Social Icons

Kamis, 19 Desember 2013

Pengaruh Abu Janjang Kelapa Sawit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Semangka (Citrullus vulgaris L.) di Lahan Gambut

I.     PENDAHULUAN

 
1.1.   Latar Belakang
Tanaman semangka (Citrullus vulgaris) termasuk tanaman buah populer di Indonesia, tanaman semangka dibudidayakan untuk dimanfaatkan buahnya. Buah semangka mengandung banyak air, memiliki aroma yang khas dan rasanya manis. Oleh karena itu buah semangka digemari oleh segenap lapisan masyarakat. Menurut Direktorat Gizi Depkes R.I cit. Imran (2005) setiap 100 gram buah semangka mengandung 92,10 g, protein: 0,50 g, karbohidrat: 6,90 g dalam bentuk larutan gula, vit.C: 6,00 mg, abu/serat: 0,50 mg, kalsium: 7,00 mg, besi: 0,20 mg, fosfor: 12,00 mg dan nilai buah= 28,00 kal.
Pemenuhan kebutuhan konsumen terhadap semangka harus diimbangi dengan peningkatan jumlah produksinya. Kebutuhan semangka untuk daerah Riau masih banyak dipasok dari provinsi tetangga, hal ini dapat dilihat dari laporan data Badan Pusat Statistik (2004) bahwa produksi tanaman semangka di Riau pada tahun 2004 hanya 4.025 ton dengan luas lahan 181 ha (produktivitas 22,24 ton/ha). Jumlah produksi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan Sumatera Barat sebesar 10.780 ton dengan luas lahan 441 ha (produktivitas 24,44 ton/ha) dan Sumatera Utara yang mencapai 14.500 ton dengan luas lahan 542 (produktivitas 26,75 ton/ha). Dengan rendahnya produksi ini, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas yang lebih baik.
Pada kondisi alami, tanaman pertanian umumnya sulit tumbuh di tanah gambut. Salah satu faktor penghambat budidaya tanaman di tanah gambut adalah rendahnya ketersediaan unsur hara mikro. Rendahnya kandungan unsur hara mikro pada tanah gambut disebabkan karena unsur hara mikro berasal dari tanah mineral sementara tanah gambut adalah tanah organik. Kandungan bahan organik yang tinggi pada tanah gambut juga menyebabkan rendahnya ketersediaan hara mikro karena dekomposisi bahan organik pada keadaan anaerob pada tanah gambut menghasilkan asam-asam organik (Sari, 2011).
Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting, untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan marjinal yang dipilih karena relatif jarang penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil. BB Litbang SDLP (2008) cit. Agus & Subiksa (2008) menjelaskan bahwa Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar     21 juta Ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua.
Potensi lahan yang begitu luas dapat dimanfaatkan tentunya dengan memberikan perlakuan khusus agar lahan tersebut dapat digunakan sebagai lahan pertanian. Sumberdaya gambut Indonesia merupakan suatu kekayaan alam yang perlu dikelola dengan baik sehingga potensinya yang sangat besar itu tidak tersia-siakan. Dari Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam sebuah hadistnya yang dikutip oleh Hidayat (2011) Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang mengusahakan tanah mati menjadi hidup (dapat ditanami), baginya mendapatkan suatu ganjaran pahala. Dan makhluk apa yang mendapatkan makan darinya akan dihitung sebagai pahala baginya”.
Secara teoritis permasalahan pertanian lahan gambut sesungguhnya disebabkan oleh drainase yang jelek, kemasaman gambut tinggi, tingkat kesuburan dan kerapatan lindak gambut yang rendah. Kemasaman gambut yang tinggi dan ketersediaan hara serta kejenuhan basa (KB) yang rendah menyebabkan produksi pertanian di lahan gambut sangat rendah. Pemanfaatan kapur pertanian, dolomit, untuk memperbaiki kemasaman tanah dan KB memerlukan input dolomit yang tinggi dan mahal. Abu bakar dapat memperbaiki kesuburan tanah namun pembakaran harus dilakukan secara terkendali (Sagiman, 2007).
Keasaman (pH) tanah optimal bagi semangka agar dapat tumbuh baik harus berkisar 6,5-7,2 (Duljapar & Setyowati). Agar diperoleh kondisi pH optimal tersebut, tanah yang bersifat asam (pH kurang dari 6) perlu diberi perlakuan. Adapun perlakuan yang dapat digunakan adalah dengan pemberian abu janjang kelapa sawit.
Penambahan unsur hara dapat dilakukan dengan pemberian amelioran. Abu janjang kelapa sawit dapat digunakan sebagai salah satu amelioran di tanah gambut karena mempunyai kandungan unsur hara yang lengkap baik makro maupun mikro, mampu meningkatkan pH tanah dan memiliki kejenuhan basa yang tinggi dimana kandungan kationnya bisa mengusir senyawa beracun apabila ketersediaannya mencukupi (Sari, 2011).
Abu janjang kelapa sawit mempunyai komposisi 35 - 40% K2O, 7%P2O5, 9% CaO, dan 3% MgO dengan pH 9,9. Di samping itu, pupuk tersebut mengandung unsur hara mikro, yaitu 1.200 ppm Fe, 1.000 ppm Mn, 400 ppm Zn, dan 100 ppm Cu (Sa’id, 1996).
Abu janjang kelapa sawit bisa berasal dari hasil limbah padat janjang kelapa sawit yang telah mengalami pembakaran pada suhu tinggi (insenerasi pada suhu 600°C) di dalam insenerator di pabrik kelapa sawit dan bisa juga dengan melakukan pembakaran secara manual (Sa’id, 1996).
Abu janjang kelapa sawit mempunyai peranan sebagai sumber hara bagi tanaman terutama kalium juga sebagai sumber kation basa lainnya. Dengan abu janjang ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pupuk K dan untuk meningkatkan pH tanah. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis akan melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Abu Janjang Kelapa Sawit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Semangka (Citrullus vulgaris L.) di Lahan Gambut”.

1.2.  Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh pemberian abu janjang kelapa sawit serta mengetahui dosis yang tepat terhadap pertumbuhan dan hasil semangka.

1.3.  Hipotesis
Pemberian abu janjang kelapa sawit dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman semangka (Citrullus vulgaris L.) di lahan gambut.


II. TINJAUAN PUSTAKA

  2.1. Semangka
Tanaman semangka (Citrullus vulgaris, L) dalam sistematika tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut, Divisio: Spermatophyta, Sub divisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Cucurbitales, Family: Cucurbitaceae, Genus: Citrullus dan Spesies: Citrullus vulgaris, L (Rukmana, 2002). Semangka mirip dengan melon (Cucumis melo L.). Keduanya termasuk famili curcubitaceae. Famili ini memiliki sekitar 750 jenis yang tumbuh tersebar di daerah tropika. Beberapa anggota famili Curcubitaceae yang dikenal sebagai tanaman sayuran, diantaranya ketimun (Cucumis sativus L.), waluh (Curcubita maxima Duch), oyong (Luffa cylindrica (L) Roem), paria (Momordica charantia L.), labu siem (Sechium edule (Jacq) Sw.), bligu (Benincasa hispida (Thumb) Cogn), dan labu air (Lagenaria siceraria (Mol) Standl). Di jepang, labu air dan waluh digunakan sebagai pohon pangkal semangka untuk menghindari penyakit layu (Kalie, 2006).
Tanaman semangka (Citrullus vulgaris Schard) berasal dari Afrika, dan dalam perkembangannya menjadi tanaman penting di daerah tropis maupun subtropis. Buah semangka banyak digemari orang terutama karena rasanya manis, konsistensinya remah, daging buah berwarna merah atau kuning menarik, serta banyak mengandung air (93%). Tujuh persen lainnya berupa vitamin, mineral, dan karbohidrat dalam bentuk gula (Ihsan et al., 2008).
Sosok tanaman semangka yaitu bersulur merambat. Tergolong tanaman semusim, artinya hanya dapat menghasilkan buah sekali saja kemudian tanaman akan kering dan mati. Lamanya umur tanaman ini tumbuh sampai buah masak, pada kondisi lahan dan cuaca normal adalah 55 - 66 hari, sejak bibit ditanam. Tanaman ini berakar serabut, maka semangka menghendaki tanah yang gembur dan porous. Batang utama tanaman ini dapat bercabang 2-3 cabang produktif yang kita sebut cabang lateral (Wihardjo, 2000).
Wihardjo (2000) menambahkan, daun tanaman berbentuk cuping, terletak berseberangan beraturan sepanjang sulur tanaman. Panjang sulur 5-6 meter atau lebih. Bunga tanaman semangka timbul di ketiak tangkai daun. Pada setiap tanaman akan muncul beberapa kuntum bunga yang berwarna kuning cerah sehingga mampu memikat serangga yang secara tidak langsung membantu proses penyerbukan. Tanaman semangka mempunyai bunga yang tidak sempurna, artinya antara tepung sari dan kepala putik yang dimiliki setiap bunga tidak terletak pada bunga yang sama.
Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Pedesaan, BAPPENAS, (2000) menjelaskan iklim yang sesuai untuk syarat pertumbuhan tanaman semangka, yaitu: 1). Secara teoritis curah hujan yang ideal untuk areal penanaman semangka adalah 40-50 mm/bulan; 2). Seluruh areal pertanaman semangka perlu sinar matahari sejak terbit sampai tenggelam. Kekurangan sinar matahari menyebabkan terjadinya kemunduran waktu panen; 3). Tanaman semangka akan dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu ± 25°C (siang hari); 4). Suhu udara yang ideal bagi pertumbuhan tanaman semangka adalah suhu harian rata-rata yang berkisar 20-30 mm; 5). Kelembaban udara cenderung rendah bila sinar matahari menyinari areal penanaman, berarti udara kering yang miskin uap air. Kondisi demikian cocok untuk pertumbuhan tanaman semangka, sebab di daerah asalnya tanaman semangka hidup di lingkungan padang pasir yang berhawa kering. Sebaliknya kelembaban yang terlalu tinggi akan mendorong tumbuhnya jamur perusak tanaman.
Duljapar & Setyowati (2000) menjelaskan bahwa di samping tempat berpijaknya tanaman, tanah pun dapat berfungsi sebagai tempat penyedia unsur (bahan organik) yang dapat diserap tanaman melalui akar. Secara umum semangka menghendaki tanah yang gembur sedikit berpasir dan cukup tinggi mengandung bahan organik. Oleh karena sistem perakarannya agak dalam (lebih dari 20 cm) maka solum tanah pun harus sedang. Pada tanah sawah, semangka relatif akan tumbuh baik pada jenis tanah regosol, andosol, latosol, dan podsolik.
Keasaman (pH) tanah optimal bagi semangka agar dapat tumbuh baik harus berkisar 6,5-7,2. Agar diperoleh kondisi pH optimal tersebut, tanah yang bersifat asam (pH kurang dari 6) perlu diberi kapur. Adapun jenis kapur yang umumnya digunakan adalah kalsit atau dolomit. Biasanya tanah bersifat asam tidak dapat menyerap unsur fosfor (P) karena terikat unsur besi (Fe), alumunium (Al), dan mangan (Mn) serta dapat memacu perkembangan penyakit seperti fusarium dan rebah semai.
Tanaman semangka termasuk tanaman dataran rendah, oleh karenanya letak geografis tanah atau ketinggian tempat diatas permukaan laut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan produktivitas tanaman dalam menghasilkan buah. Keadaan ketinggian tempat ini berhubungan erat dengan keadaan iklim setempat yang juga berpengaruh terhadap ertumbuhan tanaman, seperti keadaan suhu udara, keadaan curah hujan, kelembaban udara dan penyinaran cahaya matahari (Cahyono, 1996).

2.1.1. Persiapan Lahan Budidaya Semangka
Sistem pengolahan tanah pada budidaya semangka sedikit berbeda dibanding tanaman hortikultura yang lain. Lebar bedengannya berkisar 2,5 – 3 m, namun tidak semua lahan pada setiap bedengan diolah, melainkan hanya 80 – 100 cm dari tepi bedengan yang digembukan, sedangkan sisanya tidak diolah karena pada bagian tengah bedengan digunakan sebagai tempat buahnya. Jarak tanam dalam barisan berkisar 80 – 100 cm sedangkan jarak antar baris tanaman berkisar 2 – 3 meter, tinggi bedengan pada budidaya semangka adalah 20 cm – 50 cm (Cahyono, 1996).
Pada bagian tanah yang telah dibajak, dilakukan pengukuran pH tanah untuk menentukan jumlah kapur dolomit yang perlu ditambahkan agar pH tanah menjadi sedikit netral. Jenis kapur yang dapat dipakai untuk pengapuran adalah kapur pertanian yang mengandung unsur Calsium (Ca) dan Magnesium (Mg) yang bersifat menetralkan keasaman tanah dan menetralkan racun dari ion logam yang terdapat di dalam tanah. Di pasaran, kapur karbonat dijual dengan 2 bentuk merk yang satu sama lain hanya berbeda pada kandungan unsurnya saja. Bila bebatuan kapur tersebut mengandung banyak kalsium karbonat dan sedikit magnesium, kapur halusnya dinamakan kalsit. Sedangkan bebatuan kapur yang mengandung banyak kalsium karbonat dan banyak pula unsur magnesiumnya, kapur halusnya dinamakan dolomit (Wihardjo, 2000).
Kapur dolomit dan pupuk organik (kotoran hewan) diberikan bersama-sama. Kebutuhan kapur dolomit disesuaikan dengan pH tanahnya. Untuk mengetahui lebih jelas tentang kebutuhan dolomit bisa dilihat dalam tabel 2.1. Kapur dolomit ditaburkan secara merata di seluruh permukaan bedengan, lalu dilanjutkan dengan pemberian pupuk kotoran hewan yang berasal dari kotoran ayam, kotoran sapi atau kotoran kambing. Dosis pupuk kandang yang dibutuhkan adalah 2-3 kg per lubang tanam. Diusahakan bahan tersebut dapat merata hingga kedalaman 20 – 30 cm dari permukaan bedengan. Selanjutnya lahan dibiarkan selama 4 – 7 hari agar kapur dolomit bereaksi dengan tanah sehingga kondisinya berubah menjadi lebih baik untuk pertumbuhan tanaman (Cahyono 1996).
Tabel 2.1.   Perkiraan Kebutuhan Kapur Dolomit untuk Menetralkan pH Tanah
No
pH Tanah
Jumlah Kapur Dolomit (Ton/Hektar)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
4,8
4,9
5,0
5,1
5,2
5,3
5,4
5,5
5,6
5,7
5,8
5,9
6,0
6,45
5,98
5,49
5,02
4,54
4,08
3,60
3,12
2,65
2,17
1,69
1,23
0,75
Sumber : Wihardjo (2000)

2.1.2. Pembibitan
Suprapto & Jaya (2000) menjelaskan agar benih dapat tumbuh baik, sehat dan cepat beradaptasi dengan lingkungan maka perlu disesuaikan terlebih dahulu dengan kegiatan sebagai berikut: 1). Benih direndam dalam larutan Benlate atau Dithane M-45 (0,5-1 gram/liter) selama ± 6 jam; 2). Letakkan atau susun benih yang telah direndam kemudian tutup dengan tiga lembar kertas koran yang telah dibasahi dan selama ± 2 hari usahakan kertas koran dalam keadaan lembab;        3). Setelah benih berkecambah dapat dipindahkan ke kantong plastik/polybag dengan media semai dari tanah dan pupuk kandang (3 :1); 4). Persemaian/polybag ditempatkan pada tempat terbuka dengan diberi naungan yang dapat diatur;        5). Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, pengaturan naungan dan pengendalian hama dan penyakit.

2.1.3. Penanaman

2.1.4. Pemupukan
Pertumbuhan dan hasil tanaman semangka ditentukan oleh ketersediaan hara di dalam tanah, sehingga untuk memenuhi kebutuhannya diperlukan usaha pemupukan. Sebagai acuan pemupukan disajikan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2.   Dosis dan Waktu Pemupukan

Jenis Pupuk
Dosis/lubang tanam
7 hari sebelum tanam
Saat tanam
14 hari setelah tanam
28 hari setelah tanam
42 hari setelah tanam
Pupuk kandang
2-3 kg
-
-
-
-
Urea
-
10 gr
10 gr
10 gr
10 gr
SP-36
-
10 gr
10 gr
10 gr
-
KCl
-
10 gr
10 gr
10 gr
10 gr
Sumber: Suprapto & Jaya (2000)

2.1.5. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Biasanya hama yang sering menyerang tanaman semangka (yang diserang daun) yaitu hama kumbang Caccinelid ( Sinharmonia Octamaculta ) atau bahasa daerahnya disebut Koronang, binatangnya kecil berwarna merah kekuningan, kadang bulat berbintik hitam (Imran, 2005). Asridawati (2008) menjelaskan cara pengendalian hama dan penyakit tanaman semangka dilakukan dengan penyemprotan Insektisida Decis 2,5 EC dengan konsentrasi 1,3 ml/l air dan Fungisida Benlate 0,5 g/l air yang dilakukan 2 minggu sekali. Penyemprotan dihentikan 2 minggu sebelum panen. Untuk mengendalikan lalat buah dengan menggunakan bahan kimia metyleogenol dengan merek dagang Petrogenol, digunakan pada saat tanaman mulai berubah hingga panen.

2.1.6. Panen
Secara visual, buah semangka yang sudah siap panen dicirikan oleh warna kulit buah yang terang, bentuk buah bulat berisi, dan sulur di belakang tangkai buah sudah berubah warna cokelat tua. Warna buah menjadi terang karena lapisan lilin yang menyelimuti kulit buah sudah hilang. Keadaan bulu buah tampak pendek dan halus. Waktu yang tepat untuk melakukan pemanenan buah adalah saat pagi hingga siang hari antara pukul 09.00-15.30 dan tidak turun hujan (Duljapar & Setyowati, 2000).

2.2. Lahan Gambut
Gambut merupakan hasil pelapukan bahan organik seperti dedaunan, ranting kayu, dan semak dalam keadaan jenuh air dan dalam jangka waktu yang sangat lama (ribuan tahun). Tanah gambut secara alami terdapat pada lapisan paling atas. Di bawahnya terdapat lapisan tanah aluvial pada kedalaman yang bervariasi. Lahan dengan ketebalan tanah gambt kurang dari 50 cm disebut sebagai lahan atau tanah bergambut. Disebut sebagai lahan bergambut apabila ketebalan gambut lebih dari 50 cm. dengan demikian, lahan gambut adalah lahan rawa dengan ketebalan gambut lebih dari 50 cm (Nadjiyati & Lili, 2005).
Agus & Subiksa (2008) menambahkan bahwa lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk.
Berdasarkan kedalamannya, lahan gambut dibagi menjadi empat tipe, yaitu: 1). Lahan gambut dangkal, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 50-100 cm; 2). Lahan gambut sedang, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 100-200 cm; 3). Lahan gambut dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 200-300 cm;      4). Lahan gambut sangat dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut lebih dari 300 cm (Nadjjiyati & Lili, 2005).
Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi: 1). Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%; 2). Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 – 75%. 3). Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya masih tersisa (Agus & Subiksa, 2008).
Menurut Nadjiyati et al. (2005) kendala-kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan tanah gambut sebagai lahan pertanian adalah dimana tanah gambut umumnya memiliki kesuburan tanah yang rendah, hal ini ditandai dengan pH rendah (masam), ketersediaan sejumlah unsur hara makro (K, Ca, Mg, P) dan mikro (Cu, Zn, Mn dan Bo) yang rendah, mengandung asam-asam organik yang beracun, serta memiliki kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi tetapi kejenuhan basa (KB) rendah. Pada kondisi pH rendah menyebabkan sejumlah unsur hara seperti N, Ca, Mg, K, Bo, Cu dan Mo tidak tersedia bagi tanaman.

2.3. Abu Janjang Kelapa Sawit
Di areal gambut, penggunaan janjang kosong (JJK) dan kompos sebagai sumber pupuk tidak dimungkinkan karena terkendala transportasi. Sarana transportasi di areal gambut, khususnya gambut pasang surut sangat khas dengan sistem kanal (water way). Salah satu upaya yang dilakukan adalah merubah JJK menjadi abu janjang melalui pembakaran dengan incenerator. Keuntungan produk abu janjang dibandingkan dengan JJK adalah volume lebih kecil, mudah penyimpanan (penggudangan), mudah diaplikasikan dan biaya relatif lebih murah (Loekito, 2002).
Abu tandan kosong kelapa sawit diperoleh dari tandan buah segar kelapa sawit yang buahnya telah dirontokkan, tandan kosong ini merupakan limbah padat organik dari pabrik sawit, tandan kosong tersebut kemudian dibakar dalam insenerator (tanur). Tandan kosong sawit bila dibakar akan menghasilkan abu sebanyak 1,65% dari tandan kosong, abu hasil pembakaran ini belum dimanfaatkan secara optimal karena masih besarnya keinginan petani dalam memanfaatkan pupuk buatan pabrik walaupun harganya mahal (Gusmara, 1998).
Paimin (1994) mengungkapkan abu janjang kelapa sawit merupakan alternatif pilihan sebagai pupuk kalium karena mengandung K2O sebanyak 35 – 40% dan harganya jauh lebih murah dibanding KCl maupun K lainnya. Hasil penelitian fauzi et al. (2004) mengemukakan bahwa abu janjang kelapa sawit selain mengandung K2O yang tinggi juga mengandung unsur hara mikro yaitu Mn, Fe, Cl, Cu, B, dan Zn. Tingginya kandungan K2O pada abu janjang kelapa sawit tersebut sangat berpotensi sebagai pengganti pupuk kalium.
Pemberian abu janjang kelapa sawit memiliki keuntungan karena mengandung kalium yang tinggi sehingga dapat mengurangi bahkan meniadakan penggunaan pupuk KCl. Selain itu, karena aplikasi abu janjang kelapa sawit dapat memperbaiki pH tanah masam, serta meningkatkan ketersediaan hara tanah dan aktivitas mikroorganisme tanah. Atsa pertimbangan tersebut abu janjang kelap sawit dilihat sebagai produk bernilai tinggi dan dianggap penting untuk membantu dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman (Pahan, 2007).
Pada penelitian Purba (2007) memberikan kesimpulan bahwa pemberian abu janjang kelapa sawit dan pupuk KCl terhadap pertumbuhan dan produksi melon (Cucumis melo L) pada medium gambut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan jumlah daun, pertambahan lebar daun, lingkar buah serta berat buah tanaman melon. Semakin meningkatnya dosis perlakuan yang diberikan cenderung meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman melon. Dalam penelitian ini dosis tertinggi perlakuan pemberian abu janjang kelapa sawit adalah 900 kg/ha (5,17 g/polibag) dan dosis tertinggi perlakuan pemberian pupuk KCl sebanyak 180 kg/ha atau 3/3 dosis pupuk KCl (1,025 g/polibag).
Selain itu, Hasibuan (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa:  1). Pemberian abu janjang kelapa sawit hingga 120 kg/ha cenderung meningkatkan pertumbuhan tanaman kacang tanah (tinggi tanaman, jumlah cabang primer) dan peningkatan laju pertumbuhan total tanaman kacang tanah;  2). Pemberian abu janjang kelapa sawit hingga 120 kg/ha dapat meningkatkan produksi kacang tanah (jumlah polong, berat kering biji) dan kualitas
biji.



III. BAHAN DAN METODE



3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan pertanian Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2012.

3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih semangka varietas Amor F1, abu janjang kelapa sawit, pupuk Urea, SP-36, KCl, Decis 2,5 EC, Benlate dan Metil eugenol.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, garu, parang, pisau, patok kayu, meteran, plakat, handsprayer, timbangan, gembor, polybag ukuran 8 x 10 cm, seedbag dan alat tulis.

3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 5 taraf dosis dan 3 ulangan sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Masing-masing plot terdapat 6 tanaman. Masing-masing dosis perlakuan adalah:
A0 = Tanpa pemberian abu janjang kelapa sawit
A1 = Pemberian abu janjang kelapa sawit 300 kg/ha
A2 = Pemberian abu janjang kelapa sawit 600 kg/ha
A3 = Pemberian abu janjang kelapa sawit 900 kg/ha
A4 = Pemberian abu janjang kelapa sawit 1200 kg/ha
Data pengamatan dianalisis secara statistika dengan menggunakan Analisis of Varience (ANOVA) model linear sebagai berikut:
Yij    =  + Ti + ßj + ɛij
Dimana       Yij    = Hasil pengamatan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
 µ      = Nilai tengah umum atau rata-rata nilai
Ti      = Pengaruh perlakuan ke-i
ßj      = Pengaruh perlakuan ke-j
ɛij    = Pengaruh error dari perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
            Hasil analisis sidik ragam dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%.

3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Persiapan Lahan
Lahan penelitian terlebih dahulu dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa tanaman kemudian dilakukan pembalikan tanah. Pembalikan tanah harus merata pada seluruh areal penanaman. Pembalikan tanah dilakukan sedalam ±30 cm. Bedengan dibuat dengan ukuran 2x3 m, tinggi 20 cm sebanyak 15 plot dengan jarak antar plot 50 cm. Drainase dibuat sebaik mungkin supaya air mudah mengalir. Hal ini dilakukan karena akar tanaman semangka rentan terhadap genangan air.

3.4.2. Pembibitan
3.4.2.1. Pembuatan Naungan Pembibitan
Naungan persemaian dibuat untuk menghindari cahaya matahari langsung yang terlalu panas dan hujan yang dapat merusak pertumbuhan bibit. Naungan dibuat menghadap ketimur dengan tinggi 1,25 m, bagian barat 1 m. Lebar naungan 2 m, panjang 3 m dan ditutup dengan daun ilalang sehingga sewaktu-waktu dapat dibuka bila diperlukan.

3.4.2.2. Medium Pembibitan
Pembibitan dilakukan di dalam polybag ukuran 8x10 cm dengan medium tanah lapisan atas, yang dicampur pupuk kandang dengan perbandingan 2:1 dicampur merata.

3.4.2.3. Pengecambahan Benih
Sebelum disemaikan benih direndam dalam air selama 24 jam, kemudian diseleksi dengan cara membuang benih-benih yang terapung, sedangkan yang tenggelam diambil. Selanjutnya benih direndam dalam larutan fungisida Benlate 0,5 g/liter air selama ±4 jam. Kemudian benih diangkat dan disusun di atas kain lembab dan digulung, gulungan kain tersebut dimasukkan kedalam tempat tertutup selama ±24 jam. Setelah benih yang diperam berkecambah dengan keluarnya akar sepanjang 2-3 mm, benih siap disemai di polybag kecil yang telah diisi medium.

3.4.2.4. Pemeliharaan Bibit
Bibit dirawat dan dipelihara secara intensif terutama dalam hal penyiraman dan penyiangan terhadap gulma. Bibit semangka yang sudah berdaun 3 helai telah siap untuk dipindahkan ke lapangan.

3.4.3. Perlakuan Abu Janjang Kelapa Sawit
Abu janjang kelapa sawit berasal dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PTPN V Sei Galuh. Pemberian abu janjang ini hanya sekali yaitu 1 minggu sebelum tanam dan dosis pemberian sesuai dengan perlakuan. Pemberiannya dilakukan dengan cara ditabur rata, kemudian diaduk agar tercampur dengan tanah.

3.4.4. Penanaman dan Pemupukan
Penanaman dilakukan 1 minggu setelah pemberian abu janjang dengan jarak tanam 1 x 1 m. Cara menanamnya adalah polybag dirobek pada bagian samping kemudian bibit beserta tanahnya dimasukkan dalam lubang tanam. Kemudian tanah di sekitar bibit dipadatkan dan disiram hingga basah. Hal ini untuk membantu medium tanah menyatu dengan tanah disekelilingnya. Pemberian pupuk buatan diberikan pada saat tanam dengan dosis 29,4 g/plot Urea, 37,5 g/plot SP-36, dan 22,5 g/plot KCl. Pemberian pupuk dilakukan secara tugal di kiri dan kanan lubang tanam.

3.4.5. Pemeliharaan
Penyiraman perlu dilakukan secara rutin satu kali sehari menggunakan gembor terutama pada fase awal pertumbuhan. Setelah tanaman dewasa penyiraman disesuaikan dengan kondisi tanaman, pada saat tanah masih cukup lembab tidak dilakukan penyiraman. Penyulaman dapat dilakukan untuk tanaman yang tidak tumbuh atau tanaman yang mati maupun untuk tanaman yang kurang baik hingga tanaman di lapangan berumur dua minggu (14 hari). Bibit yang digunakan untuk penyulaman merupakan tanaman yang telah disemaikan secara bersamaan yang pertumbuhannya seragam. Penyiangan harus dilakukan secara hati-hati karena perakaran semangka dangkal. Penyiangan bertujuan untuk membersihkan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Tanaman semangka perlu dipangkas, agar pertumbuhannya terarah dan menghasilkan buah yang berkualitas. Pemangkasan tunas dilakukan pada tunas-tunas ketiak daun yang tumbuh pada buku ke-1 sampai buku ke-9. Tunas pada buku ke-10 sampai buku ke-13 dipelihara, sedangkan tunas diatas buku ke-13 sampai ke-25 dipangkas. Penjarangan buah dilakukan seteleh buah berdiameter 3 cm, buah yang dipelihara hanya 1 buah/tanaman. Buah semangka yang baik bentuknya memanjang atau oval, perkembangannya normal dan tidak ada bekas atau gejala serangan hama dan penyakit. Tiap buah dengan berat ± 1,5 kg sering dibalik guna menghindari warna buah yang kurang baik akibat penyinaran matahari yang tidak merata. Pada saat pembalikan buah, diberi jerami sebagai alas buah hal ini bertujuan mencegah kerusakan buah semangka.
Untuk pemberantasan hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan Insektisida Decis 2,5 EC dengan konsentrasi 1,3 ml/l air dan Fungisida Benlate 0,5 g/l air yang dilakukan 2 minggu sekali. Penyemprotan dihentikan 2 minggu sebelum panen. Untuk mengendalikan lalat buah dengan menggunakan bahan kimia metyleogenol dengan merek dagang Petrogenol, digunakan pada saat tanaman mulai berbuah hingga panen.

3.4.6. Panen
Panen dilakukan apabila buah semangka telah matang. (Wihardjo, 2000) menjelaskan tanda-tanda  buah yang siap untuk dipetik, yaitu: 1). Tangkai buah mengecil, hingga terlihat tidak sesuai dengan ukuran buah itu sendiri. Tangkai demikian sudah tidak berbulu, cenderung bergaris-garis coklat yang lama-kelamaan makin dominan; 2). Warna buah mengkilat; 3). Sulur pada pangkal buah kecil dan sudah mengering; 4). Bagian buah yang terletak di atas landasan telah berubah warna dari putih menjadi kuning tua; bila ditepuk, buah yang telah tua cenderung mengeluarkan nada tinggi.

3.5. Parameter Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap setiap unit percobaan dengan tanaman sampel sebanyak 3 tanaman. Parameter yang diamati adalah sebagai berikut:

3.5.1. Saat Muncul Bunga Betina (hari)
Pengamatan umur muncul bunga betina pertama dilakukan dengan menghitung jumlah hari, mulai dari saat tanam sampai tanaman mengeluarkan bunga betina pertama ±75% dari populasi tanaman per plot.

3.5.2. Umur Panen (hari)
Umur panen diperoleh setelah buah semangka memenuhi kriteria panen, dihitung sejak awal tanam hingga panen.

3.5.3. Berat Buah (kg)
Berat buah diukur dengan menimbang setiap buah yang dipanen dari setiap tanaman.

3.5.4. Lingkar Buah (cm)
Pengukuran lingkar buah dilakukan setelah panen, dengan cara melilitkan tali pada bagian tengah buah kemudian mengukur tali tersebut dengan meteran.

3.5.5. Berat Buah per Plot (kg)
Berat buah perplot diperoleh dengan menimbang semua buah yang dipanen dari satu plot.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates