Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh
air bisa tawar ataupun asin yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh
daratan. Danau termasuk pada perairan menggenang (lentik)
Danau merupakan suatu badan air yang menggenang dan luasnya mulai
dari beberapa meter persegi hingga ratusan meter persegi.
Perairan menggenang (lentik) adalah suatu bentuk ekosistem
perairan yang di dalamnya aliran atau arus air tidak memegang peranan penting.
Hal ini karena aliran air tidak begitu besar atau tidak mempengaruhi kehidupan
organisme yang ada di dalamnya. Pada perairan ini faktor yang amat penting
diperhatikan adalah pembagian wilayah air secara vertikal yang memiliki
perbedaan sifat untuk tiap lapisannya, contoh dan jenis perairan ini adalah
danau, rawa, situ, kolam dan perairan menggenang lainnya. Perairan menggenang
di bagi dalam tiga lapisan utama yang didasari oleh ada tidaknya penetrasi
cahaya matahari dan tumbuhan air, yaitu: Littoral, limnetik dan profundal,
sedangkan atas dasar perbedaan temperatur perairannya, perairan menggenang
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: metalimnion, epilimnion, dan hipolimnion.
Kelompok organisme di perairan menggenang berdasarkan niche utama dalam
kedudukan rantai makanan meliputi produser (autotrof), makro konsumer
(heterotrof) dan mikrokonsumer (dekomposer). Kelompok organisme yang ada di
perairan menggenang berdasarkan cara hidupnya meliputi: benthos, plankton,
perifiton, nekton dan neuston.
Pada zona litoral, produser utamanya adalah tanaman yang berakar
(anggota spermatophyta) dan tanaman yang tidak berakar (fitoplankton, ganggang
dan tanaman hijau yang mengapung). Sedangkan konsumernya meliputi beberapa
larva serangga air seperti, platyhelminthes, rotifer, oligochaeta, moluska,
amphibi, ikan, penyu, ular dan lain sebagainya. Pada zone limnetik, produsernya
terutama fitoplankton dan tumbuhan air yang terapung bebas seperti, water
hyacinth (Eichornia crassipes), Cerratophyllum spp, Utricularia spp, Hydrilla
verticillata, duckweed (Lemna spp); dan vascular plants, seperti: Equisetum
spp; Ioetes spp dan Azolla spp. Sedangkan konsumernya meliputi zooplankton dari
copepoda, rotifera dan beberapa jenis ikan. Pada zona profundal, banyak dihuni
oleh jenis-jenis bakteri dan fungi, cacing darah, yang meliputi larva
chironomidae, dan annelida yang banyak mengandung haemoglobin, jenis-jenis
kerang kecil seperti anggota famili sphaeridae dan larva "phantom"
atau Chaoboras (corethra). Rantai makanan adalah suatu transfer energi dari
tumbuhan melalui serangkaian organisme dengan jalan makan-memakan. Pada tiap
transfer ada 80-90% energi potensial yang hilang sebagai panas. Oleh karena itu
rantai makanan dalam satu deretan jumlahnya terbatas, biasanya 4 - 5 tingkat.
Makin pendek rantai makanan, maka lebih banyak tersedia energi yang dapat
dimanfaatkan.
Danau mempunyai fungsi ekonomi yang sangat tinggi. Salah satu
fungsi terpenting danau adalah perikanan, baik budidaya maupun perikanan
tangkap. Jika dikelola dengan benar, perikanan danau dapat mendatangkan
keuntungan yang cukup besar.
Danau juga penting dari sisi tata air (antara lain mencegah
kekeringan dan banjir) dan dalam kaitannya dengan penyediaan air bersih, baik
untuk minum, irigasi dan industry. Dengan demikian, danau mempunyai fungsi
sebagai penyangga kehidupan.
Jika ditinjau dari segi ekosistem, danau merupakan tempat hidup
berbagai organism, termasuk yang bersifat endemic, mulai dari ikan sampai
burung air. Tidak saja penting bagi pelestarian plasma nuftah, dan konservasi
alam, hal tersebut dapat dijadikan asset bagi rekreasi dan pariwisata. Danau
dapat menjadi objek wisata juga karena orang-orang dapat menikmati
aktivitas-aktivitas seperti memancing, berperahu, berenang atau bahkan sekedar
menikmati keindahan alam. Pemanfaatan danau sebagai objek wisata jelas akan
memicu ekonomi masyarakat yang tinggal disekelilingnya. Akan tetapi,
pemanfaatan danau sebagai objek wisata juga tentunya harus dilaksanakan dengan
pengelolaan yang baik dan terkendali. Karena jika danau itu rusak, otomatis
orang-orang tidak akan tertarik lagi mengunjunginya untuk berwisata.
Di danau terdapat pembagian daerah berdasarkan penetrasi cahaya
matahari. Daerah yang dapat ditembus cahaya matahari sehingga terjadi
fotosintesis disebut daerah fotik. Daerah yang tidak tertembus cahaya matahari
disebut daerah afotik. Di danau juga terdapat daerah perubahan temperatur yang
drastis atau termoklin. Termoklin memisahkan daerah yang hangat di atas dengan
daerah dingin di dasar.
Komunitas tumbuhan dan hewan tersebar di danau sesuai dengan
kedalaman dan jaraknya dari tepi. Berdasarkan hal tersebut danau dibagi menjadi
4 daerah sebagai berikut.
a)Daerah litoral
Daerah ini merupakan daerah dangkal. Cahaya matahari menembus
dengan optimal. Air yang hangat berdekatan dengan tepi. Tumbuhannya merupakan
tumbuhan air yang berakar dan daunnya ada yang mencuat ke atas permukaan air.
Komunitas organisme sangat beragam termasuk jenis-jenis ganggang
yang melekat (khususnya diatom), berbagai siput dan remis, serangga, krustacea,
ikan, amfibi, reptilia air dan semi air seperti kura-kura dan ular, itik dan
angsa, dan beberapa mamalia yang sering mencari makan di danau.
b.Daerah limnetik
Daerah ini merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan
masih dapat ditembus sinar matahari. Daerah ini dihuni oleh berbagai fitoplankton,
termasuk ganggang dan sianobakteri. Ganggang berfotosintesis dan bereproduksi
dengan kecepatan tinggi selama musim panas dan musim semi. Zooplankton yang
sebagian besar termasuk Rotifera dan udang-udangan kecil memangsa fitoplankton.
Zooplankton dimakan oleh ikan-ikan kecil. Ikan kecil dimangsa oleh ikan yang
lebih besar, kemudian ikan besar dimangsa ular, kura-kura, dan burung pemakan
ikan.
c.Daerahprofundal
Daerah ini merupakan daerah yang dalam, yaitu daerah afotik danau.
Mikroba dan organisme lain menggunakan oksigen untuk respirasi seluler setelah
mendekomposisi detritus yang jatuh dari daerah limnetik. Daerah ini dihuni oleh
cacing dan mikroba.
d.Daerahbentik
Daerah ini merupakan daerah dasar danau tempat terdapatnya bentos
dan sisa-sisa organisme mati.
PENYEBAB DEGRADASI EKOSITEM DANAU
1. Pencemaran.
Air danau dan aliran-aliran sungai di sekitarnya dipergunakan oleh
masyarakat sebagai sumber air bersih, tetapi masyarakat tidak mengetahui
tingkat pencemaran air dan juga kebutuhan air bersih untuk MCK (Mandi, Cuci,
Kakus) hanya bertumpu pada air sungai dan danau. Laporan Bappedal (2000)
menunjukkan bahwa setidaknya ada 3 sumber-sumber pencemar air danau yaitu 1)
Kegiatan Rumah Tangga yang menghasilkan bahan buangan organik (dedaunan, bekas bungkusan
kertas), buangan olahan bahan makanan (ikan, daging), buangan zat kimia (dari
sabun, detergen, shampoo, dan bahan pembersih lain), 2) Kegiatan Pertanian
seperti penggunaan pestisida (insektisida, herbisida, zat pengatur tumbuh) dan
pupuk (ZA, DAP, Urea, NPK dan lain-lain), 3) Kegiatan Industri dengan 4
golongan yaitu industri makanan dan tembakau, pertenunan sutera dan pakaian
jadi, industri kayu dan perabot, industri percetakan. Bahan buangan dari
industri berupa buangan padat, organik, olahan makanan dan zat kimia.
Macam-macam Pencemaran dapat dibedakan
berdasarkan pada tempat terjadinya, macam bahan pencemarnya, dan
tingkat pencemaran. a.Berdasarkan Tempat Terjadinya
1.Pencemaran Udara Merupakan pengotoran partikel,kimia,dan biologi
di atmosfir. Sumber-sumber polusi udara,misalnya gas H2S,CO,CO2,partikel
SOZ,NO2,dan dapat juga berasal dari zat radioaktif seperti nuklir.
2.Pencemaran Air Polusi air dapat disebabkan oleh beberapa jenis
pencemar,misalnya pembuangan limbah industri,sisa insektisida,dan pembuangan
sampah domestik.
3.Pencemaran Tanah Disebabkan oleh beberapa pencemaran,misalnya
sampah-sampah plastik,botolpecahan kacadetergen yang bersifat non bio
degradable,zat kimia dari buangan pertanian.
4. Polusi Suara Misalnya,suara bising kendaraan bermotor,deru
mesin pabrik,radio berbunyi keras.
b. Berdasarkan macam tingkat pencemarannya Hal ini didasarkan pada
kadar zat pencemar dan waktu kontak. Dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Pencemaran yang mulai mengakibatkan gangguan ringan pada panca
indra dan tubuh serta telah menimbulkan kerusakan pada ekosistem lain. Misalnya
gas buangan kendaraan bermotor yang menyebabkan mata pedih.
2. Pencemaran yang sudah mengakibatkan reaksi pada faal tubuh dan
menyebabkan sakit yang kronis. Misalnya pencemaran Hg (air raksa) di Minamata
Jepang yang menyebabkan kanker dan lahirnya bayi cacat.
3. Pencemaran yang kadar zat-zat pencemarnya demikian besarnya
sehingga menimbulkan gangguan dan sakit atau kematian dalam lingkungan.
Misalnya pencemaran nuklir
c. Macam Bahan Pencemaran
1. Kimiawi; berupa zat radio aktif, logam (Hg, Pb, As, Cd, Cr dan
Hi), pupuk anorganik, pestisida, detergen dan minyak.
2. Biologi; berupa mikroorganisme, misalnya Escherichia coli,
Entamoeba, coli, dan Salmonella thyposa.
3. Fisik; berupa kaleng-kaleng, botol, plastik, dan karet
Pencemaran air ini kemudian menimbulakan dampak sebagai berikut :
• Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah pencemaran air. Berdasarkan bahan pencemaran,
eutrofikasi berasal dari bahan pencemaran kimiawi.
Eutrofikasi merupakan problem lingkungan hidup yang diakibatkan
oleh limbah fosfat (PO3-), khususnya dalam ekosistem air tawar. Air dikatakan
eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang
35-100 µg/L. Sejatinya, eutrofikasi merupakan sebuah proses alamiah di mana
danau mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih produktif bagi
tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi
eutrofik. Proses alamiah ini, oleh manusia dengan segala aktivitas modernnya,
secara tidak disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa dekade atau
bahkan beberapa tahun saja. Maka tidaklah mengherankan jika eutrofikasi menjadi
masalah di hampir ribuan danau di muka Bumi, sebagaimana dikenal lewat fenomena
algal bloom.
JenisEutrofikasi
Menurut Goldmen dan Horne (1938), eutrofikasi perairan danau dapat
terjadi secara :
1. Cultural Eutrophication
Yang dimaksud denagan cultural eutrophication adalah eutrofikasi
yang disebabkan karena terjadinya proses peningkatan unsur hara di perairan
oleh aktivitas manusia.
Aktivitas manusia yang menyebabkan eutrofikasi banyak sekali
macamnya. Menurut Morse et al (The Economic and Environment Impact of Phosporus
Removal from Wastewater in the European Community, 1993) 10 persen berasal dari
proses alamiah di lingkungan air itu sendiri (background source), 7 persen dari
industri, 11 persen dari detergen, 17 persen dari pupuk pertanian, 23 persen
dari limbah manusia, dan yang terbesar, 32 persen, dari limbah peternakan.
Paparan statistic di atas (meskipun tidak persis mewakili data di Tanah Air)
menunjukkan bagaimana berbagai aktivitas masyarakat di era modern dan semakin
besarnya jumlah populasi manusia menjadi penyumbang yang sangat besar bagi
lepasnya fosfor ke lingkungan air. Dari data statistic di atas juga dapat
diketahui bahwa 90 % penyebab eutrofikasi adalah berasal dari aktivitas
manusia.
Hal ini menunjukkan bahwa eutrofikasi cultural lebih banyak
terjadi daripada eutrofikasi alami.
Akhirnya, yang harus dimengerti dan disadari adalah bahwa karena
Indonesia merupakan negara tropis yang mendapatkan cahaya Matahari sepanjang
tahun, maka blooming (dalam arti biomasa alga tinggi) dapat terjadi sepanjang
tahun. Artinya kapan saja (asal tidak mendung/hujan) dan dari manapun asalnya kalau
konsentrasi nutrien dalam badan air meningkat maka akan meningkat pula
aktifitas fotosintesa fitoplankton yang ada, dan jika peningkatan nutrien cukup
besar atau lama akan terjadi blooming. Fenomena itulah yang menyebabkan
badan-badan air (waduk, danau dan pantai) di Indonesia yang telah menjadi hijau
warnanya tidak pernah atau jarang sekali menjadi jernih kembali; tidak seperti
di negeri 4 musim seperti Kanada dan Jepang yang blooming hanya terjadi di
akhir musim semi dan panas.
2. Natural Eutrophication
Yang dimaksud oleh natural eutrophication adalah eutrofikasi alami
yaitu peningkatan unsure hara di dalam perairan bukan karena aktivitas manusia
melainkan oleh aktivitas alami. Setiana ( 1996 ) menyatakan bahwa proses
masuknya unsure hara ke badan perairan dapat melaui dua cara, yaitu :
• Penapisan air drainase lewat pelepasan hara tanaman terlarut
dari tanah
• Lewat erosi permukaan tanah atau gerakan partikel tanah halus
masuk ke system drainase
Proses terjadinya pengkayaan perairan danau oleh unsure hara
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, kecuali proses tersebut dipercepat
oleh berbagai aktivitas manusia di sekitar perairan danau.
Eutrofikasi mempunyai dampak yang buruk bagi ekosistem air,
diantaranya sebagai berikut :
• Anoxia (tidak tersedianya oksigen) yang dapat membunuh ikan dan
invertrebata lain yang juga dapat memicu terlepasnya gas-gas berbahaya yang
tidak diinginkan
• Algal blooms dan tidak terkontrolnya pertumbuhan dari tumbuhan
akutaik yang lain
• Produksi substansi beracun oleh beberapa spesies blue-green
algae
• Konsentrasi tinggi bahan-bahan organic yang jika dicegah dengan
menggunakan klorin akan dapat menyebabkan terciptanya bahan-bahan karsinogen
yang dapat menyebabkan kanker
• Pengurangan nilai keindahan dari danau atau waduk karena
berkurangnya kejernihan air
• Terbatasnya akses untuk memancing dan aktivitas berekreasi
disebabkan terakumulasinya tumbuhan air di danau atau waduk
• Berkurangnya jumlah spesies dan keanekaragaman tumbuhan dan
hewan (biodiversity)
• Berubahnya komposisi dari banyaknya spesies ikan yang ada
menjadi sedikit spesies ikan (dalam hubungannnya dengan ekonomi dan kandungan
protein)
• Deplesi oksigen terutama di lapisan yang lebih dalam dari danau
atau waduk
• Berkurangnya hasil perikanan dikarenakan deplesi oksigen yang
signifikan di badan air
Salah satu dampak negatif eutrofikasi adalah terjadinya deplesi
oksigen yang menyebabkan ikan-ikan dan organisme lain di dalam air tersebut
mati. Deplesi oksigen ini terjadi karena aktivitas dekomposer dalam menguraikan
alga yang mati dan tenggelam ke dasar perairan.
Alga tumbuh sumbur didanau atau waduk yang terkena eutrofikasi,
hal ini terjadi karena tersedianya nutrien yang melimpah. Ketika alga-alga
tersebut mati, maka akan 5 tenggelam ke dasar perairan dan alga-alga tersebut
akan di dekomposisi oleh aktivitas bakteri dan jamur. Aktivitas dekomposer ini
dalam mengurai limbah organic di badan air aerobik, tentu membutuhkan oksigen.
Semakin banyak alga yang mati, semakin banyak dekomposernya, maka akan semakin
banyak pula oksigen yang dibutuhkan. Hal ini menyebabkan penurunan oksigen
terlarut di dalam air. Pada keadaan tertentu, tingakt oksigen terlarut tersebut
menjadi sangat rendah untuk mendukung kehidupan organisme, sehingga menyebabkan
kematian ikan dan organisme perairan yang lain.
Fenomena penurunan tingkat oksigen terlarut ini akan mengganggu
pernafasan fauna air seperti ikan dan udang-udangan; dengan tingkat gangguan
tergantung pada tingkat penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan jenis serta
fase fauna. Secara umum diketahui bahwa kebutuhan oksigen jenis udang-udangan
lebih tinggi daripada ikan dan kebutuhan oksigen fase larva/juvenil suatu jenis
fauna lebih tinggi dari fase dewasanya. Dengan demikian maka dalam kondisi
konsentrasi oksigen terlarut menurun akibat dekomposisi; larva udang-udangan
akan lebih menderita ataupun mati lebih awal dari larva fauna lainnya.
Kesulitan fauna karena penurunan oksigen terlarut sebenarnya baru
dampak permulaaan, sebab jika jumlah pencemar organik dalam badan air bertambah
terus maka proses dekomposisi organik memerlukan oksigen lebih besar dan
akibatnya badan air akan mengalami deplesi oksigen bahkan bisa habis sehingga
badan air menjadi anaerob (Polprasert, 1989). Jika fenomena ini terjadi pada seluruh
bagian badan air maka fauna air akan mati masal karena tidak bisa menghindar;
namun jika hanya terjadi di bagian bawah badan air maka fauna air, termasuk
ikan masih bisa menghindar ke permukaan hingga terhindar dari kematian. Secara
alamiah kejadian anaerob di semua lapisan badan air memang sangat sulit terjadi
karena bagian atas air selalu berhubungan dengan udara bebas yang selalu
mensupplainya, namun demikian kalau sebagian badan air anaerob sangatlan
sering; misal di teluk-teluk waduk dan pantai yang relatip menggenang sering
muncul gelembung-gelembung gas yang mengisaratkan bahwa bagian air yang anaerob
dekat dengan permukaan air.
2. Sedimentasi
Pendangkalan merupakan permasalahan ekologis, setidaknya ada dua
penyebab dari permasalahan besar tersebut yang sangat kompleks dan terkait
dengan masalah-masalah lain di Danau yaitu sedimentasi dan pencemaran. Sedimen
yang masuk ke danau merupakan akumulasi erosi dan buangan rumah tangga dan
industri sepanjang danau. Erosi disebabkan oleh penebangan hutan di sekitar
hulu dan sepanjang danau sehingga aliran air pada saat hujan mengikis lapisan
tanah dan terbawa ke sungai. Kemudian pada badan air danau terdapat banyak
tanaman air baik yang tumbuh dari dasar danau. Tanaman air ini menjadi
perangkap sedimen dan mengendapkan sedimen ke dasar danau. Menurut penelitian
Nippon Koei (2003), bahwa sepanjang musim hujan 80 – 90 persen permukaan danau
ditutupi oleh tanaman air.
Suara Publik (2003) menulis bahwa akibat kerusakan lingkungan,
telah terjadi pendangkalan dan penyempitan danau. Di musim kemarau, danau
hampir kering dengan rata-rata kedalaman air hanya 0,5 – 1,0 meter. Sebaliknya,
pada puncak musim hujan, air banjir pemukiman penduduk dan menghanyutkan
segalanya.
3. Terjadi peningkatan gulma air
Tanaman air yang menjadi gulma di danau adalah didominasi oleh
eceng gondok, akar tanaman ini dapat mencapai dasar danau dan menjadi perangkap
sedimen kemudian mengendapkan di dasar danau. Peningkatan gulma air ini
disebabkan oleh eutrofikasi. Eutrofikasi merangsang pertumbuhan tanaman air
lainnya, baik yang hidup di tepian (eceng gondok) maupun dalam badan air
(hydrilla). Oleh karena itulah maka di rawa-rawa dan danau-danau yang telah
mengalami eutrofikasi tepiannya ditumbuhi dengan subur oleh tanaman air seperti
eceng gondok (Eichhornia crassipes), Hydrilla dan rumput air lainnya.
Tanaman air ini atau Tumbuhan aquatik dapat dibedakan menjadi dua
kategori, yaitu :
a. Submerged Aquatic Vegetation (SAV) SAV adalah tumbuhan air yang
seluruh bagian tubuhnya berada di bawah air. Bentuknya mirip seperti rumput
liar. Pada struktur bagian bawahnya terdapat bagian yang menancap kuat di dasar
danau.
b. Emergent Vegetation Emergent Vegatation adalah tumbuhan air
yang sebagaian berada di bawah permukaan air, dan sebagain lagi muncul di
permukaan air. Bagian yang muncul di permukaan air adalah bunganya yang
berhubungan dengan proses reproduksinya. Contoh dari emergent vegetation adalah
Cyperus papyrus dan Nymphaea alba (lili air). Tumbuhan bentik akan tumbuh subur
di air yang miskin nutrient.
Peningkatan gulma air ini menyebabkan tertutupnya permukaan danau
sehingga menghambat aktivitas fitoplankton yang melakukan fotosintesis. Hal ini
berdampak terhadap proses metabolisme organisme air yang pada umumnya
bergantung terhadap hasil fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton.
REHABILITASI EKOSISTEM DANAU
Menyadari bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya
eutrofikasi, maka perhatian para saintis dan kelompok masyarakat pencinta
lingkungan hidup semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Ada kelompok yang
condong memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang
mengandung fosfat, seperti detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang
secara tegas melarang keberadaan fosfor dalam detergen. Ada dua cara yang dapat
digunakan untuk mengontrol eutrofikasi :
a. Attacking symptoms
• Mencegah pertumbuhan vegetasi penyebab eutrofikasi
• Menambah atau meningkatkan oksigen terlarut di dalam air
Bila menggunakan cara ini, ada beberapa metode yang dapat digunakan
:
• Chemical treatment yang dimaksudkan untuk mengurangi kandungan
nutrien yang berlebihan di dalam air
• Aerasi
• Harvesting algae (memanen alga) yang dimaksudkan untuk
mengurangi alga yang tumbuh subur di permukaan air
b. Getting at the root cause
• Mengurangi nutrient dan sedimen berlebih yang masuk ke dalam air
Bila menggunakan cara ini, ada beberapa metode yang dapat
digunakan :
• Pembatasan penggunaan fosfat
• Pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan permukiman.
• Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen
Cara ini dapat diwujudkan apabila pemerintah dapat menerbitkan
suatu peraturan pemerintah atau suatu undang-undang dalam pembatasan penggunaan
fosfat untuk melindungi ekosistem air dari cultural eutrofikasi.
Pemerintah dengan Keppres No. 48/1991 tentang pengesahan konvensi
lahan basah (Ramsar) telah memberikan ketentuan-ketentuan tentang konservasi
lahan basah (yang didalamnya berarti mencakup pula danau). Keppres tersebut
mengatur pula penentuan situs lahan basah yang mempunyai kepentingan
internasional. Institusi-institusi yang terkait dengan Keppres tersebut adalah
Departemen kehutanan dan Kementrian Lingkungan Hidup.
Pengurangan tingkat penyusutan lahan basah hingga tingkat nol
adalah salah satu sasaran dalam strategi pengelolaan keanekaragaman hayati
Indonesia (IBSAP). Hal tersebut diharapkan terjadi selambat-lambatnya tahun
2005. Sayangnya sasaran tersebut tampaknya belum tercapai hingga saat ini.
Rehabilitasi danau juga dapat dilakukan dengan cara mengontrol
pertumbuhan tumbuhan air (gulma) di danau. Karena tumbuhan air ini (eceng
gondok) mempunyai dampak positif terhadap ekosistem danau.
Tumbuhan Eceng gondok adalah gulma air yang berasal dari Amerika
Selatan. Tumbuhan ini mempunyai daya regenerasi yang cepat karena
potongan-potongan vegetatifnya yang terbawa arus air akan terus berkembang
menjadi eceng gondok dewasa. Eceng gondok sangat peka terhadap keadaan yang
unsur haranya di dalam air kurang mencukupi tetapi mempunyai respon terhadap
konsentrasi unsur hara yang tinggi. Akar eceng gondok berupa serabut yang penuh
dengan bulu akar, tudung akarnya berwarna merah.Bulu-bulu akar berfungsi
sebagai pegangan atau jangkar, dan sebagian besar berguna untuk mengabsorbsi
zat-zat makanan dalam air (Eames dan Daniel, 1947 dalam Nurhayati, 1989).
Pemanfaatan tumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart), Solm) pada
pengolahan air limbah telah banyak dilakukan. Eceng gondok mempunyai kemampuan
berkembang biak dengan cepat (Wolverton et al, dalam Anonim, 1986) dan eceng gondok
mempunyai kemampuan menyerap unsure hara, senyawa organik dan unsur kimia lain
dari air limbah dalam jumlah yang besar.
Eceng gondok (Eichhornia crassipes solms) merupakan salah satu
tanaman yang mempunyai kemampuan sebagai biofilter. Dengan adanya mikrobia
rhizosfera pada akar dan didukung oleh daya absorbsi serta akumulasi yang besar
terhadap bahan pencemar tertentu, maka dapat dimanfaatkan sebagai alternative
pengendali pencemaran di perairan.(Marianto,2001).
Eceng gondok dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran air
karena kemampuannya dalam mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya
(bioakumulator). Kemampuan eceng gondok ini karena pada akarnya terdapat
mikrobia rhizosfera yang mengakumulasi logam berat. Menurut Surawiria (1993)
bahwa mikrobia rhizosfera adalah bentuk simbiosis antara bakteri dengan jamur,
yang mampu melakukan penguraian terhadap bahan organik maupun anorganik yang
terdapat dalam air serta menggunakannya sebagai sumber nutrisi.
Selain itu, dapat dilakukan pula upaya restocking atau penaburan
kembali organisme air terutama ikan-ikan untuk menstabilkan jumlah fitoplankton
pada ekosistem danau yang telah mengalami ledakan populasi fitoplankton.
Kesimpulan
1. Penyebab degradasi yang biasa terjadi pada ekositem danau yaitu
pencemaran perairan, sedimentasi dan peningkatan gulma air.
2. Pencemaran perairan pada umumnya disebabkan peningkatan unsure
fosfat dan nitrat pada perairan yang menyebabkab eutrofikasi.
3. Sedimentasi disebabkan oleh adanya penebangan hutan pada daerah
danau yang menyebabkan erosi dan adanya tumbuhan air yang mampu menyerap
sedimen sehingga menyebabkan sedimentasi atau pendangkalan.
4. Peningkatan gulma air disebabkan oleh eutrofikasi yang
menyuburkan perairan sehingga meningkatkan pertumbuhan tanaman air (eceng gondok)
5. Penegakan peraturan terhadap pembuangan limbah oleh kegiatan
rumah tangga dan industry merupakan salah satu bentuk rehabilitasi terhadap
keberlanjutan ekositem danau.
6. Pengontrolan eutrofikasi dapat dilakukan kegiatan Attacking
symptoms dan Getting at the root cause
7. Restocking atau penaburan kembali dapat pula dijadikan sebagai
salah satu bentuk rehabilitasi ekosistem danau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar