Social Icons

Jumat, 13 Desember 2013

Danau

Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air bisa tawar ataupun asin yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan. Danau termasuk pada perairan menggenang (lentik)
Danau merupakan suatu badan air yang menggenang dan luasnya mulai dari beberapa meter persegi hingga ratusan meter persegi.
Perairan menggenang (lentik) adalah suatu bentuk ekosistem perairan yang di dalamnya aliran atau arus air tidak memegang peranan penting. Hal ini karena aliran air tidak begitu besar atau tidak mempengaruhi kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Pada perairan ini faktor yang amat penting diperhatikan adalah pembagian wilayah air secara vertikal yang memiliki perbedaan sifat untuk tiap lapisannya, contoh dan jenis perairan ini adalah danau, rawa, situ, kolam dan perairan menggenang lainnya. Perairan menggenang di bagi dalam tiga lapisan utama yang didasari oleh ada tidaknya penetrasi cahaya matahari dan tumbuhan air, yaitu: Littoral, limnetik dan profundal, sedangkan atas dasar perbedaan temperatur perairannya, perairan menggenang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: metalimnion, epilimnion, dan hipolimnion. Kelompok organisme di perairan menggenang berdasarkan niche utama dalam kedudukan rantai makanan meliputi produser (autotrof), makro konsumer (heterotrof) dan mikrokonsumer (dekomposer). Kelompok organisme yang ada di perairan menggenang berdasarkan cara hidupnya meliputi: benthos, plankton, perifiton, nekton dan neuston.
Pada zona litoral, produser utamanya adalah tanaman yang berakar (anggota spermatophyta) dan tanaman yang tidak berakar (fitoplankton, ganggang dan tanaman hijau yang mengapung). Sedangkan konsumernya meliputi beberapa larva serangga air seperti, platyhelminthes, rotifer, oligochaeta, moluska, amphibi, ikan, penyu, ular dan lain sebagainya. Pada zone limnetik, produsernya terutama fitoplankton dan tumbuhan air yang terapung bebas seperti, water hyacinth (Eichornia crassipes), Cerratophyllum spp, Utricularia spp, Hydrilla verticillata, duckweed (Lemna spp); dan vascular plants, seperti: Equisetum spp; Ioetes spp dan Azolla spp. Sedangkan konsumernya meliputi zooplankton dari copepoda, rotifera dan beberapa jenis ikan. Pada zona profundal, banyak dihuni oleh jenis-jenis bakteri dan fungi, cacing darah, yang meliputi larva chironomidae, dan annelida yang banyak mengandung haemoglobin, jenis-jenis kerang kecil seperti anggota famili sphaeridae dan larva "phantom" atau Chaoboras (corethra). Rantai makanan adalah suatu transfer energi dari tumbuhan melalui serangkaian organisme dengan jalan makan-memakan. Pada tiap transfer ada 80-90% energi potensial yang hilang sebagai panas. Oleh karena itu rantai makanan dalam satu deretan jumlahnya terbatas, biasanya 4 - 5 tingkat. Makin pendek rantai makanan, maka lebih banyak tersedia energi yang dapat dimanfaatkan.
Danau mempunyai fungsi ekonomi yang sangat tinggi. Salah satu fungsi terpenting danau adalah perikanan, baik budidaya maupun perikanan tangkap. Jika dikelola dengan benar, perikanan danau dapat mendatangkan keuntungan yang cukup besar.
Danau juga penting dari sisi tata air (antara lain mencegah kekeringan dan banjir) dan dalam kaitannya dengan penyediaan air bersih, baik untuk minum, irigasi dan industry. Dengan demikian, danau mempunyai fungsi sebagai penyangga kehidupan.
Jika ditinjau dari segi ekosistem, danau merupakan tempat hidup berbagai organism, termasuk yang bersifat endemic, mulai dari ikan sampai burung air. Tidak saja penting bagi pelestarian plasma nuftah, dan konservasi alam, hal tersebut dapat dijadikan asset bagi rekreasi dan pariwisata. Danau dapat menjadi objek wisata juga karena orang-orang dapat menikmati aktivitas-aktivitas seperti memancing, berperahu, berenang atau bahkan sekedar menikmati keindahan alam. Pemanfaatan danau sebagai objek wisata jelas akan memicu ekonomi masyarakat yang tinggal disekelilingnya. Akan tetapi, pemanfaatan danau sebagai objek wisata juga tentunya harus dilaksanakan dengan pengelolaan yang baik dan terkendali. Karena jika danau itu rusak, otomatis orang-orang tidak akan tertarik lagi mengunjunginya untuk berwisata.
Di danau terdapat pembagian daerah berdasarkan penetrasi cahaya matahari. Daerah yang dapat ditembus cahaya matahari sehingga terjadi fotosintesis disebut daerah fotik. Daerah yang tidak tertembus cahaya matahari disebut daerah afotik. Di danau juga terdapat daerah perubahan temperatur yang drastis atau termoklin. Termoklin memisahkan daerah yang hangat di atas dengan daerah dingin di dasar.
Komunitas tumbuhan dan hewan tersebar di danau sesuai dengan kedalaman dan jaraknya dari tepi. Berdasarkan hal tersebut danau dibagi menjadi 4 daerah sebagai berikut.
a)Daerah litoral
Daerah ini merupakan daerah dangkal. Cahaya matahari menembus dengan optimal. Air yang hangat berdekatan dengan tepi. Tumbuhannya merupakan tumbuhan air yang berakar dan daunnya ada yang mencuat ke atas permukaan air.
Komunitas organisme sangat beragam termasuk jenis-jenis ganggang yang melekat (khususnya diatom), berbagai siput dan remis, serangga, krustacea, ikan, amfibi, reptilia air dan semi air seperti kura-kura dan ular, itik dan angsa, dan beberapa mamalia yang sering mencari makan di danau.
b.Daerah limnetik
Daerah ini merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih dapat ditembus sinar matahari. Daerah ini dihuni oleh berbagai fitoplankton, termasuk ganggang dan sianobakteri. Ganggang berfotosintesis dan bereproduksi dengan kecepatan tinggi selama musim panas dan musim semi. Zooplankton yang sebagian besar termasuk Rotifera dan udang-udangan kecil memangsa fitoplankton. Zooplankton dimakan oleh ikan-ikan kecil. Ikan kecil dimangsa oleh ikan yang lebih besar, kemudian ikan besar dimangsa ular, kura-kura, dan burung pemakan ikan.
c.Daerahprofundal
Daerah ini merupakan daerah yang dalam, yaitu daerah afotik danau. Mikroba dan organisme lain menggunakan oksigen untuk respirasi seluler setelah mendekomposisi detritus yang jatuh dari daerah limnetik. Daerah ini dihuni oleh cacing dan mikroba.
d.Daerahbentik
Daerah ini merupakan daerah dasar danau tempat terdapatnya bentos dan sisa-sisa organisme mati.

PENYEBAB DEGRADASI EKOSITEM DANAU
1. Pencemaran.
Air danau dan aliran-aliran sungai di sekitarnya dipergunakan oleh masyarakat sebagai sumber air bersih, tetapi masyarakat tidak mengetahui tingkat pencemaran air dan juga kebutuhan air bersih untuk MCK (Mandi, Cuci, Kakus) hanya bertumpu pada air sungai dan danau. Laporan Bappedal (2000) menunjukkan bahwa setidaknya ada 3 sumber-sumber pencemar air danau yaitu 1) Kegiatan Rumah Tangga yang menghasilkan bahan buangan organik (dedaunan, bekas bungkusan kertas), buangan olahan bahan makanan (ikan, daging), buangan zat kimia (dari sabun, detergen, shampoo, dan bahan pembersih lain), 2) Kegiatan Pertanian seperti penggunaan pestisida (insektisida, herbisida, zat pengatur tumbuh) dan pupuk (ZA, DAP, Urea, NPK dan lain-lain), 3) Kegiatan Industri dengan 4 golongan yaitu industri makanan dan tembakau, pertenunan sutera dan pakaian jadi, industri kayu dan perabot, industri percetakan. Bahan buangan dari industri berupa buangan padat, organik, olahan makanan dan zat kimia.
Macam-macam Pencemaran dapat dibedakan
berdasarkan pada tempat terjadinya, macam bahan pencemarnya, dan tingkat pencemaran. a.Berdasarkan Tempat Terjadinya
1.Pencemaran Udara Merupakan pengotoran partikel,kimia,dan biologi di atmosfir. Sumber-sumber polusi udara,misalnya gas H2S,CO,CO2,partikel SOZ,NO2,dan dapat juga berasal dari zat radioaktif seperti nuklir.
2.Pencemaran Air Polusi air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar,misalnya pembuangan limbah industri,sisa insektisida,dan pembuangan sampah domestik.
3.Pencemaran Tanah Disebabkan oleh beberapa pencemaran,misalnya sampah-sampah plastik,botolpecahan kacadetergen yang bersifat non bio degradable,zat kimia dari buangan pertanian.
4. Polusi Suara Misalnya,suara bising kendaraan bermotor,deru mesin pabrik,radio berbunyi keras.
b. Berdasarkan macam tingkat pencemarannya Hal ini didasarkan pada kadar zat pencemar dan waktu kontak. Dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Pencemaran yang mulai mengakibatkan gangguan ringan pada panca indra dan tubuh serta telah menimbulkan kerusakan pada ekosistem lain. Misalnya gas buangan kendaraan bermotor yang menyebabkan mata pedih.
2. Pencemaran yang sudah mengakibatkan reaksi pada faal tubuh dan menyebabkan sakit yang kronis. Misalnya pencemaran Hg (air raksa) di Minamata Jepang yang menyebabkan kanker dan lahirnya bayi cacat.
3. Pencemaran yang kadar zat-zat pencemarnya demikian besarnya sehingga menimbulkan gangguan dan sakit atau kematian dalam lingkungan. Misalnya pencemaran nuklir
c. Macam Bahan Pencemaran
1. Kimiawi; berupa zat radio aktif, logam (Hg, Pb, As, Cd, Cr dan Hi), pupuk anorganik, pestisida, detergen dan minyak.
2. Biologi; berupa mikroorganisme, misalnya Escherichia coli, Entamoeba, coli, dan Salmonella thyposa.
3. Fisik; berupa kaleng-kaleng, botol, plastik, dan karet

Pencemaran air ini kemudian menimbulakan dampak sebagai berikut :
• Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah pencemaran air. Berdasarkan bahan pencemaran, eutrofikasi berasal dari bahan pencemaran kimiawi.
Eutrofikasi merupakan problem lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat (PO3-), khususnya dalam ekosistem air tawar. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L. Sejatinya, eutrofikasi merupakan sebuah proses alamiah di mana danau mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih produktif bagi tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi eutrofik. Proses alamiah ini, oleh manusia dengan segala aktivitas modernnya, secara tidak disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa dekade atau bahkan beberapa tahun saja. Maka tidaklah mengherankan jika eutrofikasi menjadi masalah di hampir ribuan danau di muka Bumi, sebagaimana dikenal lewat fenomena algal bloom.
JenisEutrofikasi
Menurut Goldmen dan Horne (1938), eutrofikasi perairan danau dapat terjadi secara :
1. Cultural Eutrophication
Yang dimaksud denagan cultural eutrophication adalah eutrofikasi yang disebabkan karena terjadinya proses peningkatan unsur hara di perairan oleh aktivitas manusia.
Aktivitas manusia yang menyebabkan eutrofikasi banyak sekali macamnya. Menurut Morse et al (The Economic and Environment Impact of Phosporus Removal from Wastewater in the European Community, 1993) 10 persen berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri (background source), 7 persen dari industri, 11 persen dari detergen, 17 persen dari pupuk pertanian, 23 persen dari limbah manusia, dan yang terbesar, 32 persen, dari limbah peternakan. Paparan statistic di atas (meskipun tidak persis mewakili data di Tanah Air) menunjukkan bagaimana berbagai aktivitas masyarakat di era modern dan semakin besarnya jumlah populasi manusia menjadi penyumbang yang sangat besar bagi lepasnya fosfor ke lingkungan air. Dari data statistic di atas juga dapat diketahui bahwa 90 % penyebab eutrofikasi adalah berasal dari aktivitas manusia.
Hal ini menunjukkan bahwa eutrofikasi cultural lebih banyak terjadi daripada eutrofikasi alami.
Akhirnya, yang harus dimengerti dan disadari adalah bahwa karena Indonesia merupakan negara tropis yang mendapatkan cahaya Matahari sepanjang tahun, maka blooming (dalam arti biomasa alga tinggi) dapat terjadi sepanjang tahun. Artinya kapan saja (asal tidak mendung/hujan) dan dari manapun asalnya kalau konsentrasi nutrien dalam badan air meningkat maka akan meningkat pula aktifitas fotosintesa fitoplankton yang ada, dan jika peningkatan nutrien cukup besar atau lama akan terjadi blooming. Fenomena itulah yang menyebabkan badan-badan air (waduk, danau dan pantai) di Indonesia yang telah menjadi hijau warnanya tidak pernah atau jarang sekali menjadi jernih kembali; tidak seperti di negeri 4 musim seperti Kanada dan Jepang yang blooming hanya terjadi di akhir musim semi dan panas.
2. Natural Eutrophication
Yang dimaksud oleh natural eutrophication adalah eutrofikasi alami yaitu peningkatan unsure hara di dalam perairan bukan karena aktivitas manusia melainkan oleh aktivitas alami. Setiana ( 1996 ) menyatakan bahwa proses masuknya unsure hara ke badan perairan dapat melaui dua cara, yaitu :
• Penapisan air drainase lewat pelepasan hara tanaman terlarut dari tanah
• Lewat erosi permukaan tanah atau gerakan partikel tanah halus masuk ke system drainase
Proses terjadinya pengkayaan perairan danau oleh unsure hara berlangsung dalam waktu yang cukup lama, kecuali proses tersebut dipercepat oleh berbagai aktivitas manusia di sekitar perairan danau.
Eutrofikasi mempunyai dampak yang buruk bagi ekosistem air, diantaranya sebagai berikut :
• Anoxia (tidak tersedianya oksigen) yang dapat membunuh ikan dan invertrebata lain yang juga dapat memicu terlepasnya gas-gas berbahaya yang tidak diinginkan
• Algal blooms dan tidak terkontrolnya pertumbuhan dari tumbuhan akutaik yang lain
• Produksi substansi beracun oleh beberapa spesies blue-green algae
• Konsentrasi tinggi bahan-bahan organic yang jika dicegah dengan menggunakan klorin akan dapat menyebabkan terciptanya bahan-bahan karsinogen yang dapat menyebabkan kanker
• Pengurangan nilai keindahan dari danau atau waduk karena berkurangnya kejernihan air
• Terbatasnya akses untuk memancing dan aktivitas berekreasi disebabkan terakumulasinya tumbuhan air di danau atau waduk
• Berkurangnya jumlah spesies dan keanekaragaman tumbuhan dan hewan (biodiversity)
• Berubahnya komposisi dari banyaknya spesies ikan yang ada menjadi sedikit spesies ikan (dalam hubungannnya dengan ekonomi dan kandungan protein)
• Deplesi oksigen terutama di lapisan yang lebih dalam dari danau atau waduk
• Berkurangnya hasil perikanan dikarenakan deplesi oksigen yang signifikan di badan air
Salah satu dampak negatif eutrofikasi adalah terjadinya deplesi oksigen yang menyebabkan ikan-ikan dan organisme lain di dalam air tersebut mati. Deplesi oksigen ini terjadi karena aktivitas dekomposer dalam menguraikan alga yang mati dan tenggelam ke dasar perairan.
Alga tumbuh sumbur didanau atau waduk yang terkena eutrofikasi, hal ini terjadi karena tersedianya nutrien yang melimpah. Ketika alga-alga tersebut mati, maka akan 5 tenggelam ke dasar perairan dan alga-alga tersebut akan di dekomposisi oleh aktivitas bakteri dan jamur. Aktivitas dekomposer ini dalam mengurai limbah organic di badan air aerobik, tentu membutuhkan oksigen. Semakin banyak alga yang mati, semakin banyak dekomposernya, maka akan semakin banyak pula oksigen yang dibutuhkan. Hal ini menyebabkan penurunan oksigen terlarut di dalam air. Pada keadaan tertentu, tingakt oksigen terlarut tersebut menjadi sangat rendah untuk mendukung kehidupan organisme, sehingga menyebabkan kematian ikan dan organisme perairan yang lain.
Fenomena penurunan tingkat oksigen terlarut ini akan mengganggu pernafasan fauna air seperti ikan dan udang-udangan; dengan tingkat gangguan tergantung pada tingkat penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan jenis serta fase fauna. Secara umum diketahui bahwa kebutuhan oksigen jenis udang-udangan lebih tinggi daripada ikan dan kebutuhan oksigen fase larva/juvenil suatu jenis fauna lebih tinggi dari fase dewasanya. Dengan demikian maka dalam kondisi konsentrasi oksigen terlarut menurun akibat dekomposisi; larva udang-udangan akan lebih menderita ataupun mati lebih awal dari larva fauna lainnya.
Kesulitan fauna karena penurunan oksigen terlarut sebenarnya baru dampak permulaaan, sebab jika jumlah pencemar organik dalam badan air bertambah terus maka proses dekomposisi organik memerlukan oksigen lebih besar dan akibatnya badan air akan mengalami deplesi oksigen bahkan bisa habis sehingga badan air menjadi anaerob (Polprasert, 1989). Jika fenomena ini terjadi pada seluruh bagian badan air maka fauna air akan mati masal karena tidak bisa menghindar; namun jika hanya terjadi di bagian bawah badan air maka fauna air, termasuk ikan masih bisa menghindar ke permukaan hingga terhindar dari kematian. Secara alamiah kejadian anaerob di semua lapisan badan air memang sangat sulit terjadi karena bagian atas air selalu berhubungan dengan udara bebas yang selalu mensupplainya, namun demikian kalau sebagian badan air anaerob sangatlan sering; misal di teluk-teluk waduk dan pantai yang relatip menggenang sering muncul gelembung-gelembung gas yang mengisaratkan bahwa bagian air yang anaerob dekat dengan permukaan air.
2. Sedimentasi
Pendangkalan merupakan permasalahan ekologis, setidaknya ada dua penyebab dari permasalahan besar tersebut yang sangat kompleks dan terkait dengan masalah-masalah lain di Danau yaitu sedimentasi dan pencemaran. Sedimen yang masuk ke danau merupakan akumulasi erosi dan buangan rumah tangga dan industri sepanjang danau. Erosi disebabkan oleh penebangan hutan di sekitar hulu dan sepanjang danau sehingga aliran air pada saat hujan mengikis lapisan tanah dan terbawa ke sungai. Kemudian pada badan air danau terdapat banyak tanaman air baik yang tumbuh dari dasar danau. Tanaman air ini menjadi perangkap sedimen dan mengendapkan sedimen ke dasar danau. Menurut penelitian Nippon Koei (2003), bahwa sepanjang musim hujan 80 – 90 persen permukaan danau ditutupi oleh tanaman air.
Suara Publik (2003) menulis bahwa akibat kerusakan lingkungan, telah terjadi pendangkalan dan penyempitan danau. Di musim kemarau, danau hampir kering dengan rata-rata kedalaman air hanya 0,5 – 1,0 meter. Sebaliknya, pada puncak musim hujan, air banjir pemukiman penduduk dan menghanyutkan segalanya.
3. Terjadi peningkatan gulma air
Tanaman air yang menjadi gulma di danau adalah didominasi oleh eceng gondok, akar tanaman ini dapat mencapai dasar danau dan menjadi perangkap sedimen kemudian mengendapkan di dasar danau. Peningkatan gulma air ini disebabkan oleh eutrofikasi. Eutrofikasi merangsang pertumbuhan tanaman air lainnya, baik yang hidup di tepian (eceng gondok) maupun dalam badan air (hydrilla). Oleh karena itulah maka di rawa-rawa dan danau-danau yang telah mengalami eutrofikasi tepiannya ditumbuhi dengan subur oleh tanaman air seperti eceng gondok (Eichhornia crassipes), Hydrilla dan rumput air lainnya.
Tanaman air ini atau Tumbuhan aquatik dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu :
a. Submerged Aquatic Vegetation (SAV) SAV adalah tumbuhan air yang seluruh bagian tubuhnya berada di bawah air. Bentuknya mirip seperti rumput liar. Pada struktur bagian bawahnya terdapat bagian yang menancap kuat di dasar danau.
b. Emergent Vegetation Emergent Vegatation adalah tumbuhan air yang sebagaian berada di bawah permukaan air, dan sebagain lagi muncul di permukaan air. Bagian yang muncul di permukaan air adalah bunganya yang berhubungan dengan proses reproduksinya. Contoh dari emergent vegetation adalah Cyperus papyrus dan Nymphaea alba (lili air). Tumbuhan bentik akan tumbuh subur di air yang miskin nutrient.
Peningkatan gulma air ini menyebabkan tertutupnya permukaan danau sehingga menghambat aktivitas fitoplankton yang melakukan fotosintesis. Hal ini berdampak terhadap proses metabolisme organisme air yang pada umumnya bergantung terhadap hasil fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton.

REHABILITASI EKOSISTEM DANAU
Menyadari bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya eutrofikasi, maka perhatian para saintis dan kelompok masyarakat pencinta lingkungan hidup semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Ada kelompok yang condong memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung fosfat, seperti detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang secara tegas melarang keberadaan fosfor dalam detergen. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk mengontrol eutrofikasi :
a. Attacking symptoms
• Mencegah pertumbuhan vegetasi penyebab eutrofikasi
• Menambah atau meningkatkan oksigen terlarut di dalam air
Bila menggunakan cara ini, ada beberapa metode yang dapat digunakan :
• Chemical treatment yang dimaksudkan untuk mengurangi kandungan nutrien yang berlebihan di dalam air
• Aerasi
• Harvesting algae (memanen alga) yang dimaksudkan untuk mengurangi alga yang tumbuh subur di permukaan air
b. Getting at the root cause
• Mengurangi nutrient dan sedimen berlebih yang masuk ke dalam air
Bila menggunakan cara ini, ada beberapa metode yang dapat digunakan :
• Pembatasan penggunaan fosfat
• Pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan permukiman.
• Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen
Cara ini dapat diwujudkan apabila pemerintah dapat menerbitkan suatu peraturan pemerintah atau suatu undang-undang dalam pembatasan penggunaan fosfat untuk melindungi ekosistem air dari cultural eutrofikasi.
Pemerintah dengan Keppres No. 48/1991 tentang pengesahan konvensi lahan basah (Ramsar) telah memberikan ketentuan-ketentuan tentang konservasi lahan basah (yang didalamnya berarti mencakup pula danau). Keppres tersebut mengatur pula penentuan situs lahan basah yang mempunyai kepentingan internasional. Institusi-institusi yang terkait dengan Keppres tersebut adalah Departemen kehutanan dan Kementrian Lingkungan Hidup.
Pengurangan tingkat penyusutan lahan basah hingga tingkat nol adalah salah satu sasaran dalam strategi pengelolaan keanekaragaman hayati Indonesia (IBSAP). Hal tersebut diharapkan terjadi selambat-lambatnya tahun 2005. Sayangnya sasaran tersebut tampaknya belum tercapai hingga saat ini.
Rehabilitasi danau juga dapat dilakukan dengan cara mengontrol pertumbuhan tumbuhan air (gulma) di danau. Karena tumbuhan air ini (eceng gondok) mempunyai dampak positif terhadap ekosistem danau.
Tumbuhan Eceng gondok adalah gulma air yang berasal dari Amerika Selatan. Tumbuhan ini mempunyai daya regenerasi yang cepat karena potongan-potongan vegetatifnya yang terbawa arus air akan terus berkembang menjadi eceng gondok dewasa. Eceng gondok sangat peka terhadap keadaan yang unsur haranya di dalam air kurang mencukupi tetapi mempunyai respon terhadap konsentrasi unsur hara yang tinggi. Akar eceng gondok berupa serabut yang penuh dengan bulu akar, tudung akarnya berwarna merah.Bulu-bulu akar berfungsi sebagai pegangan atau jangkar, dan sebagian besar berguna untuk mengabsorbsi zat-zat makanan dalam air (Eames dan Daniel, 1947 dalam Nurhayati, 1989). Pemanfaatan tumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart), Solm) pada pengolahan air limbah telah banyak dilakukan. Eceng gondok mempunyai kemampuan berkembang biak dengan cepat (Wolverton et al, dalam Anonim, 1986) dan eceng gondok mempunyai kemampuan menyerap unsure hara, senyawa organik dan unsur kimia lain dari air limbah dalam jumlah yang besar.
Eceng gondok (Eichhornia crassipes solms) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai kemampuan sebagai biofilter. Dengan adanya mikrobia rhizosfera pada akar dan didukung oleh daya absorbsi serta akumulasi yang besar terhadap bahan pencemar tertentu, maka dapat dimanfaatkan sebagai alternative pengendali pencemaran di perairan.(Marianto,2001).
Eceng gondok dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran air karena kemampuannya dalam mengakumulasi logam berat dalam tubuhnya (bioakumulator). Kemampuan eceng gondok ini karena pada akarnya terdapat mikrobia rhizosfera yang mengakumulasi logam berat. Menurut Surawiria (1993) bahwa mikrobia rhizosfera adalah bentuk simbiosis antara bakteri dengan jamur, yang mampu melakukan penguraian terhadap bahan organik maupun anorganik yang terdapat dalam air serta menggunakannya sebagai sumber nutrisi.
Selain itu, dapat dilakukan pula upaya restocking atau penaburan kembali organisme air terutama ikan-ikan untuk menstabilkan jumlah fitoplankton pada ekosistem danau yang telah mengalami ledakan populasi fitoplankton.

Kesimpulan
1. Penyebab degradasi yang biasa terjadi pada ekositem danau yaitu pencemaran perairan, sedimentasi dan peningkatan gulma air.
2. Pencemaran perairan pada umumnya disebabkan peningkatan unsure fosfat dan nitrat pada perairan yang menyebabkab eutrofikasi.
3. Sedimentasi disebabkan oleh adanya penebangan hutan pada daerah danau yang menyebabkan erosi dan adanya tumbuhan air yang mampu menyerap sedimen sehingga menyebabkan sedimentasi atau pendangkalan.
4. Peningkatan gulma air disebabkan oleh eutrofikasi yang menyuburkan perairan sehingga meningkatkan pertumbuhan tanaman air (eceng gondok)
5. Penegakan peraturan terhadap pembuangan limbah oleh kegiatan rumah tangga dan industry merupakan salah satu bentuk rehabilitasi terhadap keberlanjutan ekositem danau.
6. Pengontrolan eutrofikasi dapat dilakukan kegiatan Attacking symptoms dan Getting at the root cause
7. Restocking atau penaburan kembali dapat pula dijadikan sebagai salah satu bentuk rehabilitasi ekosistem danau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates