I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Semangka atau disebut juga watermelon (Citrullus vulgaris L. ) bukanlah tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari Afrika
tropik, yang kemudian berkembang ke Mesir, Eropa, dan Asia termasuk Indonesia.
Kini tanaman semangka telah dibudidayakan secara komersial di seluruh dunia
yang mempunyai iklim tropik. Di daerah yang beriklim dingin, tanaman semangka
diusahakan di dalam rumah kaca atau dibawah sungkup plastik misalnya di Eropa
dan Jepang ( Sunarjono,1990).
Menurut Prajnanta
(2003) dalam 100 g semangka mengandung
gizi antara lain: 28 kal kalori; 0,1 g protein; 0,2 g lemak; 7,2 g karbohidrat;
6,0 mg kalsium; 7,0 mg fosfor; 0,2 mg besi; 50 S.I vitamin A; 0,02 mg vitamin
B1; 0,03 mg vitamin B2; 7,0 mg vitamin C; 0,2 g niacin; 0,5 g serat; 92,1 g
air. Buah semangka yang dipanen tepat waktunya akan berwarna cerah, bertekstur
remah, renyah, manis, dan banyak mengandung air sehingga disukai banyak orang.
Pada saat cuaca panas, terutama di musim kemarau, buah semangka mudah ditemui
di mana-mana, mulai dari pasar buah, rumah makan, penjaja buah, bahkan sampai
di hotel-hotel.
Menurut Lopulisa &
Jafar Siddieg (1998) cit. Nurhayati
(2008) proyeksi kebutuhan lahan sampai tahun 2020 akan mencapai lebih kurang
60.88 juta ha atau 165 % dibandingkan
dengan kebutuhan lahan pada tahun 1990 yang mencapai 37.00 juta ha. Sektor
pertanian diperkirakan membutuhkan lebih kurang 67 juta ha. Permintaan lahan
yang semakin besar dimasa mendatang akan menyebabkan penggunaan lahan-lahan
marjinal termasuk gambut. Provinsi Riau merupakan wilayah yang memiliki lahan gambut yang terluas di
Sumatera yaitu 4.044 juta ha (56,1 % dari luas lahan gambut Sumatera
atau 45% dari luas daratan Provinsi Riau).
Kebutuhan semangka untuk daerah Riau masih banyak
dipasok dari provinsi tetangga. Hal ini
dapat dilihat dari laporan data Badan Pusat Statistik (2010) bahwa produksi tanaman semangka di Riau pada tahun
2009 hanya 7.290 ton dengan luas lahan 815 ha (produktivitas 8.94 ton/ha). Jumlah produksi ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan Sumatera Barat sebesar 11.867 ton dengan luas lahan 940 ha (produktivitas 12.62 ton/ha) dan Sumatera Utara yang mencapai 43.205 ton dengan luas lahan 2.312 ha (produktivitas 18.69 ton/ha). Dengan rendahnya produksi ini, perlu dilakukan
upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas yang lebih baik.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi semangka
adalah pemberian pupuk yang tepat. Pupuk mempunyai peranan penting terhadap
keberhasilan budidaya tanaman. Tanaman membutuhkan pupuk yang sesuai untuk
memenuhi kebutuhan hara agar dapat tumbuh serta berkembang dengan baik. Menurut
Sudirja (2006) pemberian pupuk organik dapat menambah cadangan unsur hara di
dalam tanah, memperbaiki struktur tanah dan menambah kandungan bahan organik
tanah. Salah satu jenis pupuk yang sering digunakan untuk tanaman semangka
adalah bokashi.
Menurut Higa
(2000) cit. Candra (2009) bokashi adalah salah satu kata
dari bahasa Jepang yang berarti bahan organik yang telah difermentasikan. Bokashi dibuat dengan memfermentasikan
bahan organik seperti sekam padi, jerami, serbuk gergaji atau limbah pasar. Penggunaan
effektif microorganism (EM-4)
merupakan salah satu cara yang tepat untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme
di dalam tanah karena EM-4 merupakan inokulum mikroba yang dapat digunakan
untuk membantu proses dekomposisi bahan organik. EM-4 tidak mengandung bahan
kimia yang berbahaya dan biasanya sudah tersedia di dalam tanah sehingga tidak
akan merusak lingkungan.
Sedjati (2006) dalam hasil penelitiannya mengatakan bahwa pemberian
bokashi jerami padi pada tanaman kedelai
yang terbaik adalah dengan dosis 5 – 7,5 ton / ha. Pada dosis tersebut dapat
meningkatkan hasil panen (bobot polong isi dan bobot biji).
Berdasarkan penelitian Rahim dan Sukarmi (2011) pemberian bokashi jerami
padi mampu memberikan pertumbuhan yang lebih baik pada tanaman melon yaitu
meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun. Aplikasi pupuk organik cair dengan
konsentrasi 2 ml / L-1 air memberikan hasil terbaik dari pengukuran
berat buah, diameter buah dan produksi melon, baik itu dikombinasikan dengan
bokashi pupuk kandang maupun bokashi jerami.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian
Bokashi pada Pertumbuhan dan Hasil Semangka ( Citrullus vulgaris L. ) di Lahan Gambut”
1.2. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian bokashi jerami padi terhadap pertumbuhan dan hasil semangka.
2.
Untuk mengetahui dosis
bokashi jerami padi yang tepat agar pertumbuhan dan hasil
semangka maksimal.
1.2. Manfaat
Manfaat penelitian ini
adalah mendapatkan data mengenai pengaruh pemberian bokashi jerami padi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman semangka
(Citrullus vulgaris L.) di lahan
gambut.
1.3. Hipotesis
Pemberian
bokashi jerami padi pada dosis yang tepat dapat
meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman semangka (Citrullus vulgaris L.) di lahan gambut.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi
Semangka
Berdasarkan
penggolongan taksonomi klasifikasi tanaman semangka sebagai berikut: Divisio: Spermatophyta,
Sub-kdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledonae, Sub-kelas: Sympetalae, Ordo: Cucurbitales,
Famili: Cucurbitaceae, Genus: Citrullus, Spesies: Citrullus vulgaris L.
Tanaman
semangka merupakan tanaman
semusim, tumbuh merambat hingga mencapai panjang 3-5 meter. Oleh karena itu
jarak antar barisan dalam satu bedengan harus dibuat lebar. Organ-organ pada
tanaman semangka meliputi bagian-bagian seperti batang tanaman berbentuk bulat,
berbatang lunak, berbulu, berwarna hijau yang tumbuh secara menjalar atau
dilanjarkan pada turus bambu dan panjangnya bisa mencapai 5 meter. Daunnya
cuping yang terletak berseberangan dengan panjang tangkai daun berkisar 5-8 cm
dan berwarna hijau. Akar tanaman semangka memiliki akar serabut yang tumbuh
menyebar tetapi dangkal (Cahyono, 1996).
Bunga
tanaman muncul pada ketiak tangkai daun, berwarna kuning cerah. Tanaman semangka
menghasilkan 3 macam bunga, yaitu bunga jantan, betina, dan bunga sempurna.
Bunga jantan, bentuknya seperti terompet, memiliki 3 benang sari tersusun dalam
tangkai sari yang panjangnya mencapai 2,5 cm dan ruang sari berbentuk S, tumbuh
di antara
ruas-ruas batang.
Bunga jantan biasanya muncul lebih banyak dibandingkan bunga
betina. Secara fisik yang membedakan bunga jantan dan bunga betina adalah bunga
jantan memiliki tangkai tipis dan panjang, sedangkan tangkai pada bunga betina terlihat adanya bakal buah. (Chayono,
1996;
Rukmana, 1994).
Buah semangka sangat bervariasi dalam hal bentuk,
penampakan kulit
buah, kandungan biji serta warna daging buahnya. Menurut bentuknya dibedakan menjadi tiga
yakni bulat, oval dan lonjong. Sedangkan kenampakan pada kulit dibedakan dua
macam yakni kulit buah bergaris dan tidak bergaris. Sebagian besar varietas
semangka berbiji maupun non berbiji memiliki buah begaris-garis vertikal. Daging
buahnya renyah, mengandung banyak air dan rasanya manis. Sebagian besar daging
buah berwarna merah, walaupun ada berwarna jingga dan kuning (Chayono, 1996).
2.2. Syarat Tumbuh
Wihardjo (1993) menjelaskan iklim yang sesuai untuk syarat pertumbuhan
tanaman semangka adalah sebagai berikut: a) seluruh areal pertanaman semangka
perlu sinar matahari sejak terbit sampai tenggelam, kekurangan sinar matahari
menyebabkan terjadinya kemunduran waktu panen, b) tanaman semangka akan dapat
tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu ± 25°C (siang hari), suhu
udara yang ideal bagi pertumbuhan tanaman semangka adalah suhu harian rata-rata
yang berkisar 20-30 °C, c) kelembaban udara cenderung rendah bila sinar
matahari menyinari areal penanaman, berarti udara kering yang miskin uap air.
Kondisi demikian cocok untuk pertumbuhan tanaman semangka, sebab di daerah
asalnya tanaman semangka hidup di lingkungan padang pasir yang berhawa kering.
Sebaliknya kelembaban yang terlalu tinggi akan mendorong tumbuhnya jamur perusak
tanaman, Secara teoritis curah hujan yang ideal untuk areal penanaman semangka
adalah 40-50 mm/bulan.
Ketinggian tempat yang ideal untuk tanaman
semangka adalah 100-300 meter diatas permukaan laut. Walaupun idealnya
demikian, pada kenyataannya tanaman semangka dapat juga ditanam di daerah dekat
pantai yang ketinggian kurang dari 100 meter di atas permukaan laut. Demikian
juga di daerah yang memiliki ketinggian
lebih dari 300 meter di atas permukaan laut pun masih dapat ditanami semangka.
Duljapar
dan Setyowati (2000) menjelaskan bahwa di samping tempat berpijaknya tanaman,
tanah pun dapat berfungsi sebagai tempat penyedia unsur (bahan organik) yang
dapat diserap tanaman melalui akar. Secara umum semangka menghendaki tanah yang
gembur sedikit berpasir dan cukup tinggi mengandung bahan organik. Oleh karena
sistem perakarannya agak dalam (lebih dari 20 cm) maka solum tanah pun harus
sedang. Pada tanah sawah, semangka relatif akan tumbuh baik pada jenis tanah
regosol, andosol, latosol, dan podsolik.
Keasaman (pH) tanah optimal
bagi semangka agar dapat tumbuh baik harus berkisar 6,5-7,2. Agar diperoleh
kondisi pH optimal tersebut, tanah yang bersifat asam (pH kurang dari 6) perlu
diberi kapur.
2.3.
Budidaya
Semangka
2.3.1.
Persemaian
Menurut Suprapto dan Jaya (2000) agar benih dapat tumbuh baik,
sehat dan cepat beradaptasi dengan lingkungan maka perlu disesuaikan terlebih
dahulu dengan kegiatan sebagai berikut: 1). Benih direndam dalam larutan
Benlate atau Dithane M-45 (0,5-1 gram/liter) selama ± 6 jam; 2). Benih diletakkan
atau susun benih yang telah direndam kemudian ditutup dengan tiga lembar kertas
koran yang telah dibasahi dan selama ± 2 hari usahakan kertas koran dalam
keadaan lembab; 3). Setelah benih berkecambah dapat dipindahkan ke kantong
plastik/polibag dengan media semai dari tanah dan pupuk kandang (3 : 1); 4).
Persemaian/polibag ditempatkan pada tempat terbuka dengan diberi naungan yang
dapat diatur; dan 5). Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, pengaturan
naungan dan pengendalian hama dan penyakit.
2.3.2.
Pengolahan tanah
Pada lahan yang telah
dibajak dan dicangkul halus, dibuat bedengan. Panjang bedengan 12-15 m dengan
lebar 1,5-2 m atau 3-4 m. Apabila lebar bedengan 1,5-2 m maka penanaman hanya
dilakukan satu baris saja. Apabila lebar bedengan 3-4 m, maka penanaman
dilakukan dua baris dengan jarak tanam
1,5-2m. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40x40x30 cm. Jarak lubang
tanam atau jarak tanam di dalam baris 1,2-1,5 m (Kalie, 2006).
2.3.3.
Penanaman
Penanaman dilakukan saat
tanaman yang sudah berdaun 4 lembar (berumur 14 hari) dan kondisi bibit sudah
cukup kuat untuk dipindahkan ke lahan pertanaman. Pemindahan bibit semangka
sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari karena kondisi lingkungan
pertanaman belum begitu panas. Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan menggali
lubang (disesuaikan dengan media bibit dalam polibag). Untuk mencapai tingkat
produksi yang tinggi, perlu diperhatikan dalam memilih biibit antara lain: 1).
Bibit telah berumur sekitar 14 hari atau daunnya berjumlah empat buah,
pertumbuhannya normal dan bibit tampak berwarna hijau segar; 2). Bibit dalam
kondisi sehat, artinya bebas dari serangan hama dan penyakit yang membahayakan
bagi perkembangan selanjutnya di lahan pertanaman (Cahyono, 1996).
2.3.4.
Pemeliharaan
Pada awal pertumbuhan, selama 10-15 hari, tanaman perlu disiram atau
diairi. Apabila pengairan dilakukan melalui saluran-saluran antara bedengan,
maka air harus dijaga supaya tidak meluap menggenangi bedengan. Pembumbunan dan
penyiangan harus dilakukan dengan hati-hati karena akar semangka cukup dangkal.
Jika tanaman tanaman tumbuh rapat, namun ada rumput yang meninggi, maka
sebaiknya rumput dibersihkan dengan cara menyabutnya. Penyiangan perlu
dilakukan 3-4 selama masa tanam (Kalie, 2006).
Penyiangan merupakan kegiatan
mencabut atau membersihkan gulma yang tumbuh di sekitar tanaman atau bedengan.
Adanya gulma di sekitar tanaman dapat menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan
mengurangi hasil produksi kelak. Ini disebabkan adanya persaingan dalam
memperebutkan zat hara dalam tanah. Penyiangan di dalam bedengan tidak perlu
menggunakan cangkul, cukup mencabut dengan tangan gulma yang tumbuh. Gulma yang
tumbuh dekat akar tanaman tidak perlu dicabut, tetapi cukup dipangkas.
Penyiangan ini minimal dilakukan dua kali selama satu musim tanam (Duljapar
& Setyowati, 2000).
Untuk mendapatkan buah
semangka yang berukuran besar maka dalam satu tanaman cukup dipelihara 2 – 3
buah saja. Untuk itu pada cabang-cabang yang tumbuh dipilih dua cabang tunas lateral
terbaik ditambah satu cabang utama. Dari ketiga cabang tersebut berdasar
pengalaman lapangan, hanya dua buah yang dapat berkembang secara baik sedangkan
untuk cabang yang tidak dibutuhkan dipangkas. Tanaman yang tumbuh terlalu
subur, biasanya ranting cabang sekunder akan tumbuh memanjang dan ranting
tersebut harus dipangkas (disisakan dua daun) terutama pada cabang primer yang
terdapat buahnya (Cahyono, 1996).
2.3.5.
Pemupukan
Menurut
Sunarjono (2003) sewaktu persemaian pupuk yang digunakan hanya pupuk kandang
yang telah matang, setelah bibit ditanam ke lahan baru dilakukan pemupukan NPK.
Biasanya tanaman dipupuk 2 kali, yakni pada umur 1-2 minggu setelah tanam dan
3-4 minggu kemudian. Dosis pupuknya ialah 100-150 kg/ha Urea, 200 kg/ha TSP,
dan 100 kg/ha KCl. Setelah tanaman berbentuk buah sebesar kelereng, umumnya
tidak dipupuk lagi.
2.3.6.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman
Penyakit
yang sering menyerang tanaman semangka antara lain: 1). Penyakit tepung (powdery mildew), gejalanya tampak pada
daun atau batang muda yang dilapisi semacam tepung berwarna putih yang
disebabkan Erysiphe cichoracearum DC
ex Merat. Penyakit ini dicegah atau diberantas dengan benlate (dosis 0,06%)
dengan selang waktu penyemprotan 10 – 15 hari. 2). Penyakit busuk daun (downy
mildew), gejalanya tampak berbentuk bercak-bercak kuning pada daun yang
kemudian berubah menjadi coklat kemerahan. Penyakit ini disebabkan Pseudoperonospora curbensis (Berck dan
Curt). Untuk mencegah penyakit ini digunakan Dithane M-45 (dosis 0,18%),
Lonacol (dosis 0,2 – 0,3%) dengan selang waktu 7 – 10 hari. 3). Penyakit layu fusarium,
gejalanya daun-daunnya layu mengkerut mulai dari ujung tanaman. Penyebabnya Fusarium oxysporum (EFS) F. niveum S&H. Penyakit ini bisa
dikendalikan dengan menggunakan benih yang resisten. 4). Penyakit busuk rhizopus.
Infeksi kapang terjadi melalui luka. Sanitasi kebun harus dilakukan
sebaik-baiknya. Buah-buah yang busuk segera dimusnahkan dengan cara dibakar
agar tidak menjadi sumber inokulum (Kalie, 2006).
2.3.7.
Panen
Panen dilakukan apabila buah
semangka telah masak, tingkat kemasakan buah semangka dapat diketahui dengan
cara memukul buah dengan jari atau tangan dan mendengar bunyinya. Apabila
bunyinya terdengar berat, tandanya buah telah masak. Sebaliknya apabila
bunyinya ringan menandakan buah masih muda. Cara lain yang dapat dilakukan
adalah dengan melihat tangkai buah yang telah berubah warna menjadi kecokelatan
atau bagian kulit buah yang terletak di tanah telah berubah warna dari putih
menjadi kekuningan. Pemetikan buah sebaiknya mengunakan pisau atau gunting,
tangkai buah ikut dipotong agak panjang (Kalie, 2006).
Perlakuan buah sebelum
dipetik untuk tanaman semangka tidak diperlukan. Hal yang penting adalah
pemberian pupuk NPK berimbang, tanaman sehat tidak terserang hama dan penyakit.
Pemberian air dihentikan menjelang buah tua, yakni 2 minggu sebelum panen.
Namun, perlakuan buah sesudah dipetik pada buah semangka sangat penting,
terutama bila di lapangan mulai tampak ada gejala yang mencurigakan. Tempat
penyimpanan yang baik mempunyai suhu 4 – 5°C dan kelembaban 80 - 85% (Sunarjo,
1996).
2.4. Bokashi
Bahan organik mempunyai
pengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Selain itu bahan
organik juga berperan terhadap pasokan hara dan ketersedian P. Pengaruh bahan organik
terhadap sifat fisik tanah adalah terhadap peningkatan porositas tanah.
Penambahan bahan organik akan meningkatkan pori total tanah dan menurunkan
berat volume tanah. Penambahan bahan organik juga akan meningkatkan kemampuan
tanah menahan air sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Sedjati,
2006).
Menurut Wididana dan Anom (1995)
cit. Nur (2005) bokashi adalah
fermentasi bahan organik (jerami, sampah organik, pupuk kotoran ternak dan
lain-lain) dengan teknologi EM 4 yang dapat digunakan sebagai pupuk organik
untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman (menjaga kestabilan produksi), serta
menghasilkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian yang berwawasan lingkungan.
Dalam 100 g bokashi mengandung unsur nitrogen 4, 96 %; fosfor 0,34 %; kalium 1,90 %; protein
30,20 %; karbohidrat 22,96 %; lemak 11,21 %; gula 15,75%; alkohol 14,02% mg/100
g; vitamin C 0,46% mg/100 g, dan asam amino. Manfaat bahan organik fermentasi
adalah bisa langsung digunakan sebagai pupuk organik, tidak panas, tidak berbau
busuk, tidak mengandung penyakit dan tidak membahayakan pertumbuhan dan
produksi tanaman (Wididana, 1993).
Menurut Rusnetty (2000) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa
pemberian bahan organik (pupuk hijau, pupuk kandang, dan jerami) dapat
meningkatkan pH tanah, P tersedia, N total, KTK, K-dd dan menurunkan Al- dd, serapan
P, fraksi Al dan Fe dalam tanah, sehingga dapat
meningkatkan kandungan P tanaman, pada akhirnya hasil tanaman juga
meningkat.
Berdasarkan penelitian Nur (2005) pemberian bokashi
terhadap pertumbuhan kedelai varietas Tampomas berpengaruh terhadap komponen
pertumbuhan misalnya jumlah daun, luas daun, berat kering tanaman dan jumlah
bintil akar efektif. Demikian juga dengan hasil yang meliputi jumlah cabang
produktif, jumlah polong dan berat kering polong. Pemberian bokashi dengan
dosis 15 ton/ha menghasilkan biji kering 7,33 gr/tanaman atau mengalami
kenaikan sebesar 46,16 % dibandingkan tanpa pemberian bokashi. Selanjutnya menurut penelitian Pangaribuan
dan Pujisiswanto (2008) pemberian bokashi jerami padi secara nyata meningkatkan
indeks luas daun, pertumbuhan dan produksi tomat.
2.5.
Lahan gambut
Lahan
gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah yang kaya bahan organik (C
–Organik > 18 % ) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun
tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna
karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan
gambut banyak di daerah rawa belakang (back
swamp) atau daerah cekungan yang
drainasenya buruk (Agus & Subiksa, 2008).
Menurut
Agus & Subiksa (2008) gambut diklasifikasikan berdasarkan berbagai sudut
pandang diantaranya yaitu dari tingkat kematangan. Berdasarkan tingkat
kematangannya: 1) gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk
lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan
bila remas kandungan seratnya 15%. 2). Gambut hemik (setengah matang) adalah
gambut setengah lapuk, sebagian bahan asal masih bisa dikenali, berwarna coklat
dan bila diremas seratnya 15-75%. 3). Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang
belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali berwarna coklat dan bila
diremas > 75% seratnya masih tersisa.
Berdasarkan
tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi: 1). Gambut eutrofik adalah
gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara
lainnya. Gambut yang relatif subur biasanya adalah gambut yang tipis dan
dipengaruhi oleh sedimen sungai dan laut. 2). Mesotrofik adalah gambut yang
agak subur karena memiliki kandungan mineral
dan basa-basa sedang. 3). Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh
dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofit (Agus & Subiksa, 2008).
Tanaman
hortikultura (tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan) umumnya sesuai dengan
gambut pada berbagai tingkat ketebalan tanah, bahkan petani lebih menyukai
gambut dalam (> 3 m) karena pada musim kemarau petani masih dapat menyirami
sayuran mereka karena air gambut masih tersedia untuk penyiraman tanaman. Pada
gambut dangkal atau sedang penyiraman tanaman di musim kemarau sulit dilakukan,
karena air gambut mengering dan sumber air jauh dari kebun. Cukup banyak jenis
sayuran tropis dataran rendah yang dapat diusahakan di lahan gambut seperti
sawi, kailan, bayam, kangkung, cabe, seledri, kucai, daun bawang, kacang
panjang, kacang buncis, terong, tomat, labu, labu kuning, gambas, termasuk
semangka (Sagiman, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Agus,
F. dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi Untuk Pertanian dan Aspek
Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF).
Bogor. 36 hlm.
Agustina,
Z. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman.
Rineka cipta Jakarta. 154 hlm.
Badan Pusat Statistik Riau. 2010. Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan Semusim. Pekanbaru. 73 hlm.
Candra, M. Y. 2009. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Kailan (Brassica alboglabra L.)
Dengan pemberian Berbagai Jenis Bokashi. Skripsi.
Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru. 44 hlm.
Chayono, B. 1996. Budidaya Semangka Hibrida. CV. Aneka.
Solo. 102 hlm.
Duljapar, K. dan R. N. Setyowati. 2000. Petunjuk Bertanam Semangka Sistem Turus. Penebar Swadaya. Jakarta.79 hlm.
East
West Seed. Http: //www. eastwestindo. com. Diakses pada 12 April 2012 di
pekanbaru.
Fransiscus.
2006. Pemberian Beberapa Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan produksi kacang
tanah (Arachis hypogaea L.). Skripsi. Universitas Riau. Pekanbaru. 40
hlm.
Gardner,
P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi
Tanaman Budidaya. UI. Jakarta. 248 hlm.
Harjadi. 1980. Pengantar
Agronomi. PT Gramedia. Jakarta. 172 hlm.
Harjadi dan M. M. Sri Setyati.
1991. Pengantar Agronomi. PT
Gramedia. Jakarta. 197 hlm.
Jumin, H. B. 2002. Agronomi. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 216 hlm.
Kalie, M. B. 2006. Bertanam
Semangka. Penebar Swadaya. Jakarta. 75 hlm.
Kaya,
E. 2009. Ketersediaan fosfat,serapan fosfat, dan hasil tanaman jagung (Zea mays L.) Akibat Pemberian Bokashi
Ela Sagu dengan Pupuk Fosfat pada Ultisols. Jurnal
Ilmu Tanah dan Lingkungan. 9 (1): 30-36.
Kurniawan, S. dan Muslim. 2008. Fakta Hutan dan Kebakaran Riau 2002-2007. Jaringan Kerja Penyelamat
Hutan Riau. Riau-Indonesia. 17 hlm.
Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 205 hlm.
Mattjik, A. A dan I. M. Sumertajaya. 2006. Rancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB. Bogor. 276 hlm.
Nurhayati. 2008.
Tanggap Tanaman Kedelai di Tanah Gambut
Terhadap Pemberian Beberapa Jenis Bahan Perbaikan Tanah. Tesis. Universitas
Sumatera Utara Medan.
Nur, M. 2005. Pengaruh Dosis Bokasi Jerami Padi dan
Pemberian EM-4 terhadap pertumbuhan dan
Hasil Kedelai (Glycine max L)
Varietas Tampomas. Skripsi. Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Aceh. 55 hlm.
Pangaribuan,
D dan H. Pujisiswanto. 2008. Pemanfaatan Kompos Jerami Untuk Meningkatkan
Produksi dan Kualitas Buah Tomat. Seminar
Nasional Sains dan teknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.
Prajnanta,
F. 2003. Agribisnis Semangka Non-Biji.
Penebar Swadaya. Jakarta. 192 hlm.
Rahim,
I. dan Sukarni. 2011. Pertumbuhan dan Produksi Melon pada Dua Jenis Bokashi dan
Berbagai Konsentrasi Pupuk Organik Cair. Jurnal
Agronomika. Fakultas Pertanian, Peternakan dan Perikanan. Universitas
Muhammadiyah Parepare. 1 (2): 87-91.
Rukmana,
R. 1994. Budidaya Semangka Hibrida.
Kanisius. Yogyakarta. 71 hlm.
Rusnetty.
2000. Beberapa Sifat Kimia Erapan P, Fraksionasi Al dan Fe Tanah, Serapan Hara,
serta Hasil Jagung Akibat Pemberian Bahan Organik dan Fosfat Alam Pada Utisols Sitiung.
Disertasi. Unpad. Bandung.
Sagiman, S. 2007. Pemanfaatan Lahan Gambut dengan
perpektif pertanian Berkelanjutan. Orasi
Ilmiah. Guru Besar tetap Ilmu kesuburan Tanah Fakultas Pertanian.
Universitas Tanjungpura. Pontianak. 32 hlm.
Salisbury,F.B
dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi tumbuhan.
ITB.Bandung. 176 hlm.
Sedjati, S. 2006. Kajian Pemberian Bokashi Jerami
Padi dan Pupuk P Pada Kacang Tanah (Arachis
hypogaea L.). Laporan Penelitian. Fakultas
Pertanian Universitas Muria Kudus.
Subhan dan Kartika. 2000. Pengunaan pupuk cair
fosfor –N dosis NPK terhadap hasil dan kualitas buah tomat. Jurnal agrivigor. Makasar. 2 (2): 98 –
104.
Sudirja, R., M.A. Siregar, dan S. Rosniawaty. 2006.
Respons Beberapa Sifat Kimia Flufentic Eutrudepts Melalui Pendayagunaan Limbah
Kakao dan Berbagai Jenis Pupuk Organik. Jurnal
Penelitian Agronomi. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Bandung.
2 (3): 26-50.
Suharto. 2009. Pemberian dosis
pupuk Urea dan superizogen pada tanaman kedelai (Glycine max (L) Merril). Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Islam Riau. Pekanbaru.
Simanjuntak, N.B.L. 2007. Respon Tanaman Kedelai (Glycine max (L) meril) Terhadap Perbedaan Dosis Berbagai Jenis Kapur di Tanah
Gambut. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Riau. Pekanbaru. 41 hlm.
Sunarjono,
H. 1990. Ilmu Produksi Tanaman
Buah-buahan. Sinar Baru. Bandung. 208 hlm.
Sunarjono,
H. 1990. 1996. Aneka Permasalahan
Semangka dan Melon Beserta Pemecahannya. Penebar Swadaya. Jakarta. 118 hlm.
Suprapto dan N. A. Jaya. 2000. Budidaya
Semangka dengan Teknologi Embung. Laporan
Akhir Penelitian SUT Diversivikasikan Lahan Marginal di Kecamatan
Gerokgak. Buleleng. No. Agdex : 235/28 No. Seri:
12/Buah/2000/Oktober 2000.
Sutedjo, M. M. 2010. Pupuk dan Cara
Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 174 hlm.
Wididana,
S. 1993. Teknologi Efektif Mikroorganisme (EM-4). Koperasi
Karyawan Departemen Kehutanan, Jakarta. 55 hlm.
Wihardjo, F. A. S. 1993. Bertanam
Semangka. Kanisius. Yogyakarta. 107 hlm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar