak terbit sampai tenggelam, kekurangan sinar matahari menyebabkan terjadinya kemunduran waktu panen, b) tanaman semangka akan dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu ± 25°C (siang hari), suhu udara yang ideal bagi pertumbuhan tanaman semangka adalah suhu harian rata-rata yang berkisar 20-30 °C, c) kelembaban udara cenderung rendah bila sinar matahari menyinari areal penanaman, berarti udara kering yang miskin uap air. Kondisi demikian cocok untuk pertumbuhan tanaman semangka, sebab di daerah asalnya tanaman semangka hidup di lingkungan padang pasir yang berhawa kering. Sebaliknya kelembaban yang terlalu tinggi akan mendorong tumbuhnya jamur perusak tanaman, Secara teoritis curah hujan yang ideal untuk areal penanaman semangka adalah 40-50 mm/bulan.
Ketinggian tempat yang ideal untuk tanaman semangka adalah 100-300 meter diatas permukaan laut. Walaupun idealnya demikian, pada kenyataannya tanaman semangka dapat juga ditanam di daerah dekat pantai yang ketinggian kurang dari 100 meter di atas permukaan laut. Demikian juga  di daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 300 meter di atas permukaan laut pun masih dapat ditanami semangka.   
Duljapar dan Setyowati (2000) menjelaskan bahwa di samping tempat berpijaknya tanaman, tanah pun dapat berfungsi sebagai tempat penyedia unsur (bahan organik) yang dapat diserap tanaman melalui akar. Secara umum semangka menghendaki tanah yang gembur sedikit berpasir dan cukup tinggi mengandung bahan organik. Oleh karena sistem perakarannya agak dalam (lebih dari 20 cm) maka solum tanah pun harus sedang. Pada tanah sawah, semangka relatif akan tumbuh baik pada jenis tanah regosol, andosol, latosol, dan podsolik.
Keasaman (pH) tanah optimal bagi semangka agar dapat tumbuh baik harus berkisar 6,5-7,2. Agar diperoleh kondisi pH optimal tersebut, tanah yang bersifat asam (pH kurang dari 6) perlu diberi kapur.

2.3.   Budidaya Semangka 

2.3.1.   Persemaian

Menurut Suprapto dan Jaya (2000) agar benih dapat tumbuh baik, sehat dan cepat beradaptasi dengan lingkungan maka perlu disesuaikan terlebih dahulu dengan kegiatan sebagai berikut: 1). Benih direndam dalam larutan Benlate atau Dithane M-45 (0,5-1 gram/liter) selama ± 6 jam; 2). Benih diletakkan atau susun benih yang telah direndam kemudian ditutup dengan tiga lembar kertas koran yang telah dibasahi dan selama ± 2 hari usahakan kertas koran dalam keadaan lembab; 3). Setelah benih berkecambah dapat dipindahkan ke kantong plastik/polibag dengan media semai dari tanah dan pupuk kandang (3 : 1); 4). Persemaian/polibag ditempatkan pada tempat terbuka dengan diberi naungan yang dapat diatur; dan 5). Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, pengaturan naungan dan pengendalian hama dan penyakit.

2.3.2.      Pengolahan tanah

Pada lahan yang telah dibajak dan dicangkul halus, dibuat bedengan. Panjang bedengan 12-15 m dengan lebar 1,5-2 m atau 3-4 m. Apabila lebar bedengan 1,5-2 m maka penanaman hanya dilakukan satu baris saja. Apabila lebar bedengan 3-4 m, maka penanaman dilakukan dua baris dengan jarak tanam      1,5-2m. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40x40x30 cm. Jarak lubang tanam atau jarak tanam di dalam baris 1,2-1,5 m (Kalie, 2006).

2.3.3.   Penanaman

Penanaman dilakukan saat tanaman yang sudah berdaun 4 lembar (berumur 14 hari) dan kondisi bibit sudah cukup kuat untuk dipindahkan ke lahan pertanaman. Pemindahan bibit semangka sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari karena kondisi lingkungan pertanaman belum begitu panas. Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan menggali lubang (disesuaikan dengan media bibit dalam polibag). Untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi, perlu diperhatikan dalam memilih biibit antara lain: 1). Bibit telah berumur sekitar 14 hari atau daunnya berjumlah empat buah, pertumbuhannya normal dan bibit tampak berwarna hijau segar; 2). Bibit dalam kondisi sehat, artinya bebas dari serangan hama dan penyakit yang membahayakan bagi perkembangan selanjutnya di lahan pertanaman (Cahyono, 1996).

2.3.4.   Pemeliharaan

Pada awal pertumbuhan,  selama 10-15 hari, tanaman perlu disiram atau diairi. Apabila pengairan dilakukan melalui saluran-saluran antara bedengan, maka air harus dijaga supaya tidak meluap menggenangi bedengan. Pembumbunan dan penyiangan harus dilakukan dengan hati-hati karena akar semangka cukup dangkal. Jika tanaman tanaman tumbuh rapat, namun ada rumput yang meninggi, maka sebaiknya rumput dibersihkan dengan cara menyabutnya. Penyiangan perlu dilakukan 3-4 selama masa tanam (Kalie, 2006).  
Penyiangan merupakan kegiatan mencabut atau membersihkan gulma yang tumbuh di sekitar tanaman atau bedengan. Adanya gulma di sekitar tanaman dapat menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan mengurangi hasil produksi kelak. Ini disebabkan adanya persaingan dalam memperebutkan zat hara dalam tanah. Penyiangan di dalam bedengan tidak perlu menggunakan cangkul, cukup mencabut dengan tangan gulma yang tumbuh. Gulma yang tumbuh dekat akar tanaman tidak perlu dicabut, tetapi cukup dipangkas. Penyiangan ini minimal dilakukan dua kali selama satu musim tanam (Duljapar & Setyowati, 2000).
Untuk mendapatkan buah semangka yang berukuran besar maka dalam satu tanaman cukup dipelihara 2 – 3 buah saja. Untuk itu pada cabang-cabang yang tumbuh dipilih dua cabang tunas lateral terbaik ditambah satu cabang utama. Dari ketiga cabang tersebut berdasar pengalaman lapangan, hanya dua buah yang dapat berkembang secara baik sedangkan untuk cabang yang tidak dibutuhkan dipangkas. Tanaman yang tumbuh terlalu subur, biasanya ranting cabang sekunder akan tumbuh memanjang dan ranting tersebut harus dipangkas (disisakan dua daun) terutama pada cabang primer yang terdapat buahnya (Cahyono, 1996).

2.3.5.   Pemupukan

Menurut Sunarjono (2003) sewaktu persemaian pupuk yang digunakan hanya pupuk kandang yang telah matang, setelah bibit ditanam ke lahan baru dilakukan pemupukan NPK. Biasanya tanaman dipupuk 2 kali, yakni pada umur 1-2 minggu setelah tanam dan 3-4 minggu kemudian. Dosis pupuknya ialah 100-150 kg/ha Urea, 200 kg/ha TSP, dan 100 kg/ha KCl. Setelah tanaman berbentuk buah sebesar kelereng, umumnya tidak dipupuk lagi.

2.3.6.   Pengendalian hama dan penyakit tanaman

Penyakit yang sering menyerang tanaman semangka antara lain: 1). Penyakit tepung (powdery mildew), gejalanya tampak pada daun atau batang muda yang dilapisi semacam tepung berwarna putih yang disebabkan Erysiphe cichoracearum DC ex Merat. Penyakit ini dicegah atau diberantas dengan benlate (dosis 0,06%) dengan selang waktu penyemprotan 10 – 15 hari. 2). Penyakit busuk daun (downy mildew), gejalanya tampak berbentuk bercak-bercak kuning pada daun yang kemudian berubah menjadi coklat kemerahan. Penyakit ini disebabkan Pseudoperonospora curbensis (Berck dan Curt). Untuk mencegah penyakit ini digunakan Dithane M-45 (dosis 0,18%), Lonacol (dosis 0,2 – 0,3%) dengan selang waktu 7 – 10 hari. 3). Penyakit layu fusarium, gejalanya daun-daunnya layu mengkerut mulai dari ujung tanaman. Penyebabnya Fusarium oxysporum (EFS) F. niveum S&H. Penyakit ini bisa dikendalikan dengan menggunakan benih yang resisten. 4). Penyakit busuk rhizopus. Infeksi kapang terjadi melalui luka. Sanitasi kebun harus dilakukan sebaik-baiknya. Buah-buah yang busuk segera dimusnahkan dengan cara dibakar agar tidak menjadi sumber inokulum (Kalie, 2006).

2.3.7.   Panen

Panen dilakukan apabila buah semangka telah masak, tingkat kemasakan buah semangka dapat diketahui dengan cara memukul buah dengan jari atau tangan dan mendengar bunyinya. Apabila bunyinya terdengar berat, tandanya buah telah masak. Sebaliknya apabila bunyinya ringan menandakan buah masih muda. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan melihat tangkai buah yang telah berubah warna menjadi kecokelatan atau bagian kulit buah yang terletak di tanah telah berubah warna dari putih menjadi kekuningan. Pemetikan buah sebaiknya mengunakan pisau atau gunting, tangkai buah ikut dipotong agak panjang (Kalie, 2006).     
Perlakuan buah sebelum dipetik untuk tanaman semangka tidak diperlukan. Hal yang penting adalah pemberian pupuk NPK berimbang, tanaman sehat tidak terserang hama dan penyakit. Pemberian air dihentikan menjelang buah tua, yakni 2 minggu sebelum panen. Namun, perlakuan buah sesudah dipetik pada buah semangka sangat penting, terutama bila di lapangan mulai tampak ada gejala yang mencurigakan. Tempat penyimpanan yang baik mempunyai suhu 4 – 5°C dan kelembaban 80 - 85% (Sunarjo, 1996).





2.4.   Bokashi 

Bahan organik mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Selain itu bahan organik juga berperan terhadap pasokan hara dan ketersedian P. Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah terhadap peningkatan porositas tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan pori total tanah dan menurunkan berat volume tanah. Penambahan bahan organik juga akan meningkatkan kemampuan tanah menahan air sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Sedjati, 2006).  
Menurut Wididana dan Anom (1995) cit. Nur (2005) bokashi adalah fermentasi bahan organik (jerami, sampah organik, pupuk kotoran ternak dan lain-lain) dengan teknologi EM 4 yang dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman (menjaga kestabilan produksi), serta menghasilkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian yang berwawasan lingkungan.
Dalam 100 g bokashi mengandung unsur nitrogen 4, 96  %; fosfor 0,34 %; kalium 1,90 %; protein 30,20 %; karbohidrat 22,96 %; lemak 11,21 %; gula 15,75%; alkohol 14,02% mg/100 g; vitamin C 0,46% mg/100 g, dan asam amino. Manfaat bahan organik fermentasi adalah bisa langsung digunakan sebagai pupuk organik, tidak panas, tidak berbau busuk, tidak mengandung penyakit dan tidak membahayakan pertumbuhan dan produksi tanaman (Wididana, 1993).
Menurut Rusnetty (2000) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa pemberian bahan organik (pupuk hijau, pupuk kandang, dan jerami) dapat meningkatkan pH tanah, P tersedia, N total, KTK, K-dd dan menurunkan Al- dd, serapan P, fraksi Al dan Fe dalam tanah, sehingga dapat  meningkatkan kandungan P tanaman, pada akhirnya hasil tanaman juga meningkat.
            Berdasarkan penelitian Nur (2005) pemberian bokashi terhadap pertumbuhan kedelai varietas Tampomas berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan misalnya jumlah daun, luas daun, berat kering tanaman dan jumlah bintil akar efektif. Demikian juga dengan hasil yang meliputi jumlah cabang produktif, jumlah polong dan berat kering polong. Pemberian bokashi dengan dosis 15 ton/ha menghasilkan biji kering 7,33 gr/tanaman atau mengalami kenaikan sebesar 46,16 % dibandingkan tanpa pemberian bokashi.  Selanjutnya menurut penelitian Pangaribuan dan Pujisiswanto (2008) pemberian bokashi jerami padi secara nyata meningkatkan indeks luas daun, pertumbuhan dan produksi tomat.


2.5. Lahan gambut

            Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah yang kaya bahan organik (C –Organik > 18 % ) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak di daerah rawa belakang (back swamp)  atau daerah cekungan yang drainasenya buruk (Agus & Subiksa, 2008).
            Menurut Agus & Subiksa (2008) gambut diklasifikasikan berdasarkan berbagai sudut pandang diantaranya yaitu dari tingkat kematangan. Berdasarkan tingkat kematangannya: 1) gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila remas kandungan seratnya 15%. 2). Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asal masih bisa dikenali, berwarna coklat dan bila diremas seratnya  15-75%.  3). Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali berwarna coklat dan bila diremas > 75% seratnya masih tersisa.
            Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi: 1). Gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai dan laut. 2). Mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral  dan basa-basa sedang. 3). Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofit  (Agus & Subiksa, 2008).
                Tanaman hortikultura (tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan) umumnya sesuai dengan gambut pada berbagai tingkat ketebalan tanah, bahkan petani lebih menyukai gambut dalam (> 3 m) karena pada musim kemarau petani masih dapat menyirami sayuran mereka karena air gambut masih tersedia untuk penyiraman tanaman. Pada gambut dangkal atau sedang penyiraman tanaman di musim kemarau sulit dilakukan, karena air gambut mengering dan sumber air jauh dari kebun. Cukup banyak jenis sayuran tropis dataran rendah yang dapat diusahakan di lahan gambut seperti sawi, kailan, bayam, kangkung, cabe, seledri, kucai, daun bawang, kacang panjang, kacang buncis, terong, tomat, labu, labu kuning, gambas, termasuk semangka (Sagiman, 2007).



DAFTAR PUSTAKA




Agus, F. dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi Untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor. 36 hlm.

Agustina, Z. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Rineka cipta Jakarta. 154 hlm.
Badan Pusat Statistik Riau. 2010. Statistik  Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan Semusim. Pekanbaru. 73 hlm.
Candra, M. Y. 2009. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kailan (Brassica alboglabra L.) Dengan pemberian Berbagai Jenis Bokashi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru. 44 hlm.
Chayono, B. 1996. Budidaya Semangka Hibrida. CV. Aneka. Solo. 102 hlm.
Duljapar, K. dan R. N. Setyowati. 2000. Petunjuk Bertanam Semangka Sistem Turus. Penebar Swadaya. Jakarta.79 hlm.

East West Seed. Http: //www. eastwestindo. com. Diakses pada 12 April 2012 di pekanbaru.

Fransiscus. 2006. Pemberian Beberapa Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan produksi kacang tanah (Arachis hypogaea L.). Skripsi. Universitas Riau. Pekanbaru. 40 hlm.

Gardner, P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI. Jakarta. 248 hlm.

Harjadi. 1980. Pengantar Agronomi. PT Gramedia. Jakarta. 172 hlm.
Harjadi dan M. M. Sri Setyati. 1991. Pengantar Agronomi. PT Gramedia. Jakarta. 197 hlm.
Jumin, H. B. 2002. Agronomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 216 hlm.
Kalie, M. B. 2006. Bertanam Semangka. Penebar Swadaya. Jakarta. 75 hlm.

Kaya, E. 2009. Ketersediaan fosfat,serapan fosfat, dan hasil tanaman jagung (Zea mays L.) Akibat Pemberian Bokashi Ela Sagu dengan Pupuk Fosfat pada Ultisols. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 9 (1): 30-36.
Kurniawan, S. dan Muslim. 2008. Fakta Hutan dan Kebakaran Riau 2002-2007. Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau. Riau-Indonesia. 17 hlm.
Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 205 hlm.
Mattjik, A. A dan I. M. Sumertajaya. 2006. Rancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB. Bogor. 276 hlm.
Nurhayati. 2008. Tanggap Tanaman Kedelai di  Tanah Gambut Terhadap Pemberian Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah. Tesis. Universitas Sumatera Utara Medan.
Nur, M. 2005. Pengaruh Dosis Bokasi Jerami Padi dan Pemberian EM-4 terhadap pertumbuhan dan  Hasil Kedelai (Glycine max L) Varietas Tampomas. Skripsi. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Aceh. 55 hlm.
Pangaribuan, D dan H. Pujisiswanto. 2008. Pemanfaatan Kompos Jerami Untuk Meningkatkan Produksi dan Kualitas Buah Tomat. Seminar Nasional Sains dan teknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Prajnanta, F. 2003. Agribisnis Semangka Non-Biji. Penebar Swadaya. Jakarta. 192 hlm.

Rahim, I. dan Sukarni. 2011. Pertumbuhan dan Produksi Melon pada Dua Jenis Bokashi dan Berbagai Konsentrasi Pupuk Organik Cair. Jurnal Agronomika. Fakultas Pertanian, Peternakan dan Perikanan. Universitas Muhammadiyah Parepare. 1 (2): 87-91.

Rukmana, R. 1994. Budidaya Semangka Hibrida. Kanisius. Yogyakarta. 71 hlm.

Rusnetty. 2000. Beberapa Sifat Kimia Erapan P, Fraksionasi Al dan Fe Tanah, Serapan Hara, serta Hasil Jagung Akibat Pemberian Bahan Organik dan Fosfat Alam Pada Utisols Sitiung. Disertasi. Unpad. Bandung.

Sagiman, S. 2007. Pemanfaatan Lahan Gambut dengan perpektif pertanian Berkelanjutan. Orasi Ilmiah. Guru Besar tetap Ilmu kesuburan Tanah Fakultas Pertanian. Universitas Tanjungpura. Pontianak. 32 hlm.

Salisbury,F.B dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi tumbuhan. ITB.Bandung. 176 hlm.   
Sedjati, S. 2006. Kajian Pemberian Bokashi Jerami Padi dan Pupuk P Pada Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Muria Kudus.
Subhan dan Kartika. 2000. Pengunaan pupuk cair fosfor –N dosis NPK terhadap hasil dan kualitas buah tomat. Jurnal agrivigor. Makasar. 2 (2): 98 – 104.
Sudirja, R., M.A. Siregar, dan S. Rosniawaty. 2006. Respons Beberapa Sifat Kimia Flufentic Eutrudepts Melalui Pendayagunaan Limbah Kakao dan Berbagai Jenis Pupuk Organik. Jurnal Penelitian Agronomi. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Bandung. 2 (3): 26-50.
Suharto. 2009. Pemberian dosis pupuk Urea dan superizogen pada tanaman kedelai (Glycine max (L) Merril). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Islam Riau. Pekanbaru.
Simanjuntak, N.B.L. 2007. Respon Tanaman Kedelai (Glycine max (L) meril) Terhadap Perbedaan Dosis Berbagai Jenis Kapur di Tanah Gambut. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Riau. Pekanbaru. 41 hlm.
Sunarjono, H. 1990. Ilmu Produksi Tanaman Buah-buahan. Sinar Baru. Bandung. 208 hlm.

Sunarjono, H. 1990. 1996. Aneka Permasalahan Semangka dan Melon Beserta Pemecahannya. Penebar Swadaya. Jakarta. 118 hlm.

Suprapto dan N. A. Jaya. 2000. Budidaya Semangka dengan Teknologi Embung. Laporan Akhir Penelitian SUT Diversivikasikan Lahan Marginal di Kecamatan Gerokgak. Buleleng. No. Agdex : 235/28 No. Seri: 12/Buah/2000/Oktober 2000.

Sutedjo, M. M. 2010. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 174 hlm.
Wididana, S. 1993. Teknologi Efektif Mikroorganisme (EM-4). Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan, Jakarta. 55 hlm.

Wihardjo, F. A. S. 1993. Bertanam Semangka. Kanisius. Yogyakarta. 107 hlm.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates