I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman semangka (Citrullus vulgaris) termasuk tanaman
buah populer di Indonesia, tanaman semangka dibudidayakan untuk dimanfaatkan
buahnya. Buah semangka mengandung banyak air, memiliki aroma yang khas dan
rasanya manis. Oleh karena itu buah semangka digemari oleh segenap lapisan
masyarakat. Menurut Direktorat
Gizi Depkes R.I cit. Imran (2005) setiap
100 gram buah semangka mengandung 92,10 g, protein: 0,50 g, karbohidrat: 6,90 g
dalam bentuk larutan gula, vit.C: 6,00 mg, abu/serat: 0,50 mg, kalsium: 7,00
mg, besi: 0,20 mg, fosfor: 12,00 mg dan nilai buah= 28,00 kal.
Pemenuhan kebutuhan konsumen terhadap semangka
harus diimbangi dengan peningkatan jumlah produksinya. Kebutuhan semangka untuk
daerah Riau masih banyak dipasok dari provinsi tetangga, hal ini dapat dilihat
dari laporan data Badan Pusat Statistik (2004) bahwa produksi tanaman semangka
di Riau pada tahun 2004 hanya 4.025 ton dengan luas lahan 181 ha (produktivitas
22,24 ton/ha). Jumlah produksi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan
Sumatera Barat sebesar 10.780 ton dengan luas lahan 441 ha (produktivitas 24,44
ton/ha) dan Sumatera Utara yang mencapai 14.500 ton dengan luas lahan 542
(produktivitas 26,75 ton/ha). Dengan rendahnya produksi ini, perlu dilakukan
upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas yang lebih baik.
Pada kondisi alami, tanaman pertanian umumnya sulit tumbuh di tanah gambut.
Salah satu faktor penghambat budidaya tanaman di tanah gambut adalah rendahnya
ketersediaan unsur hara mikro. Rendahnya kandungan unsur hara mikro pada tanah
gambut disebabkan karena unsur hara mikro berasal dari tanah mineral sementara
tanah gambut adalah tanah organik. Kandungan bahan organik yang tinggi pada
tanah gambut juga menyebabkan rendahnya ketersediaan hara mikro karena dekomposisi
bahan organik pada keadaan anaerob pada tanah gambut menghasilkan asam-asam
organik (Sari, 2011).
Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting, untuk
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Keterbatasan lahan produktif menyebabkan
ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan marjinal yang dipilih karena
relatif jarang penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif
kecil. BB Litbang SDLP (2008) cit.
Agus & Subiksa (2008) menjelaskan bahwa Indonesia memiliki lahan gambut
terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta Ha, yang tersebar terutama di
Sumatera, Kalimantan dan Papua.
Potensi
lahan yang begitu luas dapat dimanfaatkan tentunya dengan memberikan perlakuan
khusus agar lahan tersebut dapat digunakan sebagai lahan
pertanian. Sumberdaya
gambut Indonesia merupakan suatu kekayaan alam yang perlu dikelola dengan baik
sehingga potensinya yang sangat besar itu tidak tersia-siakan. Dari Rasulullah SAW yang diriwayatkan
oleh Ahmad dalam sebuah hadistnya yang dikutip oleh Hidayat (2011) Rasulullah
SAW bersabda: “Siapa saja yang mengusahakan tanah mati menjadi hidup (dapat
ditanami), baginya mendapatkan suatu ganjaran pahala. Dan makhluk apa yang
mendapatkan makan darinya akan dihitung sebagai pahala baginya”.
Secara teoritis permasalahan pertanian lahan gambut sesungguhnya
disebabkan oleh drainase yang jelek, kemasaman gambut tinggi, tingkat kesuburan
dan kerapatan lindak gambut yang rendah. Kemasaman gambut yang tinggi dan
ketersediaan hara serta kejenuhan basa (KB) yang rendah menyebabkan produksi
pertanian di lahan gambut sangat rendah. Pemanfaatan kapur pertanian, dolomit,
untuk memperbaiki kemasaman tanah dan KB memerlukan input dolomit yang tinggi
dan mahal. Abu bakar dapat memperbaiki kesuburan tanah namun pembakaran harus
dilakukan secara terkendali (Sagiman, 2007).
Keasaman (pH) tanah
optimal bagi semangka agar dapat tumbuh baik harus berkisar 6,5-7,2 (Duljapar & Setyowati). Agar
diperoleh kondisi pH optimal tersebut, tanah yang bersifat asam (pH kurang dari
6) perlu diberi perlakuan.
Adapun perlakuan
yang dapat
digunakan adalah dengan pemberian
abu janjang kelapa sawit.
Penambahan unsur hara dapat dilakukan dengan pemberian amelioran. Abu
janjang kelapa sawit dapat digunakan sebagai salah satu amelioran di tanah gambut
karena mempunyai kandungan unsur hara yang lengkap baik makro maupun mikro,
mampu meningkatkan pH tanah dan memiliki kejenuhan basa yang tinggi dimana
kandungan kationnya bisa mengusir senyawa beracun apabila ketersediaannya
mencukupi (Sari, 2011).
Abu janjang kelapa sawit mempunyai komposisi 35 - 40% K2O, 7%P2O5,
9% CaO, dan 3% MgO dengan pH 9,9. Di samping itu, pupuk tersebut mengandung
unsur hara mikro, yaitu 1.200 ppm Fe, 1.000 ppm Mn, 400 ppm Zn, dan 100 ppm Cu (Sa’id,
1996).
Abu janjang kelapa sawit bisa berasal dari hasil limbah padat janjang kelapa
sawit yang telah mengalami pembakaran pada suhu tinggi (insenerasi pada suhu
600°C) di dalam insenerator di pabrik kelapa sawit dan bisa juga dengan melakukan
pembakaran secara manual (Sa’id,
1996).
Abu janjang kelapa sawit mempunyai peranan
sebagai sumber hara bagi tanaman terutama kalium juga sebagai sumber kation
basa lainnya. Dengan abu janjang ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber
pupuk K dan untuk meningkatkan pH tanah. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis akan
melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Abu Janjang Kelapa Sawit terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Semangka (Citrullus vulgaris L.) di Lahan Gambut”.
1.2. Tujuan
Untuk
mengetahui pengaruh pemberian abu janjang kelapa sawit serta mengetahui dosis
yang tepat terhadap pertumbuhan dan hasil semangka.
1.3. Hipotesis
Pemberian abu janjang
kelapa sawit dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman semangka (Citrullus vulgaris L.) di lahan gambut.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman semangka (Citrullus vulgaris, L) dalam sistematika
tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut, Divisio: Spermatophyta, Sub divisio: Angiospermae,
Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Cucurbitales, Family: Cucurbitaceae, Genus: Citrullus dan Spesies: Citrullus vulgaris, L (Rukmana, 2002). Semangka
mirip dengan melon (Cucumis melo L.).
Keduanya termasuk famili curcubitaceae. Famili ini
memiliki sekitar 750 jenis yang tumbuh tersebar di daerah tropika. Beberapa
anggota famili Curcubitaceae yang dikenal sebagai tanaman sayuran, diantaranya
ketimun (Cucumis sativus L.), waluh (Curcubita maxima Duch), oyong (Luffa cylindrica (L) Roem), paria (Momordica charantia L.), labu siem (Sechium edule (Jacq) Sw.), bligu (Benincasa hispida (Thumb) Cogn), dan
labu air (Lagenaria siceraria (Mol)
Standl). Di jepang, labu air dan waluh digunakan sebagai pohon pangkal semangka
untuk menghindari penyakit layu (Kalie, 2006).
Tanaman
semangka (Citrullus vulgaris Schard)
berasal dari Afrika, dan dalam perkembangannya menjadi tanaman penting di
daerah tropis maupun subtropis. Buah semangka banyak digemari orang terutama
karena rasanya manis, konsistensinya remah, daging buah berwarna merah atau
kuning menarik, serta banyak mengandung air (93%). Tujuh persen lainnya berupa
vitamin, mineral, dan karbohidrat dalam bentuk gula (Ihsan et al., 2008).
Sosok
tanaman semangka yaitu bersulur merambat. Tergolong tanaman semusim, artinya
hanya dapat menghasilkan buah sekali saja kemudian tanaman akan kering dan mati.
Lamanya umur tanaman ini tumbuh sampai buah masak, pada kondisi lahan dan cuaca
normal adalah 55 - 66 hari, sejak bibit ditanam. Tanaman ini berakar serabut, maka semangka
menghendaki tanah yang gembur dan porous. Batang utama tanaman ini dapat bercabang
2-3 cabang produktif yang kita sebut cabang lateral
(Wihardjo, 2000).
Wihardjo
(2000) menambahkan, daun tanaman berbentuk cuping, terletak berseberangan
beraturan sepanjang sulur tanaman. Panjang sulur 5-6 meter atau lebih. Bunga
tanaman semangka timbul di ketiak tangkai daun. Pada setiap tanaman akan muncul
beberapa kuntum bunga yang berwarna kuning cerah sehingga mampu memikat
serangga yang secara tidak langsung membantu proses penyerbukan. Tanaman
semangka mempunyai bunga yang tidak sempurna, artinya antara tepung sari dan
kepala putik yang dimiliki setiap bunga tidak terletak pada bunga yang sama.
Sistem Informasi
Manajemen Pembangunan di Pedesaan, BAPPENAS, (2000)
menjelaskan iklim yang sesuai untuk syarat pertumbuhan tanaman semangka, yaitu:
1). Secara teoritis curah hujan yang ideal untuk areal penanaman semangka
adalah 40-50 mm/bulan; 2). Seluruh areal pertanaman semangka perlu sinar
matahari sejak terbit sampai tenggelam. Kekurangan sinar matahari menyebabkan
terjadinya kemunduran waktu panen; 3). Tanaman semangka akan dapat tumbuh
berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu ± 25°C (siang hari); 4). Suhu
udara yang ideal bagi pertumbuhan tanaman semangka adalah suhu harian rata-rata
yang berkisar 20-30 mm; 5). Kelembaban udara cenderung rendah bila sinar
matahari menyinari areal penanaman, berarti udara kering yang miskin uap air.
Kondisi demikian cocok untuk pertumbuhan tanaman semangka, sebab di daerah
asalnya tanaman semangka hidup di lingkungan padang pasir yang berhawa kering.
Sebaliknya kelembaban yang terlalu tinggi akan mendorong tumbuhnya jamur
perusak tanaman.
Duljapar
& Setyowati (2000) menjelaskan bahwa di samping tempat berpijaknya tanaman,
tanah pun dapat berfungsi sebagai tempat penyedia unsur (bahan organik) yang
dapat diserap tanaman melalui akar. Secara umum semangka menghendaki tanah yang
gembur sedikit berpasir dan cukup tinggi mengandung bahan organik. Oleh karena
sistem perakarannya agak dalam (lebih dari 20 cm) maka solum tanah pun harus
sedang. Pada tanah sawah, semangka relatif akan tumbuh baik pada jenis tanah
regosol, andosol, latosol, dan podsolik.
Keasaman
(pH) tanah optimal bagi semangka agar dapat tumbuh baik harus berkisar 6,5-7,2.
Agar diperoleh kondisi pH optimal tersebut, tanah yang bersifat asam (pH kurang
dari 6) perlu diberi kapur. Adapun jenis kapur yang umumnya digunakan adalah
kalsit atau dolomit. Biasanya tanah bersifat asam tidak dapat menyerap unsur
fosfor (P) karena terikat unsur besi (Fe), alumunium (Al), dan mangan (Mn)
serta dapat memacu perkembangan penyakit seperti fusarium dan rebah semai.
Tanaman
semangka termasuk tanaman dataran rendah, oleh karenanya letak geografis tanah
atau ketinggian tempat diatas permukaan laut sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman dan produktivitas tanaman dalam menghasilkan buah. Keadaan
ketinggian tempat ini berhubungan erat dengan keadaan iklim setempat yang juga
berpengaruh terhadap ertumbuhan tanaman, seperti keadaan suhu udara, keadaan
curah hujan, kelembaban udara dan penyinaran cahaya matahari (Cahyono, 1996).
Sistem
pengolahan tanah pada budidaya semangka sedikit berbeda dibanding tanaman
hortikultura yang lain. Lebar bedengannya berkisar 2,5 – 3 m, namun tidak semua
lahan pada setiap bedengan diolah, melainkan hanya 80 – 100 cm dari tepi
bedengan yang digembukan, sedangkan sisanya tidak diolah karena pada bagian
tengah bedengan digunakan sebagai tempat buahnya. Jarak tanam dalam barisan
berkisar 80 – 100 cm sedangkan jarak antar baris tanaman berkisar 2 – 3 meter, tinggi
bedengan pada budidaya semangka adalah 20 cm – 50 cm (Cahyono, 1996).
Pada
bagian tanah yang telah dibajak, dilakukan pengukuran pH tanah untuk menentukan
jumlah kapur dolomit yang perlu ditambahkan agar pH tanah menjadi sedikit
netral. Jenis kapur yang dapat dipakai untuk pengapuran adalah kapur pertanian
yang mengandung unsur Calsium (Ca) dan Magnesium (Mg) yang bersifat menetralkan
keasaman tanah dan menetralkan racun dari ion logam yang terdapat di dalam
tanah. Di pasaran, kapur karbonat dijual dengan 2 bentuk merk yang satu sama
lain hanya berbeda pada kandungan unsurnya saja. Bila bebatuan kapur tersebut
mengandung banyak kalsium karbonat dan sedikit magnesium, kapur halusnya
dinamakan kalsit. Sedangkan bebatuan
kapur yang mengandung banyak kalsium karbonat dan banyak pula unsur
magnesiumnya, kapur halusnya dinamakan dolomit
(Wihardjo, 2000).
Kapur
dolomit dan pupuk organik (kotoran hewan) diberikan bersama-sama. Kebutuhan kapur
dolomit disesuaikan dengan pH tanahnya. Untuk mengetahui lebih jelas tentang
kebutuhan dolomit bisa dilihat dalam tabel 2.1. Kapur dolomit ditaburkan secara
merata di seluruh permukaan bedengan, lalu dilanjutkan dengan pemberian pupuk
kotoran hewan yang berasal dari kotoran ayam, kotoran sapi atau kotoran
kambing. Dosis pupuk kandang yang dibutuhkan adalah 2-3 kg per lubang tanam.
Diusahakan bahan tersebut dapat merata hingga kedalaman 20 – 30 cm dari
permukaan bedengan. Selanjutnya lahan dibiarkan selama 4 – 7 hari agar kapur
dolomit bereaksi dengan tanah sehingga kondisinya berubah menjadi lebih baik
untuk pertumbuhan tanaman (Cahyono 1996).
Tabel 2.1. Perkiraan Kebutuhan Kapur Dolomit untuk
Menetralkan pH Tanah
No
|
pH Tanah
|
Jumlah Kapur
Dolomit (Ton/Hektar)
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
|
4,8
4,9
5,0
5,1
5,2
5,3
5,4
5,5
5,6
5,7
5,8
5,9
6,0
|
6,45
5,98
5,49
5,02
4,54
4,08
3,60
3,12
2,65
2,17
1,69
1,23
0,75
|
Sumber :
Wihardjo (2000)
2.1.2. Pembibitan
Suprapto & Jaya (2000)
menjelaskan agar benih dapat tumbuh baik, sehat dan cepat beradaptasi dengan lingkungan
maka perlu disesuaikan terlebih dahulu dengan kegiatan sebagai berikut: 1). Benih
direndam dalam larutan Benlate atau Dithane M-45 (0,5-1 gram/liter) selama ± 6
jam; 2). Letakkan atau susun benih yang telah direndam kemudian tutup dengan
tiga lembar kertas koran yang telah dibasahi dan selama ± 2 hari usahakan
kertas koran dalam keadaan lembab; 3). Setelah benih berkecambah dapat
dipindahkan ke kantong plastik/polybag dengan media semai dari tanah dan pupuk
kandang (3 :1); 4). Persemaian/polybag ditempatkan pada tempat terbuka dengan diberi
naungan yang dapat diatur; 5). Pemeliharaan
bibit meliputi penyiraman, pengaturan naungan dan pengendalian hama dan
penyakit.
2.1.3. Penanaman
2.1.4. Pemupukan
Pertumbuhan
dan hasil tanaman semangka ditentukan oleh ketersediaan hara di dalam tanah,
sehingga untuk memenuhi kebutuhannya diperlukan usaha pemupukan. Sebagai acuan pemupukan
disajikan pada tabel 2.2.
Tabel
2.2. Dosis dan Waktu Pemupukan
Jenis
Pupuk
|
Dosis/lubang tanam
|
||||
7 hari sebelum tanam
|
Saat tanam
|
14 hari setelah tanam
|
28 hari setelah tanam
|
42 hari setelah tanam
|
|
Pupuk kandang
|
2-3 kg
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Urea
|
-
|
10 gr
|
10 gr
|
10 gr
|
10 gr
|
SP-36
|
-
|
10 gr
|
10 gr
|
10 gr
|
-
|
KCl
|
-
|
10 gr
|
10 gr
|
10 gr
|
10 gr
|
Sumber: Suprapto
& Jaya (2000)
2.1.5. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Biasanya hama yang
sering menyerang tanaman semangka (yang diserang daun) yaitu hama kumbang
Caccinelid ( Sinharmonia Octamaculta
) atau bahasa daerahnya disebut Koronang, binatangnya kecil berwarna merah
kekuningan, kadang bulat berbintik hitam
(Imran, 2005). Asridawati (2008) menjelaskan cara pengendalian hama dan penyakit
tanaman semangka dilakukan dengan penyemprotan Insektisida Decis 2,5 EC dengan
konsentrasi 1,3 ml/l air dan Fungisida Benlate 0,5 g/l air yang dilakukan 2
minggu sekali. Penyemprotan dihentikan 2 minggu sebelum panen. Untuk
mengendalikan lalat buah dengan menggunakan bahan kimia metyleogenol dengan merek dagang Petrogenol, digunakan pada saat
tanaman mulai berubah hingga panen.
2.1.6. Panen
Secara
visual, buah semangka yang sudah siap panen dicirikan oleh warna kulit buah
yang terang, bentuk buah bulat berisi, dan sulur di belakang tangkai buah sudah
berubah warna cokelat tua. Warna buah menjadi terang karena lapisan lilin yang
menyelimuti kulit buah sudah hilang. Keadaan bulu buah tampak pendek dan halus.
Waktu yang tepat untuk melakukan pemanenan buah adalah saat pagi hingga siang
hari antara pukul 09.00-15.30 dan tidak turun hujan (Duljapar & Setyowati,
2000).
2.2.
Lahan Gambut
Gambut merupakan hasil
pelapukan bahan organik seperti dedaunan, ranting kayu, dan semak dalam keadaan
jenuh air dan dalam jangka waktu yang sangat lama (ribuan tahun). Tanah gambut
secara alami terdapat pada lapisan paling atas. Di bawahnya terdapat lapisan
tanah aluvial pada kedalaman yang bervariasi. Lahan dengan ketebalan tanah
gambt kurang dari 50 cm disebut sebagai lahan atau tanah bergambut. Disebut
sebagai lahan bergambut apabila ketebalan gambut lebih dari 50 cm. dengan
demikian, lahan gambut adalah lahan rawa dengan ketebalan gambut lebih dari 50
cm (Nadjiyati & Lili, 2005).
Agus & Subiksa (2008)
menambahkan bahwa lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya
bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan
organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum
melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh
karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp)
atau daerah cekungan yang drainasenya buruk.
Berdasarkan kedalamannya,
lahan gambut dibagi menjadi empat tipe, yaitu: 1). Lahan gambut dangkal, yaitu
lahan dengan ketebalan gambut 50-100 cm; 2). Lahan gambut sedang, yaitu lahan
dengan ketebalan gambut 100-200 cm; 3). Lahan gambut dalam, yaitu lahan dengan
ketebalan gambut 200-300 cm; 4). Lahan
gambut sangat dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut lebih dari 300 cm
(Nadjjiyati & Lili, 2005).
Gambut
diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari
tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Berdasarkan
tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi: 1). Gambut saprik (matang)
adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali,
berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%;
2). Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan
asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila diremas bahan seratnya
15 – 75%. 3). Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan
asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya
masih tersisa (Agus & Subiksa, 2008).
Menurut Nadjiyati et al. (2005) kendala-kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan tanah
gambut sebagai lahan pertanian adalah dimana tanah gambut umumnya memiliki
kesuburan tanah yang rendah, hal ini ditandai dengan pH rendah (masam),
ketersediaan sejumlah unsur hara makro (K, Ca, Mg, P) dan mikro (Cu, Zn, Mn dan
Bo) yang rendah, mengandung asam-asam organik yang beracun, serta memiliki
kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi tetapi kejenuhan basa (KB) rendah.
Pada kondisi pH rendah menyebabkan sejumlah unsur hara seperti N, Ca, Mg, K,
Bo, Cu dan Mo tidak tersedia bagi tanaman.
2.3.
Abu Janjang Kelapa Sawit
Di
areal gambut, penggunaan janjang kosong (JJK) dan kompos sebagai sumber pupuk
tidak dimungkinkan karena terkendala transportasi. Sarana transportasi di areal
gambut, khususnya gambut pasang surut sangat khas dengan sistem kanal (water way). Salah satu upaya yang
dilakukan adalah merubah JJK menjadi abu janjang melalui pembakaran dengan
incenerator. Keuntungan produk abu janjang dibandingkan dengan JJK adalah
volume lebih kecil, mudah penyimpanan (penggudangan), mudah diaplikasikan dan
biaya relatif lebih murah (Loekito, 2002).
Abu tandan kosong
kelapa sawit diperoleh dari tandan buah segar kelapa sawit yang buahnya telah
dirontokkan, tandan kosong ini merupakan limbah padat organik dari pabrik
sawit, tandan kosong tersebut kemudian dibakar dalam insenerator (tanur).
Tandan kosong sawit bila dibakar akan menghasilkan abu sebanyak 1,65% dari
tandan kosong, abu hasil pembakaran ini belum dimanfaatkan secara optimal
karena masih besarnya keinginan petani dalam memanfaatkan pupuk buatan pabrik
walaupun harganya mahal (Gusmara, 1998).
Paimin (1994)
mengungkapkan abu janjang kelapa sawit merupakan alternatif pilihan sebagai
pupuk kalium karena mengandung K2O sebanyak 35 – 40% dan harganya
jauh lebih murah dibanding KCl maupun K lainnya. Hasil penelitian fauzi et al. (2004) mengemukakan bahwa abu
janjang kelapa sawit selain mengandung K2O yang tinggi juga
mengandung unsur hara mikro yaitu Mn, Fe, Cl, Cu, B, dan Zn. Tingginya
kandungan K2O pada abu janjang kelapa sawit tersebut sangat
berpotensi sebagai pengganti pupuk kalium.
Pemberian abu
janjang kelapa sawit memiliki keuntungan karena mengandung kalium yang tinggi
sehingga dapat mengurangi bahkan meniadakan penggunaan pupuk KCl. Selain itu,
karena aplikasi abu janjang kelapa sawit dapat memperbaiki pH tanah masam,
serta meningkatkan ketersediaan hara tanah dan aktivitas mikroorganisme tanah. Atsa
pertimbangan tersebut abu janjang kelap sawit dilihat sebagai produk bernilai
tinggi dan dianggap penting untuk membantu dalam meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman (Pahan, 2007).
Pada
penelitian Purba (2007) memberikan kesimpulan bahwa pemberian abu janjang
kelapa sawit dan pupuk KCl terhadap pertumbuhan dan produksi melon (Cucumis melo L) pada medium gambut
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan jumlah daun,
pertambahan lebar daun, lingkar buah serta berat buah tanaman melon. Semakin
meningkatnya dosis perlakuan yang diberikan cenderung meningkatkan pertumbuhan
dan produksi tanaman melon. Dalam penelitian ini dosis tertinggi perlakuan
pemberian abu janjang kelapa sawit adalah 900 kg/ha (5,17 g/polibag) dan dosis
tertinggi perlakuan pemberian pupuk KCl sebanyak 180 kg/ha atau 3/3 dosis pupuk
KCl (1,025 g/polibag).
Selain itu, Hasibuan (2009) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa: 1). Pemberian abu
janjang kelapa sawit hingga 120 kg/ha cenderung meningkatkan pertumbuhan tanaman
kacang tanah (tinggi tanaman, jumlah cabang primer) dan peningkatan laju
pertumbuhan total tanaman kacang tanah;
2). Pemberian abu janjang kelapa sawit hingga 120 kg/ha dapat
meningkatkan produksi kacang tanah (jumlah polong, berat kering biji) dan kualitas biji.
III.
BAHAN DAN METODE
3.1.
Tempat dan Waktu
Penelitian ini
dilaksanakan di lahan percobaan pertanian
Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2012.
3.2.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah benih semangka varietas Amor F1, abu janjang kelapa sawit, pupuk
Urea, SP-36, KCl, Decis 2,5 EC, Benlate dan Metil eugenol.
Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, garu, parang, pisau, patok kayu,
meteran, plakat, handsprayer, timbangan,
gembor, polybag ukuran 8 x 10 cm, seedbag dan alat tulis.
3.3.
Metode Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan secara eksperimen dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang
terdiri dari 5 taraf dosis dan 3 ulangan sehingga diperoleh 15 unit percobaan.
Masing-masing plot terdapat 6 tanaman. Masing-masing dosis perlakuan adalah:
A0 = Tanpa pemberian abu janjang kelapa sawit
A1 = Pemberian abu janjang kelapa sawit
300 kg/ha
A2 = Pemberian abu janjang kelapa sawit
600 kg/ha
A3 = Pemberian abu janjang kelapa sawit
900 kg/ha
A4 = Pemberian abu janjang kelapa
sawit 1200 kg/ha
Data pengamatan dianalisis
secara statistika dengan menggunakan Analisis of Varience (ANOVA) model linear
sebagai berikut:
Yij = + Ti + ßj + ɛij
Dimana Yij = Hasil pengamatan
dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
µ = Nilai tengah umum atau rata-rata nilai
Ti = Pengaruh
perlakuan ke-i
ßj = Pengaruh
perlakuan ke-j
ɛij =
Pengaruh
error dari perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Hasil
analisis sidik ragam dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test
(DNMRT) pada taraf 5%.
3.4.
Pelaksanaan Penelitian
3.4.1.
Persiapan Lahan
Lahan penelitian
terlebih dahulu dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa tanaman kemudian dilakukan
pembalikan tanah. Pembalikan tanah harus merata pada seluruh areal penanaman.
Pembalikan tanah dilakukan sedalam ±30 cm. Bedengan dibuat dengan ukuran 2x3 m,
tinggi 20 cm sebanyak 15 plot dengan jarak antar plot 50 cm. Drainase dibuat
sebaik mungkin supaya air mudah mengalir. Hal ini dilakukan karena akar tanaman
semangka rentan terhadap genangan air.
3.4.2.
Pembibitan
3.4.2.1. Pembuatan Naungan
Pembibitan
Naungan persemaian
dibuat untuk menghindari cahaya matahari langsung yang terlalu panas dan hujan
yang dapat merusak pertumbuhan bibit. Naungan dibuat menghadap ketimur dengan
tinggi 1,25 m, bagian barat 1 m. Lebar naungan 2 m, panjang 3 m dan ditutup
dengan daun ilalang sehingga sewaktu-waktu dapat dibuka bila diperlukan.
3.4.2.2. Medium Pembibitan
Pembibitan dilakukan di
dalam polybag ukuran 8x10 cm dengan medium tanah lapisan atas, yang dicampur
pupuk kandang dengan perbandingan 2:1 dicampur merata.
3.4.2.3. Pengecambahan Benih
Sebelum disemaikan
benih direndam dalam air selama 24 jam, kemudian diseleksi dengan cara membuang
benih-benih yang terapung, sedangkan yang tenggelam diambil. Selanjutnya benih
direndam dalam larutan fungisida Benlate 0,5 g/liter air selama ±4 jam.
Kemudian benih diangkat dan disusun di atas kain lembab dan digulung, gulungan
kain tersebut dimasukkan kedalam tempat tertutup selama ±24 jam. Setelah benih
yang diperam berkecambah dengan keluarnya akar sepanjang 2-3 mm, benih siap
disemai di polybag kecil yang telah diisi medium.
3.4.2.4. Pemeliharaan Bibit
Bibit dirawat dan
dipelihara secara intensif terutama dalam hal penyiraman dan penyiangan
terhadap gulma. Bibit semangka yang sudah berdaun 3 helai telah siap untuk
dipindahkan ke lapangan.
3.4.3.
Perlakuan Abu Janjang Kelapa Sawit
Abu
janjang kelapa sawit berasal dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PTPN V Sei Galuh. Pemberian abu
janjang ini hanya sekali yaitu 1
minggu sebelum tanam dan dosis pemberian
sesuai dengan perlakuan. Pemberiannya dilakukan dengan cara ditabur rata,
kemudian diaduk agar tercampur dengan tanah.
3.4.4.
Penanaman dan Pemupukan
Penanaman dilakukan 1
minggu setelah pemberian abu janjang dengan
jarak tanam 1 x 1 m.
Cara menanamnya adalah polybag dirobek pada bagian samping kemudian bibit
beserta tanahnya dimasukkan dalam lubang tanam. Kemudian tanah di sekitar bibit
dipadatkan dan disiram hingga basah. Hal ini untuk membantu medium tanah
menyatu dengan tanah disekelilingnya. Pemberian pupuk buatan diberikan pada
saat tanam dengan dosis 29,4 g/plot Urea, 37,5 g/plot SP-36, dan 22,5 g/plot
KCl. Pemberian pupuk dilakukan secara tugal di kiri dan kanan lubang tanam.
3.4.5.
Pemeliharaan
Penyiraman perlu
dilakukan secara rutin satu kali sehari menggunakan gembor terutama pada fase
awal pertumbuhan. Setelah tanaman dewasa penyiraman disesuaikan dengan kondisi
tanaman, pada saat tanah masih cukup lembab tidak dilakukan penyiraman.
Penyulaman dapat dilakukan untuk tanaman yang tidak tumbuh atau tanaman yang
mati maupun untuk tanaman yang kurang baik hingga tanaman di lapangan berumur
dua minggu (14 hari). Bibit yang digunakan untuk penyulaman merupakan tanaman
yang telah disemaikan secara bersamaan yang pertumbuhannya seragam. Penyiangan
harus dilakukan secara hati-hati karena perakaran semangka dangkal. Penyiangan
bertujuan untuk membersihkan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Tanaman semangka perlu
dipangkas, agar pertumbuhannya terarah dan menghasilkan buah yang berkualitas.
Pemangkasan tunas dilakukan pada tunas-tunas ketiak daun yang tumbuh pada buku
ke-1 sampai buku ke-9. Tunas pada buku ke-10 sampai buku ke-13 dipelihara,
sedangkan tunas diatas buku ke-13 sampai ke-25 dipangkas. Penjarangan buah
dilakukan seteleh buah berdiameter 3 cm, buah yang dipelihara hanya 1
buah/tanaman. Buah semangka yang baik bentuknya memanjang atau oval,
perkembangannya normal dan tidak ada bekas atau gejala serangan hama dan
penyakit. Tiap buah dengan berat ± 1,5 kg sering dibalik guna menghindari warna
buah yang kurang baik akibat penyinaran matahari yang tidak merata. Pada saat
pembalikan buah, diberi jerami sebagai alas buah hal ini bertujuan mencegah
kerusakan buah semangka.
Untuk pemberantasan
hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan Insektisida Decis 2,5 EC dengan
konsentrasi 1,3 ml/l air dan Fungisida Benlate 0,5 g/l air yang dilakukan 2
minggu sekali. Penyemprotan dihentikan 2 minggu sebelum panen. Untuk
mengendalikan lalat buah dengan menggunakan bahan kimia metyleogenol dengan
merek dagang Petrogenol, digunakan pada saat tanaman mulai berbuah hingga
panen.
3.4.6.
Panen
Panen dilakukan apabila
buah semangka telah matang. (Wihardjo, 2000) menjelaskan tanda-tanda buah yang siap untuk dipetik, yaitu: 1). Tangkai buah mengecil, hingga terlihat tidak sesuai
dengan ukuran buah itu sendiri. Tangkai demikian sudah tidak berbulu, cenderung
bergaris-garis coklat yang lama-kelamaan makin dominan; 2). Warna buah
mengkilat; 3). Sulur pada pangkal buah kecil dan sudah mengering; 4). Bagian
buah yang terletak di atas landasan telah berubah warna dari putih menjadi
kuning tua; bila ditepuk, buah yang telah tua cenderung mengeluarkan nada
tinggi.
3.5. Parameter Pengamatan
Pengamatan
dilakukan terhadap setiap unit percobaan dengan tanaman sampel sebanyak 3
tanaman. Parameter yang diamati adalah sebagai berikut:
3.5.1. Saat Muncul Bunga Betina (hari)
Pengamatan
umur muncul bunga betina pertama dilakukan dengan menghitung jumlah hari, mulai
dari saat tanam sampai tanaman mengeluarkan bunga betina pertama ±75% dari
populasi tanaman per plot.
3.5.2. Umur Panen (hari)
Umur panen
diperoleh setelah buah semangka memenuhi kriteria panen, dihitung sejak awal
tanam hingga panen.
3.5.3. Berat Buah (kg)
Berat buah diukur
dengan menimbang setiap buah yang dipanen dari setiap tanaman.
3.5.4. Lingkar Buah (cm)
Pengukuran lingkar buah
dilakukan setelah panen, dengan cara melilitkan tali pada bagian tengah buah
kemudian mengukur tali tersebut dengan meteran.
3.5.5. Berat Buah per Plot (kg)
Berat buah
perplot diperoleh dengan menimbang semua buah yang dipanen dari satu plot.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar